A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu negara yang menginginkan perdamaian juga dan keharmonisan dalam membina hubungan baik dan kerjasama dengan negara-negara lain di dunia. Begitupula dalam upaya untuk tetap menjaga ketertiban dunia dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bersifat Bebas-Aktif, Indonesia selalu berupaya untuk mengedepankan prinsip-prinsip kerjasama antar negara, dengan penekanan pada prioritas-prioritas kepentingan nasional Indonesia.
Peran sentral Indonesia dalam lahirnya gerakan Non-Blok adalah tinta emas betapa Indonesia pernah menjadi negara penting di kancah internasional. Umar menegaskan keterlibatan Indonesia dalam perdamaian dunia adalah mandat konstitusi. Menurutnya, keterlibatan Indonesia di kancah internasional tidak asal-asalan atau sekeder unjuk muka. Di samping sejarah peranan penting Indonesia pada masa lalu, saat ini Indonesia dilihat sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dengan karakter moderat. Di samping itu, Indonesia juga diakui sebagai salah satu negara paling demokratis ke-3 di dunia. Paling tidak kedua hal ini cukup membantu memberikan citra positif terhadap Indonesia yang bisa mengangkat kepercayaan dunia luar terhadap Indonesia. Dalam kasus nuklir Iran misalnya, posisi Indonesia sebenarnya sangat dilematis. Hal ini disebabkan di satu sisi tingkat ketergantungan Indonesia terhadap negara-negara barat masih sangat tinggi, sedangkan di sisi yang lainnya, Indonesia adalah negeri yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Posisi inilah yang membuat Indonesia memberikan dukungan yang bersyarat kepada Iran dalam program nuklirnya. Indonesia hanya mendukung Teheran sejauh program proliferasi nuklir tersebut hanya untuk kepentingan damai yaitu sebagai sumber energi alternatif. Pemerintah Indonesia tidak mendukung Teheran jika teknologi tersebut dikembangkan menjadi bom nuklir.
Dukungan kondisional Indonesia itu adalah untuk mencegah agar tidak teralienasi dari Barat. Sebaliknya, jika Jakarta menolak rencana Iran secara mutlak maka tindakan itu bisa menurunkan dukungan mayoritas umat Islam terhadap pemerintah. Disamping itu, mendukung proliferasi damai Iran juga memiliki dasar strategis karena Indonesia akan melakukan hal yang sama dengan tujuan yang sama. Kemudian, menolak mendukung Teheran akan menyulitkan Indonesia untuk memperoleh dana investasi segar bernilai sekitar 600 juta US dollar di sektor negeri sebagaimana yang disepakati dengan Iran.
Dalam konflik ini, Indonesia juga mengambil sikap menolak opsi atau aksi militer terhadap Iran. Pertama, karena Indonesia masih trauma dengan pretext yang dipakai untuk menyerang dan menduduki Irak yang ternyata tidak menemukan stok senjata pemusnah massal. Belum lagi, gerakan perlawanan global tidak mampu mengubah ambisi Bush menyerang Irak. Indonsia kuatir kasus serupa bisa terulang pada Iran. Kedua, opsi tadi bisa berdampak negatif pada stabilitas domestik Indonesia. Ketiga, aksi tersebut bisa mempersulit upaya Indonesia untuk menjadi penengah dalam berbagai isu global akibat peristiwa 11 September 2001. Posisi dan sikap di atas barangkali sudah berada pada titik yang optimal dalam konteks kebijakan luar negeri Indonesia. Pragmatisme tadi beresonansi dengan kredo lama kebijakan luar negeri Indonesia yang diperkenalkan oleh Bung Hatta tahun 1948 yang "bebas" dan "aktif". "Bebas" di sini tidak bermakna "netral" atau mengambil "jarak yang sama" dalam berbagi persoalan dunia, tetapi "aktif" dalam kontribusi menemukan solusi terbaik, tentunya dalam rangka kesinambungan dan kesejahteraan Indonesia.
Pada Maret 2008, dunia dikejutkan ketika rancangan resolusi DK-PBB nomor 1803 untuk sanksi Iran. Resolusi 1803 tahun 2008 itu menambah sanksi terhadap Iran antara lain berupa penambahan larangan bepergian dan pembekuan aset para pejabat Iran yang terkait dengan program pengembangan nuklir serta menerapkan larangan bepergian terhadap mereka yang terlibat banyak dalam aktivitas pengembangan nuklir Iran.Dan untuk pertama kalinya, larangan untuk melakukan perdagangan dengan Iran juga akan diterapkan terhadap produk-produk untuk penggunaan militer maupun sipil. Sanksi juga akan mencakup pemberlakuan pengawasan keuangan terhadap dua bank yang dicurigai terlibat dalam kegiatan pengembangan nuklir sementara semua negara diminta untuk 'berhati-hati' memberikan kredit, jaminan ataupun asuransi kepada mereka. Selain itu, inspeksi juga akan dilakukan terhadap kapal-kapal yang dicurigai membawa barang terlarang baik dari maupun ke Iran.
Resolusi DK PBB nomor 1803 yang disponsori Prancis dan Inggris itu disahkan dengan suara 14-0-1. Dari 15 anggota DK-PBB, 14 menyetujui, 0 menentang, dan 1 yang abstain, yaitu Indonesia. Indonesia saat ini adalah satu dari 10 anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk dua tahun ke depan. Sikap Indonesia ini tentunya dinilai secara ragam, bergantung pada siapa dan dari sudut mana menilainya. Sikap abstain ini cukup mengecewakan negara-negara besar anggota Dewan Keamanan PBB. Lobi yang mereka lakukan agar Indonesia ikut mendukung resolusi sanksi ketiga kepada Iran ini cukup intens dan mendesak.
Indonesia selalu berpandangan bahwa solusi damai melalui jalur diplomasi adalah penyelesaian atas segala non proliferasi nuklir. Selain itu, Indonesia juga mengakui hak semua negara untuk mengembangkan tenaga nuklir untuk kepentingan damai, dan oleh karenanya Indonesia percaya kepada Badan Enegri Atom Internasional untuk melakukan fungsinya untuk menverifikasi kegiatan-kegiatan pengembangan nuklir negara-negara anggota.
Alasan utama Indonesia untuk memilih "abstain" adalah bahwa resolusi itu mengabaikan laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang mengatakan bahwa Iran telah cenderung kooperatif dengan lembaga itu. Ketua badan tersebut, El-baradei, dalam banyak kesempatan telah menyampaikan hal itu dengan jelas. Indonesia menilai bahwa permasalahan nuklir Iran seharusnya diselesaikan melalui forum IAEA, dan bukan Dewan Keamanan PBB. Indonesia menyadari bahwa dari enam poin yang diprogramkan badan nuklir dunia, lima di antaranya telah dipatuhi Iran. Sehingga keluarnya resolusi tersebut dianggap sangat mengada-ada oleh Indonesia. Pengesahan resolusi DK PBB nomor 1803 maupun yang sebelumnya oleh sejumlah anggota Dewan Keamanan terhadap program nuklir damai Iran, tidak memenuhi standar minimum keabsahan dan ketentuan hukum. Sebagai contoh, ia menyebut bahwa isu program nuklir damai Iran dibawa ke Dewan Keamanan padahal Iran tidak melanggar perjanjian perlindungan komprehensif NPT (Traktat Non-Proliferasi Nuklir). Langkah Indonesia yang memutuskan untuk memilih 'abstain', disayangkan oleh sejumlah anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk oleh Rusia seperti yang disampaikan oleh masing-masing duta besarnya, yaitu Vitaly Churkin, yang menyatakan menyayangkan tidak tercapainya konsensus. Namun mereka menghormati posisi Indonesia tersebut. Indonesia menjadi barometer kepentingan mayoritas negara-negara di luar negara maju. Ditambah lagi dengan status sebagai negara muslim terbesar, peran Indonesia bagi dunia Islam sangat menentukan. Di DK PBB sendiri, Indonesia bukanlah satu-satunya negara berkembang dan negara berpenduduk muslim. Selain lima negara pemegang hak veto, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia,dan China, masih ada 10 anggota tidak tetap, yaitu Afrika Selatan, Libya, Vietnam, Belgia, Italia, Kroasia, Panama, Kosta Rika, dan Burkina Faso. Di DK PBB Negara- negara berkembang,seperti Afsel, Vietnam, Kosta Rika, dan Burkina Faso justru terseret ke lingkaran negara-negara besar (pemegang hak veto) sehingga menyetujui keluarnya Resolusi 1803. Bahkan, Libya negara yang oleh Barat dianggap sama seperti Iran sebagai exis of evil kali ini justru berdiri di belakang AS.Hanya Indonesia yang muncul dengan opini berbeda atas isu nuklir Iran. sikap "non alignment" (ketidak berpihakan) kepada siapa dan atas tekanan siapaun dan sikap independensi dalam Resolusi DK PBB nomor 1803 adalah sikap negara Indonesia sebagai negara berdaulat. Sikap ini akan semakin menjadikan Indonesia sebagai negara besar untuk membangun martabat dan harga diri di mata internasional. sikap tegas dan independen Indonesia ini akan selalu menjadi dasar berpijak bagi siapa saja yang mengambil keputusan kedepan.
Dunia memang mengimpikan sebuah sikap yang tidak larut mengikuti arus kepentingan negara-negara kuat. Indonesia diharapkan mampu mempertahankan semangat Konferensi Bandung yang tidak terombang-ambing ke arah mana kuatnya angin bertiup.
Berdasarkan pemaparan di atas dan melihat kondisi realitas aktual yang terjadi, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul:
“Eksistensi Indonesia Dalam DK PBB: Penetapan Resolusi 1803 Terhadap Iran”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Lahirnya Resolusi DK PBB 1803 (2008) di tengah hasil-hasil positif yang dicapai dalam perundingan Iran-IAEA bukan disebabkan masalah legal dan teknis, tetapi karena tiadanya political trust dan perbedaan kepentingan strategis di Timur Tengah antara Iran dan Barat. Karena itu, abstain adalah sikap terbaik Indonesia terhadap Resolusi DK PBB 1803 (2008). Yang harus digarisbawahi adalah apa pun pilihan kebijakan luar negeri kita, seharusnya semuanya itu didasarkan pada kepentingan nasional. Jangan sampai national interest dikalahkan oleh tekanan pihak luar.Lebih penting dari semua itu, kesamaan pandangan antara pemerintah dan parlemen guna mengefektifkan politik bebas aktif. Presiden Ahmadinejaad dan rakyat Iran tentu tidak menutup mata atas apa yang telah dilakukan Presiden SBY dan masyarakat Indonesia terkait isu nuklir Iran. Buktinya, tak kurang dari 7 memorandum of understanding (MoU) berbagai proyek strategis ditandatangani kedua pemimpin.
2. Rumusan Masalah
Dari bahasan yang telah penulis uraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan penelitian ini untuk menjawab pertanyaan:
1. Bagaimana dunia internasional memandang Indonesia dengan kepentingan nasionalnya dalam masalah nuklir Iran?
2. Apa tantangan Indonesia ke depan di DK PBB dengan sikap abstainnya pada Resolusi DK PBB nomor 1803 tentang nuklir Iran?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pandangan dunia terhadap Indonesia dengan kepentingan nasionalnya.
2. Mengetahui tantangan Indonesia kedepan di DK PBB dengan sikap abstainnya pada resolusi DK PBB nomor 1803 tentang nuklir Iran.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan studi Hubungan Internasional di masa mendatang.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan kajian para penstudi Hubungan Internasional serta pemerhati masalah-masalah internasional.
3. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak dan para pengambil kebijakan.
D. Kerangka Konseptual
Secara tradisional, hubungan internasional dikaji dengan memperhatikan aspek politik saja, lebih sempit lagi mengenai hubungan di antara negara-negara yang saling berinteraksi dan dampaknya terhadap mereka sendiri satu sama lainnya. Dalam hal ini, kita akan mencoba untuk mengkaji sebuah analisa mengenai eksistensi sebuah negara dalam sebuah forum yang berbaebntuk lembaga internasional, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Suatu hal atau kajian yang sangat penting mengingat ini menyangkut prospek suatu negara, dalam hal ini Indonesia untuk mencitra positifkan dirinya di mata dunia internasional.
Apa yang kita saksikan bahwa akhir-akhir ini, pemerintah Indonesia nampak semakin meningkatkan keterlibatannya dalam upaya penyelesaian konflik-konflik internasional. Belum lama ini Indonesia bersama beberapa negara Muslim lain menyuarakan protes keras terhadap upaya penggalian komplek masjidil al-Aqsa yang dilakukan Israel. Adalah Indonesia yang mempelopori kerjasama antara Organisasi Koferensi Islam (OKI), negara-negara Liga Arab dan Gerakan Non-Blok (GNB) untuk mengeluarkan pernyataan bersama mengecam penggalian Israel atas pelataran masjid Al-Aqsa. Lebih jauh, Indonesia membawa surat protes tersebut ke meja Sekjen PBB. Begitupula dalam upaya Pemerintah Indonesia mempelopori penyelesaian krisis yang terjadi akibat pengembangan dan pengayaan nuklir Iran. Indonesia mengakui hak semua negara untuk mengembangkan tenaga nuklir untuk kepentingan damai. Indonesia selalu berpandangan bahwa solusi damai melalui jalur diplomasi, dan bukan penggunaan senjata adalah penyelesaian atas segala non-proliferasi nuklir. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia memilih untuk abstain dalam proses keluarnya resolusi PBB nomor 1803.
Pemerintah Indonesia berusaha untuk menempuh jalan damai mengingat besarnya dampak yang bias muncul akibat perang atau agresi yang mungkin jadi solusi bagi permasalahan ini. Hal ini tentunya senada dengan kekhawatiran mantan Sekretaris Jenderal PBB, Koffi Annan yang pernah menyampaikan bahwa untuk mereka yang merasa bahwa ncaman terbesar masa depan ketertiban internasional adalah penggunaan kekuatan senjata tanpa adanya mandat PBB. Langkah berbeda yang diambil oleh Pemerintah Indonesia ini tentunya menjadi citra tersendiri atas sikap dan kebijakannya. Apalagi, hampir keseluruhan anggota Dewan Keamanan yang lainnya menyatakan mendukung keluarnya resolusi tersebut. Dari fakta ini, kita dapat melihat bahwa Pemerintah Indonesia menjaga kepentingan nasionalnya di masing-masing pihak, baik itu di Iran maupun di sesame negara-negara anggota DK PBB, khususnya negara-negara pemegang hak veto.
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode eksplanatif. Metode eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan fakta-fakta maupun faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dan politik luar negeri Indonesia untuk bisa menampakkan eksistensinya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka (library research) yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisanya. Literatur ini berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar, dan situs-situs internet ataupun laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti.
3. Jenis Data
Dalam penulisan ini, peneliti menggunakan data sekunder dari berbagai literatur terkait. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah data mengenai politik luar negeri indonesia, pengayaan nuklir Iran, dan mengenai resolusi 1803 PBB.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah teknik analisis data kualitatif, dimana permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan.
5. Metode Penulisan.
Metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deduktif, dimana penulis terlebih dahulu akan menggambarkan secara umum, lalu kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Buku