Pages

Mengajak ke Yogya Lewat Media Sosial Komunitas

Tuesday, December 18, 2012 | at 7:47 AM

Media sosial telah menjadi fenomena tersendiri hari ini. Kehadirannya telah menjadi sarana yang digunakan secara massif untuk mejalin hubungan pertemanan dan jaringan. Kita mengenal berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Plurk, Skype, hingga media sosial yang berbasis komunitas seperti Couchsurfing. Kehadiran berbagai media tersebut seolah telah memindahkan sebagian besar aktivitas manusia ke dalamnya. Kita tidak bisa menghitung berapa banyak urusan yang selesai hanya melalui kesepakatan yang berlangsung di dalam media sosial tersebut. Urusan jual-beli, rencana reuni, rencana jalan-jalan, dan sebagainya bisa berawal dari wacana yang muncul di media sosial.
Satu hal yang unik bahwa pertemanan, relasi, ataupun jaringan yang terbangun akibat kehadiran media sosial ini adalah sebuah hubungan yang sangat plural dan multikultural. Kita bisa dengan mudah menemukan pertemanan di antara orang-orang dari berbagai warna kebudayaan, suku, bangsa, negara, hingga generasi bertaut dan berinteraksi di dalamnya. Melalui media sosial itu pula kita bisa melihat berbagai pertukaran terjadi yang membuat setiap detil informasi mengalir dengan cepat dan bisa menjangkau seisi planet.

Anomali media sosial
Pertemanan lintas kultur
Kehadiran media sosial menjadi jauh lebih istimewa karena kemampuannya menciptakan sebuah anomali dalam cara kerjanya. Di satu sisi, media sosial mampu menciptakan sebuah eksklusifitas sebagai akibat dari pergerakan informasi yang cepat dan keterbatasan manusia untuk mengimbanginya. Keterbatasan manusia tersebut menempatkannya pada kebutuhan untuk memilih pertemanan atau jaringan berdasarkan segmentasi tertentu seperti urusan pekerjaan, kampus, klub olahraga favorit, minat, ideologi, dan hobi. Maka mulailah terbentuk komunitas-komunitas virtual dengan basis segmentasi tersebut.
Menariknya, meski membentuk ekskusifitas di satu sisi, media sosial tersebut tetap tidak kehilangan karakter yang mampu membentuk pola hubungan pertemanan yang melintasi banyak hal di sisi yang lainnya. Dia tetap mampu menghadirkan pertemanan lintas kultur, lintas generasi, lintas pulau, hingga lintas batas negara. Jadi, pilihan kemudian tergantung kepada setiap manusia untuk masuk ke dalam komunitas berdasarkan kebutuhan atau kesenangannya. Bagi mereka yang bisa saling menjangkau di dunia nyata, biasanya akan membentuk komunitas-komunitas yang lebih kecil dalam lingkup spasial (wilayah) di mana mereka bisa saling menjangkau secara fisik (baca: kopi darat) dan meningkatkan intensitas relasi.

Mengajak Ke Yogya
Gagasan untuk memanfaatkan media sosial komunitas sebagai sarana mengajak orang untuk mengunjungi Yogyakarta sangat banyak berangkat dari berbagai pengalaman yang penulis amati di media sosial, khususnya media sosial yang memang concern dalam membentuk komunitas seperti Plurk.com ataupun Couchsurfing.org. Kedua media sosial ini, bagi penulis mewakili kedua anomali media sosial di atas yang sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai media promosi maupun ajakan untuk saling mengunjungi.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, terdapat komunitas yang terbentuk dari popularitas media sosial ini, yaitu Jogjaplurkers dan Couchsurfing (Cs) Jogja. Mereka menjadi bagian yang mewarnai komunitas plurker maupun Cs di berbagai daerah di Indonesia dan negara-negara di seluruh dunia yang anggotanya mencapai jutaan orang.
Dibandingkan dengan komunitas di media sosial lain, komunitas plurker dan Cs sebenarnya memiliki tingkat intensitas ketemuan (kopi darat) yang tinggi. Komunitas-komunitas ini dalam banyak momen mewacanakan sebuah rencana gathering bahkan event berawal dari sebuah thread di plurk atau Couchsurfing. Dari situ respon bersambut hingga terjadilah acara gathering atau event-nya. Meski dibuat untuk kalangan komunitas sendiri, tapi tidak jarang ada teman atau komunitas yang sama dari daerah atau luar negeri yang ikut menikmati suguhan acara tersebut.
Hal itulah yang menjadi concern dari tulisan ini, bahwa meski eksklusif, ternyata ada hal positif yang bisa diambil. Selain frekuensi kopi darat atau gathering yang tinggi, intensitas silaturahmi atau kedekatan dengan komunitas yang sama dari tempat lain juga tinggi. Oleh sebab itu, bagi komunitas plurker atau Cs, tradisi saling mengunjungi dan menyambut sangat dijunjung. Hal inilah yang seharusnya bisa didorong untuk dikembangkan oleh banyak pihak untuk tujuan pariwisata.
Ketika seseorang atau rombongan komunitas mengunjungi sebuah kota seperti Yogya misalnya, tentu saja mereka ikut menyasar untuk menikmati suasana kota dan berbagai objek wisata atau event yang sedang dilaksanakan di sana. Pikiran yang sama tentu saja dialami oleh komunitas penyambut bahwa selain gathering, mereka ingin menjadi tuan rumah yang baik dengan menunjukkan kebanggaan objek wisata di kotanya ataupun di sekitarnya yang bisa dijangkau. Bisa juga dengan mengajak ke event yang sedang berlangsung.
Sambutan Prambanan yang Agung

Komunitas dan Informasi
Arti penting dari komunitas seperti Jogjaplurker dan Cs Jogja yang bisa diberdayakan untuk tujuan pariwisata adalah kapasitasnya untuk menjadi media informasi dan promosi pariwisata Yogyakarta. Hal ini tentu saja berdasarkan pada pandangan awal bahwa pilihan seseorang untuk masuk dan bergabung ke dalam suatu komunitas di media sosial dikarenakan kebutuhannya akan informasi tertentu. Kenyataannya, komunitas seperti Jogjaplurker dan Cs Jogja memang melakukan hal tersebut. Informasi mengenai event ataupun gathering, meski masih terbatas, biasanya disediakan sejak jauh-jauh hari.
Hal menarik bahwa informasi tersebut telah disampaikan sejak jauh-jauh hari memberikan ruang atau kesempatan bagi teman atau komunitas dari tempat lain untuk mempertimbangkannya. Dengan sebuah unggahan poster atau panflet event misalnya, bisa mengundang respon yang panjang di dalam sebuah thread di plurk.com atau Couchsurfing.org. Hal minimal yang bisa diambil adalah animo atau perhatian dari banyak orang dengan lintas latar belakang terhadap rencana kegiatan tersebut.

Pemerintah yang Menyambut
Yogya yang siap menyambut
Potensi inilah yang sebenarnya penting untuk didorong dan diberdayakan oleh pemerintah dalam mengundang dan menarik minat wisatawan dalam mengunjungi Yogyakarta. Tidak ada salahnya Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta ataupun Pemerintah Kota Yogyakarta menyambut berbagai komunitas berbasis media sosial ini untuk kepentingan pariwisata Yogyakarta sendiri. Pemerintah bisa memulai dengan mengajak mereka berpartisipasi dalam merencanakan maupun mengorganisir sebuah event sederhana atau sekedar gathering untuk membangun ikatan kekeluargaan yang kuat.
Dengan sambutan dari pemerintah, komunitas ini paling tidak bisa mempromosikan rencana-rencana pariwisata di Yogyakarta lebih massif daripada keterbatasan yang sebelumnya mereka alami. Jika sebelumnya, informasi diperoleh bisa jadi hanya secara insidental saja mealui browsing internet ataupun panflet yang ditemui di dinding yang kemudian dijepret kamera ponsel seadanya, kali ini bisa lebih serius karena memang berasal dari sumber informasi yaitu pemerintah.
Pada akhirnya, memang harus diakui bahwa meskipun kecil, komunitas ini memiliki peran dalam mengajak atau mempromosikan Yogyakarta sebagai tujuan wisata yang ramah. Dan dengan kapasitas yang dimilikinya dalam berjejaring, pemerintah bisa memaksimalkan potensi media sosial komunitas ini dalam promosi. Pemerintah hanya perlu mengapresiasi dan menyambut mereka.



S. Idris,
Kali Code, Desember menjelang tengah malam.

#Akhirnya menulis lagi. Insya Allah bermanfaat. 

3 comments:

Havidz [IR] said...

mantabs kawan, harus ada penambahan suasana baru, supaya tidak monoton n lebih variatif...

Anonymous said...

akhirnya terbangun dari hibernasi panjangmu bro..
wkkkkkkk

Pake banner? ikut lomba ya?

sandaljpit said...

Hahaha

Havidz, iya benar bung..
mudah2an ini berguna saja..
hehehe


Makasih banyak bro anonim..
hehehe