Pages

Tuesday, May 31, 2011

PEMIKIRAN POLITIK MONTESQUIEU

Montesquieu dikenal dalam literatur Barat bukan hanya sebagai pemikir dan filosof politik saja, melainkan ia dikategorikan sebagai sosiolog mendahului August Comte. Ia juga seorang sejarawan dan novelis terkemuka di zamannya. Gagasan-gagasannya mempengaruhi perkembangan pemikiran negara dan hukum di berbagai belahan dunia selama berabad-abad. Pengaruh pemikirannya mudah dilacak dalam konstitusi dan formulasi ketatanegaraan dunia modern. Karena mempengaruhi perumusan konstitusi Amerika di abad XVIII, maka ia dihormati di kalangan perumus konstitusi Amerika, seperti George Washington dan Thomas Jefferson.
 Gagasannya yang paling terkenal yaitu mengenai Trias Politica yang memisahkan kekuasaan negara ke dalam tiga bentuk, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Konsep ini kemudian diterapkan di negara-negara Eropa dan Amerika. Karya-karya Montesquieu yang monumental adalah mengenai sebab kebangkitan dan kejatuhan Romawi, The Considerations on the Causes of the Grandeur and Decadence of the Roman, Letters Persanes, dan Spirit of the Laws yakni karya yang berisi konsep-konsep hukum dan ilmu politik modern.
Di bagian awal buku The Considerations on the Causes of the Grandeur and Decadence of the Roman yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1743, Montesquieu menjelaskan tentang hakikat Roma, ibu kota pemerintahan imperium Romawi. Menurutnya Roma bukanlah sebuah kota (city) dalam pengertian modern yang kita pahami sekarang ini, melainkan sebuah tempat pertemuan umum, di mana tidak terdapat kejelasan tentang siapa yang diperintah dan yang memerintah. Dengan demikian, Roma tidak dapat dijadikan sebagai sebuah model pemerintahan
Bacaan Montesquieu tentang karya-karya Polybius mengajarkannya bahwa sebuah konstitusi (UUD) bisa menyelamatkan suatu negara, apapun bentuk negara tersebut. Konstitusi Republik Romawi misalnya, diyakini telah berhasil mencegah republik itu dari kehancuran total. Karena pengaruh Polybius itulah Montesquieu banyak memberikan perhatian pada paham konstitusionalisme pada zamannya.  
Sama halnya Machiavelli, Montesquieu juga mengagumi semangat kebebasan, seni memerintah dan seni perang bangsa Romawi, khususnya keahlian mereka dalam memanipulasi agama dan kebijakan-kebijakan luar negeri untuk digunakan demi kepentingan mereka. Agama misalnya, hanya diperkenankan sejauh ia memperkokoh struktur nilai-nilai kekuasaan negara kota. Agama harus diabdikan demi kebesaran, kesatuan dan kejayaan imperium Romawi. Agama yang tidak memiliki fungsi seperti itu tidak diakui keberadaannya.  Akan tetapi, yang membedakan kedua pemikir ini adalah bahwa Machiavelli melihat orang-orang besar yang mengejar kemasyhuran dan kekuasaan sebagai individu yang berperan penting dalam pembentukan sejarah bangsa itu. Sedangkan Montesquieu tidak percaya bahwa sejarah dibentuk oleh orang-orang besar. Mereka memang membentuk lembaga-lembaga sosial politik, militer, dan lain-lain, tetapi setelah itu, maka individu-individu itulah yang diatur oleh lembaga-lembaga itu.
Montesquieu lebih jauh mengungkapkan bahwa latar belakang kejayaan dan kejatuhan Romawi adalah karena watak mereka yang suka berperang dan membunuh. Menurut Montesquieu faktor moral juga cukup berpengaruh terhadap proses kejatuhan Romawi. Kekejaman, kebiadaban, dan kebrutalan para jenderal militer atau kaisar telah membuat rakyat tertindas. Rakyat yang tertindas berupaya mencari celah untuk menjatuhkan penguasa. Mereka memanfaatkan saat-saat krisis untuk menjatuhkan pemerintah kaisar. Perlawanan rakyat dari dalam, dan kemudian diiringi oleh serangan brutal suku bangsa di sekitar imperium membuat Romawi tak mampu bertahan.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa salah satu ajaran Montesquieu yang paling terkenal dan diterapkan oleh berbagai negara hingga kini, yaitu Trias Politica (pembagian kekuasaan ) ke dalam tiga bagian. Tiga kekuasaan yang dimaksud yaitu kekuasaan legislatif atau pembentuk undang-undang, kekuasaan eksekutif atau yang menjalankan undang-undang, dan juga kekuasaan yudikatif atau kekuasaan menngadili. Pembagian ini sebenarnya telah dikemukakan sebelumnya oleh John Locke. Tetapi oleh Locke, kekuasaan yudikatif tidak dikemukakan, melainkan kekuasaan federative. Oleh Montesquieu  sendiri, pembagian ketiga kekuasaan ini adalah untuk menjamin adanya kemerdekaan.
Apabila kekusaan legislatif dan eksekutif disatukan pada tangan yang sama, tidak mungkin terdapat kemerdekaan. Kemerdekaan itupun juga tidak bisa ditegakkan jika kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan yudikatif. Kemudian menurutnya, kekuasaan legislatif haruslah terletak pada seluruh rakyat. Namun karena melihat luasnya sebuah negara yang pastinya akan menimbulkan kesulitan mengenai kekuasaan legislatif di tangan seluruh rakyat ini, maka maka dibentuk suatu dewan rakyat. Rakyat yang dimaksud Montesquieu adalah berupa dewan rakyat, bukan orang-orang yang mewakili rakyat. Dengan kata lain, mereka bukanlah wakil rakyat seperti yang kita pahami sekarang. Dewan rakyat dalam pengertiannya adalah semacam dewan yang terdapat dalam zaman Yunani dan Romawi kuno. Mereka yang menjadi anggota dewan rakyat merupakan mediator rakyat dan penguasa, menjadi komunikator, dan agregator aspirasi dan kepentingan rakyat banyak.
Selanjutnya, berbicara mengenai perwakilan, menurut Montesquieu, hal ini bukan satu macam saja. Ia memandang bahwa perlu untuk memberikan pengakuan kepada kaum bangsawan dengan menempatkan perwakilan tersendiri bagi mereka. Dengan demikian maka perwakilan rakyat menjadi terbagi dua. Dengan kata lain, sistem yang dimaksudkan olehnya adalah sistem bicameral (dua kamar). Dimana satu bagian bagi kaum bangsawan, sedangkan bagian yang satunya diperuntukkan bagi kaum yang bukan bangsawan. Kedua bagian ini selanjutnya hanya mungkin bergerak dengan persetujuan salah satunya. Tiap bagian, atau biasanya disebut kamar, mempunyai veto terhadap keputusan bagian lain. Persesuaian anatara kedua kamar ini merupakan penerapan dari perlunya saling mengawasi di dalam pemerintahan pada umumnya. Montesquieu pun menekankan bahwa tiap kekuasaan yang dibagi tiga tadi, masing-masing saling mengawasi dan menghambat kemungkinan penyelewengan.
Hal yang perlu diingat dari pembagian kekuasaan menurut Montesquieu, bahwa pembagian kekuasaan bukan berarti pemisahan secara mutlak. Dalam praktek yang diperlihatkan oleh sebuah negara yang kerap disebut sebagai contoh dari pelaksanaan teori Montesquieu, Amerika Serikat, dapat dilihat adanya saling pengaruh antara badan-badan yang memegang masing-masing kekuasaan, saling pengaruh yang dekat pada campur tangan dalam pekerjaan masing-masing dalam batas-batas tertentu.
Selain sebagai pemikir poltik, Montesquieu juga merupakan pemikir di bidang hukum. Mengenai masalah hukum ini, ia melihatnya dalam pengertian yang amat luas. Hukum bersifat kompleks, berkembang, dan berubah. Segala hubungan yang mungkin ada dan yang dapat dibayangkan antara manusia adalah hukum. Malah hukumlah yang menyebabkan perbedaan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu hukum pun melingkupi adat kebiasaan. Tetapi sebaliknya, Montesquieu melihat perbedaan antara hukum dengan kebiasaan. Di sini hukum dipergunakan dalam pengertian yang sempit, di mana hukum dekat dengan hukum yang dibuat, atau yang dibentuk.
Menurut Montesquieu suatu hukum memiliki perbedaan sesuai dengan tempat dan waktu hukum itu berlaku. Perbedaan tempat dan masa ini menyebabkan adanya perbedaan kebiasaan dan ada istiadat. Pengaruh iklim, alam lingkungan sekitar dan sebagainya juga turut menjadi penyebab perbedaan hukum. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan hukum dan sifat-sifat pemerintahan di tiap-tiap negara. Pemikir asal Prancis ini juga berpendapat bahwa keadilan merupakan suatu pengertian yang telah ada telebih dulu sebelum adanya hukum positif. Oleh sebab itu dalam suatu masyarakat, manusia harus menyesuaikan diri dengan keadilan. Hukum positif yang sesuai dengan keadilan itu adalah hukum yang benar.

 
Catatan (sekalian buat tugas-tugas ber-"genre" sama berikutnya..hehehehe) : 
Semua tulisan sejenis adalah saduran dari berbagai referensi yang pernah saya baca.. Jadi tidak usah heran, kalau tiba-tiba bahasa saya menjadi super "tingkat tinggi" (baca : mendadak cerdas)..heheheheh...

No comments:

Post a Comment