Pages

PEMIKIRAN POLITIK POSMODERNISME

Tuesday, May 31, 2011 | at 8:20 PM


Istilah postmodern muncul pertama kali pada wilayah seni dan digunakan Frederico de Onis tahun 1930-an sebagai reaksi atas seni modern. Namun istilah itu baru popular dan banyak digunakan setelah tahun 1960/1970-an. Istilah “Postmodern” adalah term deskiptif untuk menggambarkan apa yang datang setelah era modern. Penggunaan istilah postmodern setelah tahun 1970-an kita temukan dalam berbagai bidang yakni: seni rupa, psikologi, filsafat dan lain-lain. Istilah postmodern bahkan cenderung secara luas dengan pengertian yang agak longgar cenderung ambigu dan seakan-akan “memayungi” berbagai aliran pemikiran yang satu sma lain tidak selalu berkaitan. Kekaburan itu juga terdapat pada pemakaian awalan ‘pos’ dan akhiran ‘isme’ pada (pos-) modern (-isme) yang biasanya dibedakan dengan istilah posmodernitas. Istilah postmodern bukan bersifat ‘anti modern’, setidakya menurut sebagian teoritisi. Istilah postmodern mengandung suatu konsep yang berbeda dengan arah gerakan anti-otoritarianisme dan anti kepitalisme tahun 1960-an dan 1970-an. Pendekatan postmodern bukanlah penghapusan atas segala hal yang berbau modern dan bukan pula gerakan yang mau kembali ke masa lalu. Dengan demikian, pendekatan postmodern tidak dimulai dari lembaran kosong yang sama sekali baru.
Istilah ‘posmodernitas’ dapat pula mengacu pada satu era (periode) di mana kepercayaan pada modernitas mulai memudar. Misalnya: mulai hilangnya kepercayaan masa modern bahwa ilmu pengetahuan dapat menciptakan kemakmuran; bahwa ilmu pengetahuan akan membawa kemajuan bagi kemanusiaan (emansipasi dan progress). Hilangnya kepercayaan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi bukan hanya dapat membantu manusia untuk memenuhi keinginannya, akan tetapi juga di sisi lain menimbulkan banyak masalah dan penderitaan, seperti: kerusakan lingkungan luar biasa, perang dan ancaman nuklir, dan pembunuhan missal yang dilakukan Nazi terhadap orang Yahudi dan Serbia terhadap penduduk Bosnia. Peristiwa ini membuktikan bahwa modernitas memiliki dampak negatif. Modernitas yang diidentikkan dengan manusia yang rasional, dalam banyak hal, ternyata bertindak sangat tidak rasional.
Posmodernitas adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan realitas sosial masyarakat posindustri, sedang posmodernisme adalah realitas pemikiran yang berbeda dari modernisme. Masyarakat pasca indutri adalah masyarakat di mana ekonomi telah bergeser dari ekonomi manufaktur ke ekonomi jasa ketika ilmu pengetahuan memainkan peran sentral. Kerja bukan lagi kerja fisik, melainkan otak, di mana profesi seperti insinyur, akuntan, pengacara, dosen menjadi kelas pekerja baru. Sebagai kelas pekerja baru, mereka tidak lagi dieksploitasi seperti buruh di pabrik, melainkan diintegrasikan ke dalam sistem kapitalisme guna memperkuat fondasi kapitalisme itu sendiri. pekerjaan bagi mereka tidak lagi dilawankan dengan kenikmatan, melainkan kerja dilihat sebagai sarana pemenuhan kenikmatan (nonton bioskop, beli Calvin Klein, Versace, ikut body language, dsb).
Posmodernitas adalah babakan baru yang diwarnai dengan fenomena-fenomena sebagai berikut: (a) Negara-bangsa pecah ke unit yang lebih besar (misalnya Uni Eropa); (b) partai-partai politik besar menurun dan digantikan oleh berbagai gerakan-gerakan sosial (LSM-LSM), seperti gerakan feminis, gerakan lesbi dan homoseksual, gerakan antirasisme, gerakan etnis minoritas, gerakan buruh, yang selama ini kurang mendapat representasi di makro politik; (c) kelas sosial terfragmentasi dan menyebar ke kelompok-kelompok kepentingan yang memfokuskan pada gender, etnisitas, atau orientasi seksual. Orang tidak lagi mengatakan dirinya sebagai anggota kelas proletar yang ingin merobohkan kelas pemodal. Orang sekarang mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota kelompok kepentingan, seperti kelompok feminis, etnis, orientasi seksual, melawan hegemoni budaya patriarchal, anglo-saxon, dan heteroseksual; (e) prinsip kesenagan dan dorongan mengkonsumsi menggantikan etika kerja yang menekankan disiplin, kerja keras, anti kemalasan, panggilan spiritual (kerja = ibadah). Orang bekerja bukan karena meyakini adanya nilai yang inheren dalam kerja, melainkan semata-mata menjadikan kerja sarana pemuas dorongan kenikmatan. Prinsip kenikmatan merajarela mengalahkan prinsip realitas.

0 comments: