Pages

PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES

Tuesday, May 31, 2011 | at 8:11 PM


Thomas Hobbes dalam pemikirannya adalah salah satu yang memberikan sumbangan kepada system pemerintahan pada masa sekarang. Ketaatan akan mereka yang berkuasa seperti yang tekankan oleh John Locke membuat kita sadar pentingnya perwakilan dalam memerintah dan tunduk padanya.
Pemikiran Hobbes yang membuat di terkenal adalah Leviathan atau commenwelth Pemikiran Hobbes yang penting adalah mengenai social contract (perjanjian bersama, perjanjian masyarakat, kontrak sosial). Perjanjian ini mengakibatkan manusia-manusia bersangkutan menyerahkan segenap kekuatan dan kekuasaannya masing-masing kepada seseorang atau pada suatu majelis. Gerombolan orang yang berjanji itu pun menjadi satu dan ini bernama Commonwealth atau Civitas. Pihak yang memperoleh kekuasaan itu mewakili mereka yang telah berjanji. Jadi menurut Hobbes, isi perjanjian bersama itu mengandung dua segi: pertama, perjanjian antara sesama sekutu, sehingga tercipta sebuah persekutuan, dan kedua, perjanjian meneyerahkan hak dan kekuasaan masing-masing kepada seseorang atau majelis secara mutlak. Menurutnya, penguasa dapat mempergunakan segala cara termasuk kekerasan untuk menjaga ketentraman yang dikehendaki di awal. Walaupun Hobbes mengatakan bahwa penguasa dapat berupa majelis, tetapi ia lebih suka melihatnya berada di tangan satu orang karena seseorang akan dapat berpegang terus pada satu kebijakan dan tidak berubah-ubah karena banyaknya pemikiran seperti dalam majelis. Walaupun menurutnya kekuasan bersifat mutlak, tetapi ada beberapa hal yang membolehkan rakyat untuk menentangnya.
Civil society sudah menjadi mantra baru dalam konstelasi politik kontemporer. Tak dimungkiri ramifikasi gagasan civil society sudah sedemikian luas, dari aras liberalisme yang di cetuskan oleh Hobbes .Hobbes menggambarkan kondsi pra-sosial atau keadaan alamiah yang diliputi ketidakpastian. Khususnya Hobbes, keadaan alamiah adalah perang sehingga terkenallah ungkapannya, ‘perang semua melawan semua.’ Ia menggambarkan keadaan alamiah di mana manusia secara ekstrem individual mutlak dan hidupnya diliputi konflik. Ini menandai keretakan atau diskontinuitas dengan keyakinan nilai moral tradisional, yakni relativisme moral dan pengedepanan nilai-nilai pasar. Kedaulatan mutlak individu dan etika yang didasarkan pada kepentingan diri membutuhkan bangunan Negara yang kuat untuk menjamin keamanan, kepastian relatif, dan kemungkinan antisipasi bagi hadirnya civil society. Pergeseran dari kondisi alamiah menuju civil society ini dicapai melalui tegaknya “Leviathan” atau “mortal God” yang bernama Negara. Bagi Hobbes fungsi normal civil society – produksi dan pemerolehan property baik akumulasi modal aupun ekspansi pasar, budaya, seni, dan hal-hal umum yang dibutuhkan dalam kehidupan – tergantung pada Negara yang kuat. Artinya negaralah yang membuat eksistensi civil society menjadi mungkin.Hobbes memandang Negara mengungguli civil society dan prasyarat terbentuknya civil society adalah Negara.
Liberalisme modern dengan demikian dapat dilacak dalam individualisme metodologis Hobbes. Oposisi dalam paham liberal antara Negara dan civil society diteorisasikan pada era ekspansi pasar, transformasi ekonomi, dan munculnya kelas sosial baru di Eropa. Individualisme metodologis Hobbes setidaknya tampak dalam dua hal: pertama, seluruh badan korporasi bersifat artifisial dan konvensional; dan kedua, realitas secara hakiki bersifat individual. Kebebasan dan kekuasaan selalu berada dalam “satu paket” karena kebebasan akhirnya dimengerti sebagai “tiadanya oposisi eksternal atau halangan-halangan eksternal.” Individu-individu atomis adalah halangan eksternal, pula Negara menjadi semacam “external impediment” yang mengancam kebebasan individu. Maka, Negara dalam konsepsi politik liberal, lahir sebagai buah persetujuan antarindividu dan kekuasaannya legitim sejauh ia merupakan kepanjangan tangan dari persetujuan individu-individu. Di sini tampak kaitan logis dan metodologis antara individualisme atomistik dengan konstitusionalisme liberal. Ini berarti konsepsi state of nature dari Hobbes, sampai pada sebuah kesimpulan yang sama tentang hubungan Negara dan civil society karena koneksi ontologisme antara individualisme dan kepemilikan (hak milik pribadi).
Hobbes juga berpendapat bahwa nilai itu bersifat subjektif.Yang baik dan yang buruk semata-mata bergantung pada pendapat masing-masing.Oleh sebab itu baik buruk itu adalah pula soal pribadiDisamping itu ia juga mengugkapkan bahwa adalah menjadi fitrah manusia untuk berselisih,bertengkar dan cekcok sesamanya.
Pemikirannya tentang Perjanjian memberikan masukan bagi system pemerintahan sekarang.dengan dibentuknya majelis perwakilan atau parlemen.Tetapi pemikirannya tentang kepatuhan kepada majelis secara mutlak membuat system itu dapat berjalan dengan baik seperti yang telah dilakukan banyak Negara di dunia.

2 comments:

Anonymous said...

good job! artikelnya ngebantu bgt, lg ngerjain tugas kuliah :) boleh saya copy paste? terima kasih sebelumnya

sandaljpit said...

Sippp..
silahkan.
tp, sebaiknya berilah sedikit kehormatan bagi penulisnya agar kita sama2 ridho'.
hehehe