Pages

KEPENTINGAN NEGARA – NEGARA BESAR DI ASIA TENGGARA

Thursday, May 5, 2011 | at 9:44 AM

Kawasan Asia Tenggara sejak dahulu merupakan kawasan yang lokasinya sangat strategis dan potensial dalam hal sumber daya alamnya. Sejak dulu, perairan laut dengan bandar lautnya yang berada di kawasan Asia Tenggara selalu ramai dikunjungi dan dilalui oleh kapal dari berbagai wilayah di dunia. Ada tiga wilayah perairan penting di Asia Tenggara, yang di masa lalu selalu menjadi daerah yang diperebutkan oleh berbagai kerajaan lokal di Asia Tenggara maupun para penjajah. Wilayah itu adalah Laut China Selatan, Selat Malaka, dan Selat Sunda yang apabila suatu otoritas atau kerajaan dapat menguasai salah satunya, maka akan dapat mengendalikan lalu lintas laut di kawasan tersebut.

Kita tentu masih ingat bahwa di masa lalu, jauh sebelum Eropa Barat berkembang, di Asia telah ada tiga pusat peradaban dunia yang telah sangat mapannya yaitu Arab, India, dan China yang telah saling melakukan hubungan. Kawasan Asia Tenggara berada di tengah - tengah antara Arab dan India dengan China. Arab atau India, jika ingin melakukan pelayaran menuju China untuk melakukan perdagangan tentunya harus melalui perairan di kawasan Asia Tenggara. Keadaan inilah yang menjadikan letak kawasan Asia Tenggara menjadi sangat strategis di masa lalu.

Di masa kolonialisme, bangsa–bangsa Eropa menguasai kawasan ini bukan hanya karena potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Akan tetapi juga karea berbagai lokasi strategis yang ada di kawasan ini, seperti Selat Malaka, Laut China Selatan, Selat Sunda, dan beberapa lokasi strategis lainnya. Inggris misalmya yang berhasil menguasai bandar laut Malaka di Selat Malaka, ternyata memperoleh keuntungan yang sangat besar. Dengan menguasai Selat Malaka, Pemerintah kolonial Inggris dapat mengamankan jalur perdagangan barang – barangnya yang akan diperdagangkan dari maupun ke China dari ancaman serangan perompak laut.

Di masa sekarang, setelah berbagai regulasi dibuat untuk mengatur hubungan antar bangsa, tetap saja ada kepentingan aktor – aktor eksternal di kawasan Asia Tenggara. Aktor – aktor ini bukan hanya negara, akan tetapi juga aktor non-negara seperti Multinational Corporations (MNCs) atau Transnational Corporations (TNCs). Kepentingan mereka sangat besar, khususnya bagi negara – negara besar seperti Amerika Serikat dalam mempertahankan hegemoninya dan menjaga agar pemimpin negara – negara Asia Tenggara tetap berada di bawah pengaruh dan tekanannya. Fenomena terakhir adalah ambisi negara-negara besar untuk mempertahankan pengaruhnya di negara-negara berkembang di seluruh dunia, khususnya di Asia Tenggara dengan tujuan ekonomi. Hal ini sangat penting mengingat Amerika Serikat adalah negara penggagas konsep free trade, liberalisasi ekonomi, dan berbagai konsep yang mengarah ke penghilangan peran negara dalam mengatur perekonomian. Jika Amerika Serikat bisa mengendalikan para pemimpin negara – negara Asia Tenggara, maka akan semakin mudah baginya dalam menerapkan atau bahkan memaksakan konsep – konsepnya tersebut agar diberlakukan, yang tentunya akan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi negara Amerika Serikat.

Jika kita melihat bagaimana Amerika Serikat selalu memuji dan menyanjung kondisi terakhir di kawasan Asia Tenggara, misalnya menyebut Indonesia sebagai negara paling demokratis di Asia setelah berhasil melaksanakan pemilihan Presiden langsung pada tahun 2004, memuji kemajuan ekonomi Singapura, yang dikatakan oleh Presiden Bush dapat dijadikan contoh bagi negara – negara lain di kawasan tersebut, di samping Thailand dan Filiphina yang oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai sekutu utama di kawasan ini. Hal ini tentulah bukan tanpa kepentingan di belakangnya. Amerika Serikat selalu ingin terlihat baik di hadapan rekan – rekannya di Asia Tenggara dengan mengabaikan berbagai kejahatan dan pelanggaran aturan internasional yang telah dilakukannya di Afghanistan dan Irak. Semua ini tentu demi kepentingan nasionalnya, demi terwujudnya berbagai konsep – konsep liberalisasi perekonomian yang telah dirancangnya agar berlaku di Asia Tenggara.

Pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah mengapa konsep itu dipaksakan untuk berlaku di Asia Tenggara ? Pertama adalah Asia Tenggara adalah satu – satunya kawasan yang dapat dirangkul erat oleh Amerika Serikat yang belum menerapkan liberalisasi perekonomian, pasar bebas, dan sebagainya (Eropa dan Amerika Utara telah melakukannya). Kedua, Asia Tenggara memiliki potensi sumber daya alam melimpah yang belum diolah. Ini tentu akan menjadi lahan olahan yang sangat besar bagi perusahaan – perusahaan multinasional yang berbasis di Amerika Serikat maupun Eropa. Ketiga, prediksi para pakar ekonomi dunia bahwa di masa yang akan datang, kawasan Pasifik di mana di dalamnya juga termasuk Asia Tenggara akan menjadi pusat gravitasi perekonomian dunia. Di masa sekarang ini volume kegiatan ekonomi, khususnya perdagangan di Pasifik sudah lebih dari separuh nilai perdagangan dunia dan ada kecenderungan akan terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, maka wajarlah jika negara – negara besar tidak mau kehilangan lahan sumber daya alam dan pasarpotensialnya di Asia Tenggara. Keempat, bahwa perekonomian negara – negara Asia Tenggara belum semapan perekonomian negara – negara Eropa, Amerika Utara, ataupun Asia Timur sehingga mereka tidak akan mampu memainkan spekulasi – spekulasi ekonomi yang akan berdampak pada goyangnya bangunan perekonomian global, seperti apa yang dilakukan oleh pelaku – pelaku ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1998 yang meruntuhkan bangunan ekonomi beberapa negara di Asia.

Kepentingan Amerika Serikat di Asia Tenggara, khususnya dalam mengamankan wilayah tersebut dari suatu perlawanan negara – negara di kawasan tersebut agar tidak menentang atau melawan mainstream yang ada, yaitu yang dibawa oleh Amerika Serikat dan negara – negara barat maju lainnya. Kita bisa melihat ke masa lalu, bagaimana Amerika Serikat kemudian berada di belakang berdirinya ASEAN, organisasi sosial, ekonomi dan pertahanan negara – negara Asia Tenggara pada tahun 1967, kemudian terbentuknya SEATO, pakta pertahanan Asia Tenggara yang di-backing negara – negara barat, khususnya Amerika Serikat untuk membendung arus paham komunis yang datang dari utara (China dan Uni Soviet).

Runtuhnya Uni Soviet dari peta geopolitik dunia dan kemenangan Amerika Serikat dengan ideologi liberalisme kapitalismenya dalam Perang Dingin menjadi pertanda adanya reorientasi masyarakat dunia kepada kepentingan ekonomi. Seluruh sumber daya dan kemampuan diarahkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, baik nasional, regional, global. Tidak ada kebijaksanaan maupun strategi yang tidak diwarnai oleh kepentingan ekonomi. Ini pula yang menjadi dasar bagi negara – negara maju di barat, Amerika Serikat khususnya untuk melakukan hubungan dengan negara lain, kalau perlu dengan melakukan berbagai tekanan yang melemahkan bargaining power politik dari negara lain. Tindakan seperti inilah yang dilakukan oleh Amerika Serikat di Asia Tenggara.

Dalam keadaan seperti itu, negara – negara Asia Tenggara kemudian merasa tergantung pada Amerika Serikat dan tidak berani melawan mainstream yang dibawanya. Negara – naegara di kawasan ini terfokus pada tujuan pencapaian sasaran tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang ternyata harus dijamin oleh stabilitas nasional, yang ditopang oleh stabilitas lingkungannya mulai dari lingkuangan subregional, regional maupun global. Bagi negara – negara Asia Tenggara, melawan arus yang telah ditetapkan oleh Amerika Serikat dan negara – negara maju lainnya berarti menciptakan suasana regional yang tidak stabil. Kita ketahui bersama baghaiman kekuatan negara – negara di kawasan ini yang kalah segala – galanya dari negara – naegara barat dalam hal ekonomi dan militer. Amerika memiliki kekuatan dan dapat melakukan apa saja untuk menjamin kepentingan nasionalnya tetap terjaga, termasuk dengan melakukan embargo kepada negara – negara lain yang dianggapnya melawan atau menentang keinginannya.

0 comments: