A. Latar belakang
Imperialisme atau yang akrab kita pahami sebagai penjajahan merupakan sebuah konsep yang dipopulerkan dalam sejarah oleh Bangsa Eropa. Bangsa Eropa melalui politik imperialisme yang dilancarkannya menjadi sangat dominan dalam menata dan mengatur jalannya sejarah dan konstalasi politik global selama berabad-abad. Mereka menaklukkan dan menguasai lebih dari separuh wilayah yang ada di muka bumi dan mendikte setiap kebijakan yang dikeluarkan di seluruh dunia. Pada masa itu, Bangsa Eropa begitu dominannya sehingga pada kenyataannnya, mereka harus bersaing satu sama lain sebagai Bangsa Eropa.
Beberapa kekuatan besar dalam bentuk negara muncul seiring penaklukan - penaklukan yang terjadi di setiap sudut di seluruh belahan dunia. Di masa - masa awal, muncul kekuatan besar Imperium Romawi dengan wilayah kekuasaan hampir seluruh wilayah Eropa, Afrika bagian Utara, dan Asia Tengah yang kemudian berdiri di urutan paling depan dalam barisan melawan tentara Islam dalam Perang Salib. Selanjutnya adalah munculnya kekuatan - kekuatan seperti Portugis dan Spanyol di masa - masa awal berakhirnya Perang Salib. Masa inilah yang menandai kebangkitan Eropa yang terus belanjut hingga hari ini. Masa ini adalah awal penaklukan wilayah - wilayah di Dunia Timur. Kedua Negara ini jugalah yang sekaligus menjadi pelopor politik imperialisme kuno, sebuah politik penaklukan yang membawa 3 (tiga) misi, yaitu : gold (pencarian kekayaan untuk negara induk di Eropa), gospel (penyebaran agama Nasrani), and glory (pembuktian akan kekuatan armada militer akan kemampuan menaklukkan dan mengukir kejayaan). Keduanya bersaing satu sama lain dalam menaklukkan dan menguasai setiap wilayah yang penuh dengan kekayaan alam.
Selanjutnya, tentu saja munculnya negara - negara seperti Inggris, Perancis, Belanda dan Jerman di abad ke-18 yang menambah ketat persaingan. Masa ini terjadi setelah renaissance, di mana Inggris dan Jerman telah menjelma menjadi kekuatan industri di Eropa. Misi mereka dalam menaklukkan wilayah adalah membangun koloni dan menguasai kekayaan alam dan pasar barang daerah taklukan dan koloninya. Negara - negara ini kemudian menjadi pencetus lahirnya model imperialism modern dengan misi seperti tersebut. Inggris yang dalam sejarah sempat menjadi negara adidaya masih memiliki pengaruh pada bekas jajahannya.[1]
Lahirnya Bangsa Eropa sebagai bangsa yang besar dengan berbagai penaklukan dan kekuasaannya di seluruh belahan dunia, tentunya tidak terlepas dari berbagai peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya. Salah satu peristiwa penting sejarah yang berpengaruh besar tehadap perkembangan dan kemajuan bangsa Eropa, khususnya mengenai motivasi untuk menaklukkan bangsa lain dan menguasai mereka dalam arti politik adalah Perang Salib. Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Perang Salib sangat berpengaruh terhadap perpolitikan di Eropa. Peristiwa ini membuka pandangan Bangsa Eropa akan ketertinggalan mereka dalam berbagai bidang. Hal yang sangat kontradiktif, mengingat bangsa kulit putih Eropa selalu beranggapan bahwa mereka adalah ras unggul dan diciptakan jauh lebih baik dibandingkan ras manapun di seluruh dunia.
Kemajuan yang terjadi di Timur Tengah dengan komando dari kaum Islam, hingga akhirnya ekspansi pasukan Islam memasuki daratan Eropa yang berakhir pada penenaklukan dan penguasaan atas Konstantinopel (ibukota Romawi Timur) membuat harga diri Bangsa Eropa seakan terinjak - injak. Hal ini memicu berbagai perubahan besar dalam sejarah Eropa, khususnya mengenai metode pengelolaan kekuasaan, maupun politik penaklukan atau imperialisme seperti apa yang telah dikemukakan di atas. Hal ini berpengaruh sangat besar terhadap perubahan paradigma Bangsa Barat mengenai Dunia Timur yang harus ditaklukkan untuk dikuasai dan dikendalikan.
Frederik Barbarossa (Kaisar Jerman), Richard Lion Heart (Raja Inggris), dan Philip Augustus (Raja Perancis), ketiga - tiganya merupakan raja - raja yang paling berkuasa di Eropa, semuanya bangkit menyatakan Perang Salib dengan mengerahkan pasukan mereka masing - masing dalam jumlahnya yang lebih besar.[2]
Asumsi dasar yang tersebut di atas selanjutnya menjadi alasan mengapa permasalahan ini di angkat untuk menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Tulisan ini akan mengulas mengenai bagaimana kondisi yang sedang berlangsung di antara dua pihak yang terlibat dalam perang, interaksi, pertentangan, hingga Bagaimana perang ini kemudian berpengaruh terhadap situasi politik di kedua belah pihak, khususnya di Eropa. Permasalahan akan lebih fokus lagi pada politik imperialisme Bangsa Eropa, sehingga judul yang tepat mungkin adalah Pengaruh Perang Salib terhadap Politik Imperialisme Negara - Negara Eropa.
Pembahasan mengenai topik dan pemasalahan tersebut menjadi penting untuk dikaji lebih jauh mengingat dalam sejarahnya, hingga kini bangsa Eropa menjadi sangat berpengaruh dalam melahirkan berbagai bentuk pemerintahan yang kemudian diaopsi oleh negara - negara di seluruh dunia. Hampir setiap negara mengadopsi sistem yang telah ditinggalkan oleh penjajah kolonial mereka. Apa yang berhasil dilakukan oleh bangsa Eropa terhadap dunia pada hari ini, tentunya tidak terlepas dari situasi yang memotivasi mereka pada masa lampau. Melalui tulisan ini, penulis mengemukakan asumsinya mengenai peran penting peristiwa Perang Salib.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Sumbangsih besar bangsa Eropa melalui berbagai ide dan konsep mengenai sistem politik dan pengelolaan kekuasaan yang begitu besarnya berpengaruh dan diterapkan di hampir seluruh negara modern di deluruh dunia tentunya tidak terlepas dari sebuah kebijakan masa lalu yang kita sebut sebagai politik imperialisme. Melalui politik imperialisme ini, bangsa Eropa mendikte dan mengatur setiap daerah yang ditaklukkannnya dengan metode pengelolaan kekuasaan yang sama dengan negara induknya di Eropa. Kondisi ini terus berlangsung hingga pada masa dekolonisasi di pertengahan abad ke-19.
Dekolonisasi yang terjadi tiba - tiba bagi sebagian besar negara bekas jajahan dan koloni, dengan rentang masa penderitaan akibat penjajahan yang berlangsung selama berabad - abad, memaksa setiap negara yang baru terbentuk untuk mengadopsi sistem dan metode pemerintahan yang lama dan telah mapan berlaku, peninggalan kolonial. Hal ini terjadi tentu saja akibat tidak pernah adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kolonial dan penjajah untuk memikirkan masa depan mereka sebagai sebuah negara-bangsa.
Merunut sejarah lebih jauh lagi ke belakang, maka kita akan mendapati bahwa imperialisme ini konsekuensi dari adanya renaissance di Eropa pada abad ke-16, yang ditandai dengan bermunculannya banyak tokoh-tokoh pemikir. Sementara itu, renaissance sendiri dapat kita simpulkan sebagai geliat intelektual Eropa akibat kesadaran ang terbangun mengenai semakin jauhnya budaya dan peradaban Islam meninggalkan budaya dan peradaban masyarakat Kristen Eropa. Secara umum dampak utama perang salib adalah menggeliatnya gelora renaissance di Barat pasca Perang Salib.[3]
Untuk memahami lebih jauh mengenai pembahasan dalam tulisan ini, berikut ini daftar rumusan permasalahan yang diangkat dan akan menjadi skema pembahasan tulisan ini hingga selesai :
1. Bagaimana kondisi sejarah yang memicu terjadinya Perang Salib dan memicu pola pikir disosiatif terhadap dunia Timur ?
2. Bagaimana pengaruh Perang Salib terhadap geliat renaissance dan memotivasi lahirnya konsep imperialisme ?
C. Pembahasan
Perang Salib adalah perang terbesar yang melibatkan kelompok atau masyarakat agama, dalam hal ini Kristen dan Islam. Entitas Kristen diwakili oleh Eropa, sedangkan entitas Islam adalah representasi Timur dengan Kesultanan Turki Utsmaniyah sebagai pemimpinnya. Pada dasarnya, Perang Salib terjadi akibat persaingan atau perseteruan dua agama samawi tersebut. Akan tetapi dalam perjalanannya kemudian, setelah keterlibatan Inggris, Perancis, dan Jerman, Perang Salib berubah menjadi pertarungan kekuasaan di antara imperium - imperium yang terlibat.
Gambaran mengenai perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diperhatikan dengan melalui dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Yang kedua, warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekuensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perang Salib sebenarnya hanya merupakan salah satu bagian di antara sekian banyak yang lain mengenai interaksi Islam dan Kristen. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah dicatat interaksi tersebut. Perluasan kekuasaan Islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah - daerah Kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah Sisilia di Italia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekuensi tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru.
Di Spanyol, bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti Islam atas Spanyol. Namun di pihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan antaragama tidak dapat dielakkan. Di masa sebelum Perang Salib, kaum Muslim, Kristen dan Yahudi di Spanyol dapat hidup berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan sebaliknya gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular.[4] Akan tetapi, tidak dapat dielakkan bahwa kehadiran Islam di Spanyol berpengaruh besar terhadap membesarnya perseteruan di antara Islam dan Kristen. Pergantian kekuasaan, tentunya akan diikuti pula oleh pergantian sistem politik dan metode pengelolaan negara dan masyarakat. Begitupula dengan budaya - budaya yang dibawa oleh penguasa yang baru, tentunya akan lebih diapresiasi dan diberi ruang aktualitas yang lebih luas.
Sebagian besar pengaruh kebudayaan Islam atas Eropa terjadi akibat pendudukan kaum Muslim di Spanyol dan Sisilia. Berasal dari sekelompok tentara pengintai Islam menyeberang dari Afrika Utara ke ujung paling selatan Spanyol pada Juli 710. Laporan kegiatan mata-mata ini menimbulkan minat baru untuk menyerang. Pada tahun 711 pasukan penyerang yang berjumlah 700 orang yang dipimpin oleh Tariq dari Bani Umayyah menyerbu Spanyol berhasil mengalahkan Roderick, raja Visigoth. Setelah menambah sekitar 500 orang lagi tentara Arab berhasil menaklukkan hampir seluruh semenanjung Iberia.
Pada tahun 750 kekaisaran Islam di bawah kendali Bani Umayyah jatuh di tangan Bani Abbasiyah. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Oleh karena berpusat di timur, maka mereka kesukaran mengendalikan provinsi di sebelah barat. Seorang pangeran muda dari Bani Umayyah berhasil melarikan diri dari Maroko ke Spanyol. Di sana ia bergabung dengan salah satu faksi yang tengah bentrok, dan atas kepemimpinannya mereka menggapai kemenangan. Pada tahun 756 ia bergelar Khalifah Abd al-Rahman I dengan pusat pemerintahan di Cordoba.[5]
Keberadaan negara atau wilayah tersebut tentunya tidak lepas dari berbagai gerakan-gerakan politik di dalamnya. Gerakan politik pertama muncul pada akhir pemerintahan Ustman bin Affan yang ditandai dengan kemunculan Abdullah bin Saba’. Gerakan politik ini selalu melekat pada pemerintahan Islam di sepanjang sejarah, termasuk di Spanyol Islam. Intrik-intrik ini membuat Spanyol Islam mengalami pasang surut. Dunia Kristen Latin juga merasakan pengaruh Islam melalui Sisilia. Serangan pertama ke Sisilia terjadi pada pertengahan abad ke-7 di kota Sisacusa. Akan tetapi pendudukan orang-orang Arab di Sisilia tidak berlangsung lama. Kebangkitan kembali Kerajaan Byzantium mengakibatkan berakhirnya semua pendudukan atas wilayah-wilayah penting.
Pada tahun 1055 tentara Turki mulai menyerang ke arah barat, yaitu kekaisaran Byzantium dan Syiria. Mereka selanjutnya menguasai Yerusalem pada tahun 1070 melalui serangan yang dipimpin oleh Alp Arselan. Dengan demikian daerah yang bertetangga dengan dunia Kristen dikuasai oleh orang Islam militan. Orang-orang Kristen yang dahulu dapat berziarah ke Yerusalem secara bebas mulai diganggu oleh orang-orang Turki. Pada abad 11 orang-orang yang hendak berziarah membentuk kelompok-kelompok besar lengkap dengan perlindungan militer. Dr. Badri Yatim, M.A. menyebutkan bahwa peristiwa tersebut menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap umat Islam.[6]
Sementara itu, kemarahan yang timbul akibat jatuhnya Yerussalem ke tangan tentara Islam mengubah pola interaksi Islam dan Kristen secara ekstrem. Misi pekabaran Injil mulai dihubungkan dengan ekspedisi militer. Memasuki abad 11 gereja mulai melibatkan para bangsawan yang gemar berperang untuk menyerang musuh-musuhnya. Musuh-musuh di sini adalah orang Islam dan para bidat. Dengan demikian gereja mengatur peperangan dan menjamin kedamaian, ketenteraman, serta keadilan. Para bangsawan diberi etos khusus agar memakai keahliannya demi iman dan gereja. Mereka menjadi tentara Kristen atau ksatria Kristen. Paus mengobarkan semangat mereka dan memberi jaminan pengampunan dosa. Paus berambisi untuk menggabungkan gereja timur ke dalam kekuasaannya dan mengusir orang Islam dari Baitul Maqdis . Pada tahun 1050 dimulailah sebuah gerakan yang kemudian dikenal sebagai perang suci atau Perang Salib. Disebut Perang Salib karena para ksatria menggunakan lambang salib dari kain merah pada bahu dan dada sebagai tanda.
Perkembangan Peradaban Islam dan Berubahnya Persepsi Barat
Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem, yang berada jauh di Timur sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Orthodox Timur.
Sementara itu, Arab atau dunia Islam telah semakin majunya dengan perkembangan ilmu pengetahuannya. Satu hal yang menarik di dunia Islam adalah bahwa mereka menerima kehidupan social yang multicultural. Mereka member perlindungan bagi budak - budak dan orang - orang Yunani yang lari dari pengejaran orang - orang Romawi.
Pada abad kesembilan orang Arab mulai bersentuhan dengan sains dan filsafat Yunani. Hubungan ini membuahkan hasil berupa kemajuan kultural yang, menurut orang Eropa, dapat dilihat sebagai penghubung antara zaman Renaisans dan zaman Pencerahan. Sebuah tim penerjemah, kebanyakan beranggotakan orang Kristen Nestorian, menerjemahkan naskah-naskah Yunani ke dalam bahasa Arab dan berhasil melaksanakan pekerjaan yang brilian. Kaum Muslim Arab kini bisa mempelajari astronomi, kimia, kedokteran dan matematika dengan sangat gemilang sehingga selama abad kesembilan.[7]
Peradaban Islam pada abad ke –11 tengah mengalami kemajuan yang sangat pesat di hampir dalam segala bidang. Bukan saja arsitektur yang megah melalui bangunan-bangunan mesjid yang luarbiasa indahnya menjadi simbol bangkitnya peradaban Islam dewasa itu, namun di bidang Ilmu Pengetahuan, Astronomi, Filsafat dan Medis pun Islam pernah menjadi parameter dunia. Munculnya nama-nama besar seperti Averoes (Ibn Rush) sang Filosof yang karya terjemahan dan komentarya terhadap karya Filosof Yunani Aristoteles dipakai oleh para teolog Barat seperti Thomas Aquino, atau sang Dokter ternama Ibn Sinna (Avicienna) yang karyanya digunakan cukup lama di sekolah-sekolah kedokteran Eropa. Bangkitnya peradaban dibarengi dengan perluasan kekuasaan Islam. Hingga Abad ke-11 Islam telah menguasai wilayah-wilayah kekaisaran Byzantinum seperti Suria, Mesir bahkan seluruh daerah Afrika Utara (sampai Marroko). Perluasan kekuasaan ini kearah barat sampai ke Spanyol Selatan dan kearah timur, Islam menguasai wilayah-wilayah seperti Rusia bagian selatan (Transoxania) bahkan telah menguasai Asia Tengah sampai ke Afganistan.
Dalam kurun waktu kurang dari satu abad, kekuasaan Islam telah melampaui tiga kali luas Kerajaan Romawi. Keberhasilan ini, menurut para sejarahwan tidak lain berkat ajaran yang menganjurkan penyebaran doktrin Islam (mission atau dakwah), sebagai sebuah grlora iman yang menghiasi diri para penganutnya.[8]
Bagi Eropa kenyataan ini melahirkan kekaguman di satu pihak dan ketakutan di pihak lain. Ada pemahaman bahwa Islam telah menguasai separuh gndunia. Penguasa dan pimpinan agama Kristen di Eropa hampir kehilangan nyali menghadapi kekuatan Islam yang bangkit pada masa itu. Islam dilihat sebagai bahaya yang mengancam eksistensi Eropa secara budaya maupun religi. Keberhasilan penguasa Eropa untuk merebut kembali wilayah-wilayah Spanyol selatan seperti Toledo tahun 1085 dan Sisilia tahun 1091 melahirkan kepercayaan diri yang baru akan kekuatan Eropa untuk menghadapi kekuatan Islam.[9]
Faktor lainnya adalah keberadaan Yerusalem. Sebelum perang salib yang pertama (sampai awal abad ke-11), Yerusalem berada dibawah kekuasaan Islam dalam hal ini dinasti Fatimiyya. Meskipun demikian Yerusalem masih menjadi tempat Ziarah yang paling populer bagi umat Kristen Eropa secara khusus pada abad ke-11. Pelaksanaan ziarah ke Yerusalem diberitakan mengalami gangguan dari pihak-pihak perampok. Dengan kata lain keamanan pelaksanaan ziarah ke kota suci tidak dapat lagi dijamin. Hal ini dilihat oleh pimpinan Gereja Katolik Roma untuk bentindak memberi keamanan kepada para peziarah bukan dengan cara damai melainkan dengan kekerasan yakni perang untuk merebut kota suci tersebut.
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci (Church of The Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.
Sementara itu, merasa terancam akan ekspansi dan perluasan wilayah taklukan dan kekuasaan pasukan Islam, Kaisar Byzantium, Alexius I, memohon bantuan kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium menahan laju invasi tentara Muslim masuk ke dalam wilayahnya. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dalam Pertempuran Manzikert tahun 1070, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Muslim Seljuk pimpinan Alp Arselan. Kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Sebenarnya, pada tataran ini, konflik yang terjadi karena tumbuhnya prasangka, kecurigaan, stereotyping yang lahir dari bentuk kesalahpahaman pada masing - masing pihak.[10] Akan tetapi pada masa itu, terjadi pertentangan yang sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox Timur. Meski demikian, Alexius I tetap mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Sejarah panjang kehilangan wilayah dari musuh religius dan perlakuan atas saudara se-iman masyarakat Kristen Eropa tentunya menjadi motivasi kuat dalam merespon seruan Kaisar Alexius I, untuk melakukan perang suci mempertahankan kristen dan mendapatkan kembali tanah yang hilang.
Akhirnya, setelah melihat kemungkinan menyatukan kembali kristen, mengangkat kepausan dan mungkin menjadikan daerah timur berada dalam kendalinya, Paus menyanggupi dengan respon yang amat besar, akan tetapi hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi juga untuk merebut kembali Yerusalem.
Selanjutnya adalah dimulainya peperangan terbuka di antara kedua belah pihak. Berikut ini beberapa peperangan penting yang menentukan sejarah interaksi dunia Barat dan Timur di masa - masa Perang Salib :
1. Perang Salib I (1095-1099)
2. Perang Salib II (1147-1149)
3. Perang Salib III (1189-1192)
4. Perang Salib IV (1202-1204)
5. Perang Salib V (1218-1221)
6. Perang Salib VI (1248 - 1254)
7. Perang Salib VII (1270)
Selama masa perang yang berlangsung hampir dua ratus tahun itu, terjadi banyak hal dan perubahan konstalasi dengan kedua kubu, baik pasukan Islam maupun Kristen saling bergantian dalam menguasai suatu wilayah, apalagi wilayah - wilayah sengketa seperti Yerussalem, Konstantinopel, dan Tripoli. Masa - masa akhir Perang Salib ditandai dengan semakin menguatnya posisi Pasukan Islam, ditandai dengan pendudukan kembali Yerussalem oleh tentara Islam setelah dikuasai oleh tentara Kristen selama lima puluh tahun.
Pada tahun 1262 pasukan Islam di bawah Sultan Baybars membangkitkan massa Saladin untuk kembali ke Asia Barat. Sebuah kota dan benteng yang dikuasai oleh tentara Salib direbutnya kembali, sehingga pada tahun 1286 kota Jaffa dapat juga ditaklukkan. Penyerangan berikutnya diteruskan ke Utara untuk merebut Antiokhia. Pada tahun 1289 Tripoli di Lebanon direbutnya juga. Pada tahun 1291 Akko, sebuah kota terpenting kekuatan tentara Salib, dapat ditaklukkannya. Sejak saat itu masa tentara Salib habis di seluruh benua Timur.[11]
Apa yang terjadi selanjutnya adalah penguasaan dunia Islam terhadap Laut Tengah dengan kendali penuhnya atas pelabuhan dagang Konstantinopel. Hal ini sekaligus menutup akses pedagang dan kapal - kapal Eropa untuk masuk dan berdagang di Kostantinopel. Kalaupun ada yang mendapatkan izinnya, mereka tentunya akan berdagang dengan biaya yang sangat mahal.
Renaissance dan Imperialisme Eropa
Telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu dampak dari kekalahan tentara Kristen Eropa dalam Perang Salib adalah menggeliatnya renaissance. Interaksi yang berlangsung lama dan intens, walaupun dibumbui oleh sentiment di antaranya masing - masing, tetap dapat member sumbangan positif bagi bangsa Eropa. Pada saat itu, tampak terjadi saling tukar ilmu pengetahuan antara Kristen dandunia Islam. Walaupun benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, akan tetapi, penyerapan ilmu pengetahuan di bidang - bidang sains, pengobatan dan arsitektur lebih ekstensif dan intensif diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa Perang Salib.
Sementara itu, trauma akibat masa perang yang panjang dan banyaknya korban, memicu dunia Islam untuk cenderung menarik diri dari perhelatan politik dunia. Puncaknya tentu saja ketika kekhalifahan Turki Utsmaniyah tumbang dengan drastic di tahun 1924. Serangan yang dating dari berbagai arah menyebabkan dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitif dan defensif dan tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia.
Kodisi kontradiktif yang terjadi di antara kedua entitas ini pada akhirnya berujung pada kesenjangan yang terjadi di antara mereka. Eropa begitu majunya dengan berbagai penemuan dan ide - ide filsafat baru, sedangkan dunia Islam stagnan di suatu posisi yang nyaman menurutnya. Suatu posisi yang kemudian dapat disusul dan dilampaui oleh bangsa Eropa dengan peradabannya di masa - masa selanjutnya.
Dalam waktu singkat, bangsa Eropa telah mampu berdiri sendiri dengan berbagai kemajuan yang dialaminya dalam bidang - bidang seperti teknologi pelayaran, pertanian, sampai pada matematika, astronomi, kedokteran, logika, dan metafisika. Faktanya adalah bahwa Perang Salib membawa kemajuan sosial bagi masyarakat Barat. Rakyat Eropa yang saat itu berperadaban rendah, mulai mengenal kecemerlangan peradaban umat Islam dan mereka mulai mempelajari ilmu dan peradaban dari rakyat muslim. Orang - orang Kristen mengambil manfaat dari kemajuan peradaban dan kesenian umat Islam tetapi permusuhan bersejarah fanatisme Kristen dengan Islam Timur tidak pernah berkurang.
Infiltrasi dunia Kristen terhadap Islam hanya terbatas pada sebagian budaya agama dan perang, tetapi dunia Islam melakukan berbagai infiltrasi dalam dunia kristen. Sebaliknya, dari Islam, Eropa mengadopsi makanan, minuman, obat-obatan, kedokteran, persenjataan, selera dan kecenderungan seni, metode industri dan perdagangan, undang-undang, dan metode kelautan.[12]
Kemajuan - kemajuan yang telah dicapai tersebut memberi motivasi bagi orang - orang Eropa dan terdorong untuk mencari sendiri jalan ke Timur Jauh, daerah penghasil rempah-rempah dan kain sutra. Hal ini mereka lakukan supaya tidak bergantung lagi pada dunia Islam.
Masa - masa inilah yang kemudian disebut sebagai renaissance, yaitu suatu masa di mana terjadi peralihan antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru yang diilhami oleh kebudayaan Eropa Klasik (Yunani dan Romawi) yang lebih bersifat duniawi. Kebayakan dari para ahli sejarah sepakat bahwa renaissance berawal di Italia. Setelah runtuhnya Romawi Barat tahun 476 M, Italia mengalami kemunduran. Kota - kota pelabuhan menjadi sepi. Selama abad 8-11 perdagangan di Laut Tengah dikuasai oleh pedagang muslim. Sejak berlangsung perang salib (abad 11-13) pelabuhan-pelabuhan di Italia menjadi ramai kembali untuk pemberangkatan pasukan perang salib ke Palestina. Setelah perang salib berakhir pelabuhan-pelabuhan tersebut berubah menjadi kota dagang yang berhubungan kembali dengan dunia timur. Maka muncullah republik dagang di Italia seperti Genoa, Florence, Venesia, Pisa di Milano. Kota-kota ini dikuasai oleh para pengusaha serta pemilik modal yang kaya raya atau golongan borjuis. Mereka mendorong terjadinya pendobrakan terhadap pola - pola tradisional dari abad pertengahan.
Salah satu pengaruh Perang Salib yang di masa berikutnya berpengaruh terhadap perkembangan imperialisme adalah andilnya terhadap kemerosotan tingkat kepercayaan umat kristiani terhadap gereja katolik Roma, yang diakibatkan oleh pembenaran Paus terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Yerusalem maupun daerah kekaisaran Byzantium (gereja Eropa timur). Selama beberapa abad berbagai usaha melawan penindasan negara-gereja mengalami kegagalan.
Gerakan Renaissance bersamaan waktunya dengan pagelaran imperialisme Barat secara besar-besaran. Pelaku dan korban lebih dari satu. Sesungguhnya imperialisme Barat sudah ada sejak lama, tetapi perkembangan yang pesat terjadi sejak abad ke-16. Perkembangan teknologi pada masa itu, khususnya pelayaran dan persenjataan, membangkitkan hasrat beberapa bangsa Barat menjelajah dan menjajah ke seantero dunia.[13]
Beberapa kelompok menolak dan tidak sepaham dengan kebijakan Paus untuk melakukan Perang Salib. Mereka mengkritiknya sebagai sebuah tindakan yang tidak manusiawi dan mengingkari ajaran Kristus. Kelompok iniadalah penganut humanisme yang perannya tentu tidak bias diabaikan dalam melahirkan gerakan renaissance. Selama Perang Salib, mereka tidak terlibat dalam peperangan, akan tetapi menghabiskan waktu dengan mengabdikan hidupnya untuk mempelajari dan mendalami buku-buku karya Pusataka Klasik antara lain buah pikiran Sokrates, Plato dan para filsuf Yunani yang lain. Kaum Humanis terdiri dari sastrawan, seniman, ahli agama/teologi., guru kaum borjuis, orator (ahli pidato) dan sebagainya. Mereka adalah penganut sekularisme dan peranan mereka sama besarnya dengan para borjuis dalam menggaungkan renaissance. Orang -orang dari kelompok inilah yang berpengaruh dalam geliat intelektual Eropa dengan melahirkan berbagai konsep social- politik Pasca-Abad Pertengahan.
Kebangkitan Barat selanjutnya mendorong mereka keluar dan mencari “dunia lain” untuk ditaklukan. Kemenangan yang diraih Portugis tahun 1267 dan Spanyol terhadap kaum Muslim Arab pada 1492 mengangkat motivasi mereka. Rasa percaya diri sebagai manusia unggul bangkit, tetapi pada saat bersamaan dunia Barat sedang terancam oleh gerak maju bangsa Timur lain yaitu Muslim Turki ke bagian timur dan tenggara Eropa. Dengan demikian penjajahan ke seberang lautan masuk pula dalam agenda Renaissance. Adapun semboyan imperialisme Barat adalah gold (mencari kekayaan), gospel (menyebar pengaruh berupa nilai-nilai yang dianut Barat) dan glory (mencari kehormatan).[14]
Maka dimulailah penjelajahan ke dunia Timur dengan prakarsa Portugis dan Spanyol. Penaklukan dilakukan di setiap wilayah yang disinggahi dengan spirit gold, gospel, amd glory tersebut. Inilah awal mula praksis konsep imperialisme Barat dan berlangsung hingga pertengahan abad ke-20. Imperialisme Barat berlangsung dengan begitu kuatnya hingga mempengaruhi setiap sendi - sendi kahidupan social masyarakat di tiap - tiap wilayah taklukannya. Hingga kini, dapat dirasakan bagaimana konsep - konsep Barat begitu mencekoki alam pikiran bawah sadar manusia di seluruh dunia.
D. Kesimpulan
Sejarah politik imperialisme Barat tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan berbagai kondisi yang melatarbelakanginya. Imperialisme seakan merupakan aksi arogansi dan pelampiasan dendam bangsa Eropa atas kekalahan memalukan dalam perang yang berlangsung selama hampir dua abad tersebut. Dan dari sekian banyak factor, peristiwa Perang Salib dan geliat renaissance di Eropa mendapat porsi yang begitu besar akan perannya dalam memupuk persepsi baru mengenai Dunia Timur yang harus ditaklukkan.
Perang Salib memicu dua hal, yaitu berubahnya persepsi dunia Barat terhadap dunia Timur, khususnya Islam sebagai kelompok atau golongan yang harus diwaspadai. Hal ini mengingat kekuatan Islam yang begitu besar akibat kemajuan yang diperolehnya dalam tempo singkat dan mampu bertahan sangat lama. Interaksi yang intens memberi keuntungan bagi Eropa dalam hal transfer pengetahuan dari Timur. Hal ini membangunkan Eropa dari peradabannya yang rendah menatap kemajuannya, seperti yang kita saksikan sekarang. Kedua, bahwa Perang Salib tanpa sadar telah melahirkan kelompok borjuis yang mampu membangun peradaban kota dagang dan kelompok penganut humanisme yang menolak perang dan memikirkan sistem social politik alternative yang sekular di masa berikutnya agar bisa diterapkan di Eropa. Dua hal yang kemudian meledakkan sebuah aktivitas intelektual yang disebut sebagai renaissance.
Imperialisme menjadi konsekuensi bagi renaissance karena kedua alasan itu pula (persepsi baru atas dunia Timur dan geliat kemajuan Barat). Hubungan pasca-Perang Salib di antara Islam dan Eropa memaksa Eropa untuk melepaskan ketergantungan pasokan kebutuhannya dari dunia Islam. Maka dimulailah penjelajahan ke Timur, dengan membawa misi gold, gospel, amd glory, sesuatu yang tidak mungkin terjadi jika terus mengandalkan pasokan kebutuhan dari dunia Islam.
E. Daftar Pustaka
BUKU
Armstrong, Karen.2002. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-Orang Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4.000 Tahun.MIZAN.Bandung.
Djaelani, Abdul Qadir.2006.Pertarungan Marathon : Yahudi dan Kristen dengan Islam Abad VII - XXI.Rabitha Press.Jakarta.
Shihab, Alwi.2004.Membedah Islam di Barat. Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman. Gramedia.Jakarta.
Watt, Montgomery.1995. Islam dan Peradaban Dunia. Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, Gramedia.Jakarta.
JURNAL
Jurnal Politik Internasional GLOBAL, Vol.9 No.2 Desember 2007-Mei 2008, Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia.
INTERNET
http://swaramuslim.net/ebook/html/013/index4.php?page=04-03 http://swaramuslim.com/ebook/html/013/index2.php?page=02-01
[1] http://detikislam.com/2008/09/24/memahami-keseimbangan-kekuatan-adidaya/ diakses pada tanggal 4 februari 2009 pukul 13.59
[2] Abdul Qadir Djaelani.2006.Pertarungan Marathon : Yahudi dan Kristen dengan Islam Abad VII - XXI.Rabitha Press.Jakarta. hal.127.
[3] http://iqbalsandira.blogspot.com/2009/01/akibat-perang-salib.html. diakses pada tanggal 4 februari 2009 pukul 14.05.
[4] Montgomery Watt.1995. Islam dan Peradaban Dunia. Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, Gramedia.Jakarta.hal. 68.
[5] http://www.indonesiaindonesia.com/f/11902-perang-salib-implikasinya/ diakses pada tanggal 4 februari 2009 pukul 13.30.
[6] http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama/ diakses pada tanggal 4 februari 2009 pukul 13.59.
[7] Karen Armstrong.2002. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-Orang Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4.000 Tahun.MIZAN.Bandung.hal.17.
[8] Alwi Shihab.2004.Membedah Islam di Barat. Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman. Gramedia.Jakarta.hal.44.
[9] Op.cit (Watt).hal. 82.
[10] Ade Armando,”Dialog Antarbudaya Sebagai Jawaban dan Persoalan - Persoalan Yang Menghadangnya”, Jurnal GLOBAL, Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia, Vol.5 No.2 Mei 2003- Desember 2003.hal.1.
[11] http://www.indonesiaindonesia.com/f/11902-perang-salib-implikasinya/ diakses pada tanggal 4 februari 2009 pukul 13.30.
[12] http://www.mail-archive.com/islamkristen@yahoogroups.com/msg45670.html diakses pada tanggal 4 februari 2009 pukul 14.03.
[13] http://swaramuslim.net/ebook/html/013/index4.php?page=04-03 diakses pada tanggal 9 februari 2009 pukul 15.03.
[14] http://swaramuslim.com/ebook/html/013/index2.php?page=02-01 diakses pada tanggal 9 februari 2009 pukul 15.03.
0 comments:
Post a Comment