Media sosial telah menjadi fenomena tersendiri
hari ini. Kehadirannya telah menjadi sarana yang digunakan secara massif untuk mejalin
hubungan pertemanan dan jaringan. Kita mengenal berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Plurk, Skype, hingga media sosial yang berbasis
komunitas seperti Couchsurfing. Kehadiran
berbagai media tersebut seolah telah memindahkan sebagian besar aktivitas
manusia ke dalamnya. Kita tidak bisa menghitung berapa banyak urusan yang
selesai hanya melalui kesepakatan yang berlangsung di dalam media sosial
tersebut. Urusan jual-beli, rencana reuni, rencana jalan-jalan, dan sebagainya
bisa berawal dari wacana yang muncul di media sosial.
Satu hal yang unik bahwa pertemanan,
relasi, ataupun jaringan yang terbangun akibat kehadiran media sosial ini
adalah sebuah hubungan yang sangat plural dan multikultural. Kita bisa dengan mudah menemukan
pertemanan di antara orang-orang dari berbagai warna kebudayaan, suku, bangsa,
negara, hingga generasi bertaut dan berinteraksi di dalamnya. Melalui media
sosial itu pula kita bisa melihat berbagai pertukaran terjadi yang membuat
setiap detil informasi mengalir dengan cepat dan bisa menjangkau seisi planet.
Anomali media sosial
![]() |
Pertemanan lintas kultur |
Kehadiran media sosial menjadi jauh
lebih istimewa karena kemampuannya menciptakan sebuah anomali dalam cara
kerjanya. Di satu sisi, media sosial mampu menciptakan sebuah eksklusifitas
sebagai akibat dari pergerakan informasi yang cepat dan keterbatasan manusia
untuk mengimbanginya. Keterbatasan manusia tersebut menempatkannya pada kebutuhan
untuk memilih pertemanan atau jaringan berdasarkan segmentasi tertentu seperti
urusan pekerjaan, kampus, klub olahraga favorit, minat, ideologi, dan hobi. Maka
mulailah terbentuk komunitas-komunitas virtual dengan basis segmentasi
tersebut.
Menariknya, meski membentuk ekskusifitas
di satu sisi, media sosial tersebut tetap tidak kehilangan karakter yang mampu
membentuk pola hubungan pertemanan yang melintasi banyak hal di sisi yang
lainnya. Dia tetap mampu menghadirkan pertemanan lintas kultur, lintas
generasi, lintas pulau, hingga lintas batas negara. Jadi, pilihan kemudian
tergantung kepada setiap manusia untuk masuk ke dalam komunitas berdasarkan kebutuhan
atau kesenangannya. Bagi mereka yang bisa saling menjangkau di dunia nyata,
biasanya akan membentuk komunitas-komunitas yang lebih kecil dalam lingkup
spasial (wilayah) di mana mereka bisa saling menjangkau secara fisik (baca:
kopi darat) dan meningkatkan intensitas relasi.
Mengajak Ke Yogya
Gagasan untuk memanfaatkan media sosial
komunitas sebagai sarana mengajak orang untuk mengunjungi Yogyakarta sangat
banyak berangkat dari berbagai pengalaman yang penulis amati di media sosial,
khususnya media sosial yang memang concern
dalam membentuk komunitas seperti Plurk.com ataupun Couchsurfing.org. Kedua media
sosial ini, bagi penulis mewakili kedua anomali media sosial di atas yang
sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai media promosi maupun ajakan untuk saling
mengunjungi.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri,
terdapat komunitas yang terbentuk dari popularitas media sosial ini, yaitu
Jogjaplurkers dan Couchsurfing (Cs) Jogja. Mereka menjadi bagian yang mewarnai
komunitas plurker maupun Cs di berbagai daerah di Indonesia dan negara-negara
di seluruh dunia yang anggotanya mencapai jutaan orang.
Dibandingkan dengan komunitas di media
sosial lain, komunitas plurker dan Cs sebenarnya memiliki tingkat intensitas ketemuan
(kopi darat) yang tinggi. Komunitas-komunitas ini dalam banyak momen
mewacanakan sebuah rencana gathering bahkan
event berawal dari sebuah thread di
plurk atau Couchsurfing. Dari situ respon bersambut hingga terjadilah acara gathering atau event-nya. Meski dibuat untuk kalangan komunitas sendiri, tapi
tidak jarang ada teman atau komunitas yang sama dari daerah atau luar negeri
yang ikut menikmati suguhan acara tersebut.
Hal itulah yang menjadi concern dari
tulisan ini, bahwa meski eksklusif, ternyata ada hal positif yang bisa diambil.
Selain frekuensi kopi darat atau gathering
yang tinggi, intensitas silaturahmi atau kedekatan dengan komunitas yang
sama dari tempat lain juga tinggi. Oleh sebab itu, bagi komunitas plurker atau
Cs, tradisi saling mengunjungi dan menyambut sangat dijunjung. Hal inilah yang
seharusnya bisa didorong untuk dikembangkan oleh banyak pihak untuk tujuan
pariwisata.
Ketika seseorang atau rombongan komunitas
mengunjungi sebuah kota seperti Yogya misalnya, tentu saja mereka ikut menyasar
untuk menikmati suasana kota dan berbagai objek wisata atau event yang sedang dilaksanakan di sana. Pikiran
yang sama tentu saja dialami oleh komunitas penyambut bahwa selain gathering,
mereka ingin menjadi tuan rumah yang baik dengan menunjukkan kebanggaan objek
wisata di kotanya ataupun di sekitarnya yang bisa dijangkau. Bisa juga dengan
mengajak ke event yang sedang
berlangsung.
Sambutan Prambanan yang Agung |
Komunitas dan Informasi
Arti penting dari komunitas seperti
Jogjaplurker dan Cs Jogja yang bisa diberdayakan untuk tujuan pariwisata adalah
kapasitasnya untuk menjadi media informasi dan promosi pariwisata Yogyakarta. Hal
ini tentu saja berdasarkan pada pandangan awal bahwa pilihan seseorang untuk
masuk dan bergabung ke dalam suatu komunitas di media sosial dikarenakan
kebutuhannya akan informasi tertentu. Kenyataannya, komunitas seperti
Jogjaplurker dan Cs Jogja memang melakukan hal tersebut. Informasi mengenai event ataupun gathering, meski masih terbatas, biasanya disediakan sejak
jauh-jauh hari.
Hal menarik bahwa informasi tersebut
telah disampaikan sejak jauh-jauh hari memberikan ruang atau kesempatan bagi teman
atau komunitas dari tempat lain untuk mempertimbangkannya. Dengan sebuah
unggahan poster atau panflet event misalnya,
bisa mengundang respon yang panjang di dalam sebuah thread di plurk.com atau
Couchsurfing.org. Hal minimal yang bisa diambil adalah animo atau perhatian
dari banyak orang dengan lintas latar belakang terhadap rencana kegiatan tersebut.
Pemerintah yang
Menyambut
![]() |
Yogya yang siap menyambut |
Potensi inilah yang sebenarnya penting
untuk didorong dan diberdayakan oleh pemerintah dalam mengundang dan menarik minat
wisatawan dalam mengunjungi Yogyakarta. Tidak ada salahnya Pemerintah Provinsi D.I.
Yogyakarta ataupun Pemerintah Kota Yogyakarta menyambut berbagai komunitas berbasis
media sosial ini untuk kepentingan pariwisata Yogyakarta sendiri. Pemerintah
bisa memulai dengan mengajak mereka berpartisipasi dalam merencanakan maupun
mengorganisir sebuah event sederhana
atau sekedar gathering untuk membangun ikatan kekeluargaan yang kuat.
Dengan sambutan dari pemerintah,
komunitas ini paling tidak bisa mempromosikan rencana-rencana pariwisata di Yogyakarta
lebih massif daripada keterbatasan yang sebelumnya mereka alami. Jika sebelumnya,
informasi diperoleh bisa jadi hanya secara insidental saja mealui browsing internet ataupun panflet yang
ditemui di dinding yang kemudian dijepret kamera ponsel seadanya, kali ini bisa
lebih serius karena memang berasal dari sumber informasi yaitu pemerintah.
Pada akhirnya, memang harus diakui bahwa
meskipun kecil, komunitas ini memiliki peran dalam mengajak atau mempromosikan
Yogyakarta sebagai tujuan wisata yang ramah. Dan dengan kapasitas yang
dimilikinya dalam berjejaring, pemerintah bisa memaksimalkan potensi media
sosial komunitas ini dalam promosi. Pemerintah hanya perlu mengapresiasi dan
menyambut mereka.
S. Idris,
Kali Code, Desember menjelang tengah malam.
#Akhirnya menulis lagi. Insya Allah bermanfaat.