Pages

KONFLIK INDONESIA-SINGAPURA MENGENAI REKLAMASI PANTAI

Tuesday, June 7, 2011 | at 12:57 AM


A.  Sekilas Konflik Indonesia-Singapura Mengenai Reklamasi Pantai
            Sebagaimana diketahui bahwa timbulnya persengketaan antara negara-negara tidak saja dipengaruhi oleh isu persilangan kedaulatan antara negara-negara dalam masalah teritorial tetapi juga isu ekonomi, politik, sampai environmentalis. Walaupun Konvensi Hukum Laut PBB telah diratifikasi pada 1982 di Teluk Montego, Jamaica pada 10 Desember 1982, namun pemecahan masalah mengenai perbatasan di lautan di berbagai kawasan selalu menemui jalan buntu. Dapat kita lihat pada contoh kasus Laut Cina Selatan yang dipersengketakan oleh beberapa negara di kawasan Asia Timur, dan yang hangat beberapa waktu lalu adalah sengketa Blok Ambalat di Perairan Sulawesi antara Indonesia dan Malaysia.
Sebagaimana masalah perbatasan di wilayah laut ini, maka kasus reklamasi pantai yang dilakukan Singapura dalam rangka memperluas wilayahnya, adalah merupakan fenomena yang akan mengganggu eksistensi perbatasan dengan negara yang berbatasan langsung, yaitu Indonesia dan Malaysia. Bagi Indonesia, masalah ini dapat mengganggu integritas teritorial negara sebab akibat perluasan wilayah itu maka perairan yang merupakan jalur internasional di Selat Singapura akan tergeser dan semakin sempit dan otomatis mempersempit pula perairan Indonesia di wilayah itu . 
Singapura merupakan negara dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta jiwa yang sebagian besar adalah etnis Tionghoa, pertumbuhan ekonominya yang sangat cepat menjadikan negara ini melambung diantara negara-negara ASEAN lainnya. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi ini, Singapura yang mengandalkan 63% industri jasa dan 27% barang produksi mengharuskan mencari alternatif dalam menambah wilayahnya yang terbatas untuk perluasan kawasan Bandara Internasional Changi serta kawasan Industri sekitarnya.
Dengan demikian, jalan satu-satunya yang dimiliki Singapura adalah dengan mereklamasi pantai-pantainya. Singapura melihat tanah sebagai salah satu kepentingan nasional yang utama. Negeri ini sudah sejak tahun 1960 memiliki rencana jangka panjang atas tanah ini. Cerainya mereka dari Malaysia di akhir tahun 1950-an dengan tanah yang kecil, membuat mereka menyadari betul keterbatasan dan arti penting tanah.[1]
Rencana tersebut muncul karena adanya pertimbangannya bahwa, jumlah pulau yang kecil. Kedua, antisipasi terhadap jumlah penduduk yang akan berkembang. Ketiga, pertimbangan ekonomi dan bisnis lainnya.[2] Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, Singapura pun memulai reklamasi pada 1978. Sejak saat itu luas wilayah Singapura terus bertambah, sampai saat ini saja penambahan wilayahnya telah mencapai 100 km2. Dari data Koran TEMPO menyebutkan pada tahun 1990 luas negara Singapura adalah 580 km2, tapi peta pada tahun 2010 menjadi 760 km2, artinya bertambah 31% dibanding tahun 1990.[3]
Indonesia sebagai negara yang berdaulat, memiliki hak untuk mempertahankan setiap jengkal tanahnya. Hal ini sesuai dengan konsep wawasan nusantara, bahwa terdapat dua objek pandangan yaitu: objek pandangan dari dalam keluar (internal view point) dan objek pandangan dari luar ke dalam (internal view point), dua objek pandangan ini sama pentingnya.[4] Objek pandangan dari dalam keluar adalah objek pandangan terhadap berbagai persoalan yang menyangkut keutuhan wilayah Wawasan Nusantara itu sendiri. Sedangkan objek pandangan dari luar ke dalam yaitu objek pandangan yang khusus melakukan studi terhadap atau wilayah yang langsung berpengaruh terhadap eksistensi Wawasan Nusantara.
Dampak yang diraskan Indonesia sebagai dampak ditimbulkan dari adanya reklamasi pantai yang dilakukan oleh Singapura yaitu :
1.      Berkurangnya batas territorial Indonesia. Pasir yang yang digunakan oleh Singapura untuk mengadakan reklamasi adalah pasir yang diambil dari pulau-pulau kecil yang merupakan batas terluar negara Indonesia. Akibatnya pulau-pulau tersebut menjadi tenggelam, dan batas territorial yang digunakan oleh Indonesia menjadi hilang pula. Perbatasan adalah suatu garis riil atau imajiner yang menandai batas yurisdiksi tertentu suatu negara. Perbatasan teritorial atau sering disebut sebagai perbatasan politik, bersifat tiga dimensi yang mencakup daratan, perairan, dan ruang udara. Perbatasan dapat berbentuk:[5]
a.       Perbatasan alamiah (natural topographical) yang memiliki ciri-ciri fisik khusus seperti sungai-sungai, pegunungan, danau, pantai, pulau atau karang.
b.      Perbatasan buatan/artificial, seperti garis lintang dan garis bujur.
Dari kedua bentuk perbatasan tersebut, perbatasan alamiah dipandang lebih memuaskan dari pada perbatasan buatan. Akan tetapi perbatasan buatan yang dituangkan dalam traktat-traktat lebih menjamin ketepatan lokasi meskipun sering menimbulkan permasalahan lingkungan seperti pemisahan kelompok etnis, pembagian tanah adat, aliran sungai, maupun hak-hak tradisional.[6]
2.      Rusaknya ekosistem laut. Pengambilan pasir laut secara massal akan mengakibatkan tenggelamnya sebuah pulau, sehingga ekosistem laut yang berada di sekitarnya akan pula menjadi hilang.
3.      Hilangnya asset perikanan yang berada disekitar pulau tersebut. Hilangnya  ekosistem laut, otomatis akan menghilangkan potensi perikanan dan sumber laut lainnya yang berada di perairan tersebut.
Dari masalah reklamasi pantai ini, yang menjadi inti keberatan dari Indonesia adalah mengenai luas wilayah dan juga mengenai kedaulatannya sebagai negara kepulauan. Konsep kedaulatan merupakan sebuah langkah yang sangat penting dalam perkembangan negara modern. Munculnya ide kedaulatan memberikan status kesejajaran dan independen bagi setiap negara sebagai aktor dalam hubungan internasional, kedaulatan teritorial menjadi hak negara untuk mengontrol lingkungan domestik dan kepentingan internasional tanpa ada campur tangan dari negara lain. Mengenai kedaulatan teritorial negara, lebih lanjut Pareira mengemukakan:
Pengakuan kedaulatan berfungsi sebagai akta politik yang menjelaskan konsekuenasi legalitas hukum. Oleh karena itu, tema pembicaraan mengenai kedaulatan eksternal sebuah negara atau kedaulatan dari perspektif Hubungan Internasional, selalu harus melalui wilayah pembahasan politik terlebih dahulu sebelum menjadi suatu ketentuan hukum.[7]

            Namun, dalam batas-batas tertentu kedaulatan ini tunduk pada pembatasan-pembatasan jika bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam hukum internasional, sebagaimana yang dikemukakan oleh I Wayan Parthiana:
Pembatasan-pembatasan itu sendiri tidak lain adalah hukum internasional dan kedaulatan dari sesama negara lainnya. Suatu negara yang berdaulat tetap tunduk pada hukum internasional maupun tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan negara lainnya.[8]

Cara penetapan perbatasan dilakukan berdasarkan:[9]
  1. Ketentuan-ketentuan tidak tertulis (kebiasaan)
  2. Ketentuan-ketentuan tertulis (traktat-traktat dan perjanjian)
Ketentuan tidak tertulis umumnya diperoleh berdasarkan petunjuk-petunjuk yang sifatnya praktis seperti ras, bahasa, cara hidup, kebudayaan yang berbeda atau ciri-ciri alamiah yang telah lama diakui sebagai batas tradisional, atau pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh pengausa local, atau kepala adat/kepala suku. Perbatasan-perbatasan semacam ini pada dasarnya sulit untuk dijadikan sebagai bukti hukum jika terjadi sengketa, namun metode ini sangat kuat artinya untuk menunjang penetapan yang lebih akurat melalui ketentuan-ketentuan tertulis.
Pada ketentuan tertulis dipakai untuk lebih menjamin keakuratan batas-batas wilayah dan dapat dijadikan bukti hukum jika terjadi sengketa. Ketentuan-ketentuan tertulis umumnya berupa dokumen-dokumen, peta-peta, perjanjian-perjanjian perbatasan yang disusun berdasarkan hasil survey dan pemetaan yang seksama dan disusun dalam waktu cukup lama. Survey dan pemetaan perbatasan ini umumnya melibatkan dua belah pihak, dengan membentuk komite bersama seperti antara Indonesia-Papua New Guini yang dinamakan Join Technical Committee for Survey and Democration of the Boundary and Maping of the Border Areas. Guna menjamin keadilan dan menghindarkan salah penafsiran di kemudian hari.[10]
            Melihat dampak yang dirasakan, maka pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai hal guna mengatasi persoalan tersebut, diantaranya telah melakukan protes kepada pemerintah Singapura akan hal tesebut.

B.  Resolusi Konflik
Konflik yang melanda Indonesia dengan Singapura mengenai masalah reklamasi pantai merupakan konflik yang melanda kedua negara. Namun sejauh ini, masalah kedua negara belum sampai ke tahap mediasi pihak ketiga. Kedua negara masih mampu untuk menyelesaikan masalah ini bersama.
Indonesia telah melakukan kebijakan untuk memperketat ekspor pasir lautnya ke Singapura, sebab diduga banyak kapal Singapura yang melakukan pencurian pasir laut. Selain itu pengawasan kepada setiap kapal yang mengangkut pasir laut dari wilayah Indonesia ke Singapura.
Dari pihak Singapura, mereka tidak mengeluarkan kebijakan yang seketat Indonesia. Hal ini sangat beralasan sebab mereka sangat berkepentingan dalam hal pasir laut ini. Namun pihak Singapura sudah mau menanggapi protes yang dilancarkan oleh pemerintah Indonesia, dan mau bekerjasama dengan pihak Indonesia. Sebab pihak Singapura masih membutuhkan pasir laut dari Indonesia yang akan digunakannya untuk memperluas wilayah pantainya.


[1] Huala Adolf, Tragedi Sipadan-Ligitan Babak Kedua?, Kompas, Senin 14 Februari 2005
[2] Ibid.
[3]  Kronologi Larangan Ekspor Pasir Laut, http://www.geopangea.or.id/kliping/37.shtml, diakses 15 Januari 2005
[4]Sumitro L.S. Danuredjo, Hukum Internasional Laut Indonesia, Bharatara, Jakarta, 1971, hal. 34
[5] H. Mochtar Hasan, Hukum Tertulis Tentang Pengaturan Batas-batas Wilayah Negara, Proyek Pusat Perencanaan Pengembangan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1993, hal.16-17)
[6] Ibid
[7]Ibid, hal. 96
[8]I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 60
[9] Ibid
[10] Ibid

Tugasnya orang-orang tua (Cakra Bastian, Rusdin, Andini Eka Putra, dan Aswin Baharuddin...hheheheeh *PEACE!!!) yang sempat nangkring di laptop-Ku...

4 comments:

Anonymous said...

Lumayan neh buat data. saya ambil ya mas.

Anonymous said...

postingan kurang mneghentak, tp keren lah

Anonymous said...

mintak data nya ya. . makasihbuings

Unknown said...

Jangan biarkan pasir laut kita sampai dicuri untuk keperluan reklamasi...pemerintah harus tegas.