Pages

ASEAN Community: We Feeling dan Tantangan bagi Indonesia

Friday, May 11, 2012 | at 8:13 PM

Menjelang Informal ASEAN Ministerial Meeting, kembali mengemuka wacana mengenai ASEAN Community yang dicita-citakan terbentuk dan berlaku pada tahun 2015. Pertanyaan besar yang belum terjawab adalah bagaimana kesiapan negara-negara anggota ASEAN untuk menuju kesana? Lebih jauh, pertanyaan besar mengenai bagaimana peran Indonesia dalam posisinya sebagai pemimpin ASEAN 2011 ikut mengemuka.
Untuk mempersatukan keragaman yang dimiliki oleh setiap negara anggotanya, ASEAN Community 2015 dirancang untuk dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu Economy Community, Security Community, dan Socio-Cultural Community. Dengan demikian, ASEAN Community akan menjadi komunitas regional besar dengan bidang cakuan yang sangat luas, jauh lebih luas dibandingkan Uni Eropa yang berbasis pada Masyarakat Ekonomi Eropa yang melandasinya ketika pertama kali terbentuk.
Dalam perjalanannya yang hampir setengah abad sejak didirikannya pada tahun 1967, ASEAN mampu mengambil peran besar sebagai pengikat negara-negara di regional Asia Tenggara. Hasilnya adalah pembangunan, tingkat kemakmuran yang membaik, dan stabilitas regional yang terkontrol. Atas dasar keberhasilan capaian-capaian inilah kemudian negara-negara ASEAN bertekad untuk lebih memperkuat dan melembagakan dirinya dalam cakupan yang lebih luas dalam bentuk ASEAN Community pada tahun 2015 mendatang.

Tantangan-Tantangan
Terbentuknya ASEAN Community, tentunya akan semakin mempertegas kebangkitan Asia dalam peta ekonomi politik global menyusul kedigdayaan ekonomi China, India, dan tentu saja Jepang yang telah bangkit lebih dahulu.
Sekarang tinggal bagaimana ASEAN, dalam hal ini negara-negara anggotanya berkomitmen untuk menerapkan setiap kesepahaman yang dihasilkan dalam setiap pertemuan yang diadakan oleh ASEAN. Menurut Dr. Makarim Wibisono dalam Seminar Tantangan Kepemimpinan ASEAN dalam Perspektif Indoneia di UGM, ada sekitar 600 sidang yang masuk dalam agenda kegiatan ASEAN dalam setahun. Dalam keseluruhan pertemuan atau sidang yang telah diadakan, paling tidak menghasilkan sebuah kesepahaman yang menuntut untuk segera ditindaklanjuti sebagai bagian dari komitmen tersebut, baik itu dalam bentuk deklarasi, resolusi, maupun piagam.
Kendala internal justru muncul dalam bentuk masalah implementasi berbagai kesepahaman tersebut. Kita bisa melihat bagaimana AFTA yang diharapkan menjadi penopang Economy Community masih tertatih dan bebebrapa negara terlihat masih menutup akses dan melakukan proteksi terhadap produk-produk terbaiknya, ketika pasar Indonesia telah dibuka lebar. Begitupula dengan ASEAN Regional Forum sebagai mekanisme keamanan kawasan yang diharapkan menjadi pilar Security Community, justru tidak mampu menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi di antara negara-negara anggotanya. Sebagai contoh, kasus candi di perbatasan Kamboja-Thailand yang malah berakhir ke International Court of Justice karena lambannya penanganan di tingkat ASEAN. Belum lagi saling klaim budaya antara Indonesia dan Malaysia yang sering memicu ketegangan di kalangan masyarakat kedua negara. Begitupula dengan sengketa-sengketa lain di bidang lain yang dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian, walaupun kita menyakini ada usaha yang telah dilakukan, yang dapat memicu berbagai prasangka di antara negara-negara anggota ASEAN dan dikhawatirkan dapat menghambat terwujudnya ASEAN Community 2015.
Kendala-kendala tersebut belum termasuk masalah-maalah dalam negeri di setiap negara anggota yang masih berkutat pada masalah sosial, seperti kemiskinan, demokrasi, dan masalah  disintegrasi yang terjadi hampir di seluruh negara anggota ASEAN. Begitupula di tingkatan yang lebih tinggi di Asia, di mana China, India dan Jepang semakin kukuh dalam berbagai bidang.

We Feeling
Bagi negara-negara ASEAN, bangkit bersama dalam ASEAN Community bisa mempercepat langkah mereka untuk menyusul ketiga negara pemain kunci dalam ekonomi politik Asia tersebut. Dengan luas wilayah 4,46 juta km2 dan jumlah penduduk hampir mencapai 600 juta jiwa (8,8% dari jumlah penduduk dunia), ASEAN menjadi sangat potensial untuk menjadi kelompok regional yang berpengaruh dalam menentukan peta ekonoomi politik global, mengingat pasarnya akan diincar oleh negara-negara lain. Di situlah ASEAN bisa menawarkan kepentingannya dalam menentukan arah peta ekonomi politik global.
Demi mewujudkan ASEAN Community, setiap negara anggota sudah sepantasnya untuk membangun apa yang disebut “rasa kekitaan” atau yang kita kenal sebagai We Feeling dalam istilah ASEAN. We Feeling sangat mutlak sebagai spirit sekaligus prasyarat bagi pembentukan ASEAN Community.
Hambatan-hambatan dalam implementasi berbagai kesepahaman selama ini terjadi karena segala hal tersebut hanya terhenti pada ranah proses politik. Sementara itu, dibutuhkan proses inteaksi sosial sebagai tindak lanjut dari proses politik tersebut. Proses interaksi sosial dalam hal ini adalah bagaimana masyarakat atau orang-orang dari setiap negara ASEAN bisa bertemu, berinteraksi dan saling menyapa dengan meninggalkan identitas nasional mereka dan merasakan dan mengatakan dengan bangga bahwa “kami adalah ASEAN”. Proses inilah yang akan membangun kokoh fondasi We Feeling.

Key-Role Indonesia
Dalam konteks ini, Indonesia, selain sebagai pemimpin ASEAN 2011 juga mengingat tingkat interaksi masyarakat Indonesia yang besar karena jumlah penduduknya yang mencapai sepertiga jumlah penduduk ASEAN, dituntut untuk berperan maksimal.
Di tingkat nasional, Pemerintah Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk melakukan sosialisasi mengenai ASEAN Community kepada sekitar 200 juta penduduknya dengan mempromosikan We Feeling yang akan mendorong integrasi ASEAN nantinya. Prakarsa Indonesia dalam sosialisasi ASEAN Community di dalam negerinya akan semakin kuat jika ditindaklanjuti dengan promosi kepada seluruh negara-negara ASEAN untuk melakukan hal yang sama di negara mereka.
Peran strategis Indonesia dalam mendorong tahapan-tahapan ini sangat diharapkan mengingat pengalaman-pengalaman masa lalu dan tentu saja nama besar Indonesia jugalah yang mendorong prakara terbentuknya ASEAN hampir separuh abad silam.
Inilah kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk kembali ke pentas global dan memainkan peranannya seperti di masa lalu.


*Tulisan ini merupakan refleksi dari Kuliah Perdana Pascasarjana Hubungan Internasional UGM yang saya ikuti pada bulan September 2011..

#Setelah sekian lama absen, akhirnya memulai lagi..

0 comments: