Plato lahir kira-kira pada tahun 429 SM dari keluarga aristocrat. Ia merupakan salah satu murid Socrates, seorang filosof terkenal dizamannya. Pemikiran-pemikirannya diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia secara konkret. Ia condong untuk mencari jawaban yang hendak diterapkan. Plato mendirikan sebuah sekolah di beri nama Akademi yang tidak membatasi diri hingga ilmu pengetahuan belaka, melainkan yang diharapkannya dapat menjadi pabrik pembentuk dan penempa orang-orang yang dapat membawa perubahan bagi Yunani. Bersamaan dengan didirikannya Akademi, Plato mengeluarkan kitabnya Politeia (republik). Politeia sering diterjemahkan dengan Republik, tetapi arti sebenarnya adalah konstitusi dalam pengertian suatu jalan atau cara bagi individu-individu dalam berhubungan sesamanya dalam pergaulan hidup atau masyarakat.
Politeia itu bernama juga Tentang Keadilan, Keadilan yang dimaksud lebih dekat pada kata kejujuran, pada moral, sifat-sifat baik seseorang, dengan kata lain Keadilan itu berarti bahwa seseorang itu membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya. Dalam hubungan dengan kehidupan bernegara, Keadilan menurut Plato, itu terletak pada persesuaian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak dan kecakapan serta kesanggupan di pihak lain.
Pemikiran-Pemikiran Plato
Kitab Politeia membicarakan masalah manusia sebagai suatu keseluruhan, segala aspek diri manusia itu dalam hubungannya dengan masyarakat, malah dalam hubungannya pula dengan jagat raya. Kitab tersebut menguraikan ajaran-ajaran praktis dalam pengertian ajaran-ajaran yang perlu dan harus diwujudkan. Dalam Kitab tersebut membicarakan empat masalah besar :
1. Metafisika
Mencari dan membiarkan apa sebenarnya hakikat segala yang ada.
2. Etika
Tentang sikap yang benar dan baik, dan sebaliknya.
3. Pendidikan
Pendidikan yang harus dijalani seseorang dalam hidup ini.
4. Pemerintahan
Pemerintahan yang seharusnya, yang ideal.
Keempat masalah tersebut merupakan suatu kebulatan.
Dalam menulis Politeia, Plato mengemukakan peringatan dan suruhan daripada mengadakan suatu analisis keadaan atau kejadian. Kemunduran Athena dengan merajalelanya ketidaktahuan yang disertai pula dengan kepentingan diri, berpangkal pada demokrasi-kuno yang bisa menempatkan seseorang pada jabatan-jabatan tanpa mempunyai syarat-syarat yang diperlukan. Kepentingan diri sendiri berpangkal pada sifat individualisme yang tidak dikendalikan, yang menyamakan kepentingan negara (masyarakat) dengan kepentingan orang-orang yang kebetulan sedang berkuasa. Plato tidak menafikan tentang harus adanya keselarasan kepentingan antara orang-orang dengan negara atau masyarakat, tetapi keselarasan itu menurut pendapatnya bukanlah dengan menyamakan kepentingan negara ini dengan kepentingan orang seorang, melainkan sebaliknya, yaitu kepentingan orang seoranglah yang harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian Plato lebih cenderung untuk menciptakan adanya rasa kolektivisme, rasa bersama, dari pada penonjolan pribadi orang-seorang. Penyesuaian diri pada masyarakat atau negara itu, menurut Plato mempunyai tujuan tertentu dalam rangka tujuan keseluruhan dari segala yang ada.
Organisme adalah suatu kesatuan yang bulat di mana tiap anggota atau bagiannya merupakan alat yang tidak dapat dipisahkan dari rangka keseluruhan, dimana tiap anggota mempunyai fungsi atau tujuan tertentu yang sesuai dengan tujuan dari Organisme yang lebih besar, dimana tiap anggota atau bagian dapat berbuat, malah ada, karena adanya organisme itu. Organisme juga dipahami dengan melihat atau merasakan bahwa kalau ada bagian yang sakit, maka keseluruhan badan akan sakit, karena tiap bagian berhubungan dengan bagian yang lain. Tiap organisme mempunyai tujuan, dan tujuan ini tidak berlawanan, melainkan bersesuaian, antara yang satu dengan yang lain. Tujuan yang sama itu menghendaki adanya persesuaian dalam fungsi.
Keadilan akan tercapai bila tiap orang melakukan dan mengabdikan diri pada fungsi masing-masing sepenuhnya. Plato mengemukakan adanya analogi antara jiwa dan negara. Unsur yang di jumpai pada jiwa, dijumpai pula pada negara. Pada jiwa terdapat unsur keinginan, seperti lapar, dahaga, dan cinta. Adapula unsur logos (akal) yang dengannya manusia dapat belajar mengetahui sesuatu, dan karena mengetahui itu maka manusia mencintainya pula. Di antara kedua unsur itu dijumpai unsur semangat, yang menyangkut soal kehormatan. Unsur ini memberikan inspirasi manusia untuk bertempur, tetapi bukan didorong oleh rasa berontak terhadap ketidakadilan, dan rasa tunduk pada keadilan. Dalam jiwa, unsur ini berada diantara kedua unsur yang lain disertai kecenderungan untuk berpihak pada akal. Selaras dengan adanya ketiga unsur di dalam jiwa itu, maka dalam negarapun, terdapat tiga jenis kelas dengan fungsi masing-masing. Tiga jenis kelas tersebut adalah kelas Penguasa (yang mengetahui segala sesuatu), kelas pejuang atau Pembantu Penguasa (yang penuh semangat), dan kelas Pekerja(yang lebih mengutamakan keinginan dan nafsu.
Dengan demikian ketiga unsur jiwa tadi membentuk susunan negara. Adanya keinginan menyebabkan adanya asosiasi, perhubungan dan pergaulan antara manusia, suatu dasar pokok bagi adanya masyarakat atau negara. Manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia memerlukan manusia lain. Terutama saling memerlukan kerjasama dalam mencukupi kebutuhan jasmani, seperti makan-minum, menyebabkan manusia itu tidak dapat berdiri sendiri.
Plato memulai pembagian pekerjaan di kalangan masyarakat, walaupun pembagian pekerjaan itu bukan terbatas pada bidang ekonomi ataupun efisiensi kerja, melainkan bersandar pada pangilan kesadaran diri manusia itu sendiri dalam rangka yang sesuai dengan tujuan hidup. Konsep tersebut menghendaki pendidikan tertentu serta cara-cara kehidupan social yang tertentu pula. Pendidikan tertentu dimaksudkan agar terdapat bimbingan yang setepat-tepatnya untuk mewujudkan kelas-kelas.
Mengenai cara kehidupan social Plato mengemukakan semacam komunisme yang melarang adanya hak milik serta kehidupan berfamili. Adanya milik, akan mengurangi dedikasi seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Komunisme cara Plato terbatas hingga kelas-kelas penguasa dan pembantu penguasa saja. Kelas ketiga yaitu pekerja, di benarkan mempunyai milik dan berfamili, mereka pula yang menghidupi kelas-kelas lain.
Pandangan Plato tentang anak dan wanita adalah bahwa ia mengakui hak yang sama antara wanita dan laki-laki, sebagimana yang dicerminkan dalam pengakuannya bahwa kedudukan penguasa dan pembantu penguasa dapat dipegang oleh wanita. Kebahagiaan menurutnya terletak pada keajiban atau fungsi masing-masing yang dipenuhi. Syarat-syarat penguasa bisa didapati di dalam diri seorang filosof. Pendapatnya ini berpangkal pada pendirian bahwa pengetahuan nyang sebenarnya, yaitu kebajikan, hanya bisa diperoleh oleh seorang filosof. Ia adalah orang yang berpendirian bahwa orang yang berilmu haruslah memberikan sumbangannya bagi masyarakat. Orang-orang yang harus mendapatkan kepercayaan dalam memimpin negara dan masyarakat itu adalah orang-orang yang suguh-sungguh berilmu, yaitu filosof-filosof.
Kitab lain yang ditulis Plato adalah Kitab Hukum (Nomoi), yang tidak menempatkan penguasa diatas hukum melainkan sebagai pengemban dan penjaga hukum itu sendiri, sebagai hambanya. Hukum menurut Plato sebagai sesuatu yang menangani segenap segi hidup, termasuk segi-segi moral dan hukumpun merupakan suatu cara pendidikan yang pelaksanaannya lebih tergantung pada kesadara dan bukan pada hukuman.
Perbedaan antara Politeia dan Nomoi adalah bahwa menurut Nomoi baik penguasa maupun yang dikuasai semuanya mempunyai hak-hak politik, sedang dalam Politeia hak tidak dipersoalkan, yang dikemukakan adalah hak dan kewajiban.
Menurut Nomoi penguasa mempunyai milik serta keluarga. Komunisme yang dianjurkan dihapuskan. Penguasa tidak pula merupakan kelas tersendiri karena siapa yang duduk dipemerintahan bergantung pada pilihan yang datang dari rakyat.
0 comments:
Post a Comment