Kondisi negara yang berada dalam keadaan darurat kembali diberlakukan oleh Presiden Pervez Musharraf karena meningkatnya eskalasi krisis politik yang diawali ketika Musharraf mencoba memecat Ketua Mahkamah Agung (MA) Iftikhar Muhammad Chaudhry pada Maret lalu. Kemudian Musharraf membekukan undang-undang dasar, memecat sebagian besar hakim tertinggi negara itu dan memperketat media pada beberapa hari awal keadaan darurat tersebut, tapi kemudian mengendurkan beberapa hal. Ada dua alasan mengapa pemberlakukan keadaan darurat itu dinyatakan oleh Presiden Musharraf, khususnya beberapa sebelum beberapa saat menjelang pengumuman MA. Alasannya yaitu ketidakpastian apakah MA akan melegalkan kemenangan Musharraf dalam Pemilu Presiden di Parlemen, 6 Oktober 2007 lalu, juga meningkatnya aksi kekerasan oleh kelompok Islam garis keras, khususnya pasca penyerangan Mesjid Merah. Kondisi ini mengingatkan kita akan kekejaman Rezim militer di Pakistan yng mengambil alih kekuasaan melalui kudeta berdarah dengan menjungkalkan presiden Ali Bhutto kurang lebih satu dekade yang lalu. Kita mungkin tidak butuh untuk mengetahui lebih jauh sejarah tersebut. Kita hanya akan membahas lebih jauh pergolakan politik terakhir di Pakistan yang kembali memanas.Berikut kronologi peristiwa penting di Pakistan yang memicu krisis politik di negara Asia Selatan tersebut :
1. 9 Maret: Musharraf meminta Ketua MA, Iftikhar Muhammad Chaudhry, untuk mengundurkan diri karena tuduhan-tuduhan ketidakbecusan. Chaudhary menolak permintaan mundur itu.
2. 10-12 Maret: Para pengacara melakukan protes, yang mengawali serentetan demonstrasi di seantero negeri.
3. 16 Maret: Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada ribuan pendukung oposisi di Islamabad dan menabrak studio sebuah stadion televisi swasta.
4. 26 Maret: Protes gabungan pertama yang diorganisir oleh partai-partai oposisi yang diasingkan, mantan Perdana Menteri Benazer Bhutto dan Nawaz Sharif.
5. 5-6 Mei: Iring-iringan sepada motor Chaudhry dari Islamabad ke Lahore, di mana ia memaklumkan di hadapan sekumpulan orang banyak itu bahwa masa kediktatoran telah berakhir. Iring-iringan serupa berlangsung di beberapa kota pada Mei dan Juni.
6. 12-13 Mei: Sebanyak 43 orang tewas saat pendukung pemerintah mencegat Chaudhry dari menghadiri suatu unjuk rasa di bagian selatan kota pelabuhan Karachi. Pemogokan diserukan yang sempat melumpuhkan negara itu.
7. 3-10 Juli: Pasukan Pakistan menyerang Masjid Merah yang pro-Taliban di Islamabad, kemudian terjadi perebutan bangunan itu sepekan kemudian. Lebih dari 100 orang tewas akibat krisis tersebut.
8. 20 Juli: Mahkamah Agung menerima kembali Chaudhry dan membatalkan tuduhan terhadapnya. Benazer Bhutto dan Musharraf melakukan pertemuan rahasia di Abu Dhabi mengenai sesepakatan memungkinan berbagi kekuasaan untuk menyingkir Nawaz Sharif.
9. 9 Agustus: MA memutuskan Nawaz Sharif dapat kembali dari pengasingan.
10. 10 September: Sharif mendarat di Islamabad dari London, namun ia dikirim kembali ke pengasingannya di Arab Saudi empat jam kemudian.
11. 18 September: Pengacara Musharraf mengatakan, ia akan mundur sebagai kepala staf angkatan dari bila ia terpilih kembali.
12. 28 September: MA Pakistan memutuskan Musharraf dapat mencalonkan diri kembali saat mempertahankan perannya sebagai kepala staf angkatan darat.
13. 29 September: Polisi bentrok dengan para pengacara dan wartawan saat Komisi Pemilihan Umum mengesahkan pencalonan Musharraf untuk masa jabatan kedua.
14. 5 Oktober: MA memutuskan bahwa pemilihan presiden dapat tetap dilakukan, namun hasilnya tidak dapat secara resmi diumumkan hingga pihak MA mengesahkannya.
15. 6 Oktober: Musharraf memenangkan pemilihan presiden dengan suara mayoritas di parlemen, menyusul pemilu yang diboikot oposisi.
16. 18 Oktober: Benazer Bhutto kembali ke Karachi dari Dubai, setelah delapan tahun pengucilan dirinya. Dua serangan bom bunuh diri saat parede menyambut kedatangannya, mengakibatkan 189 orang tewas.
17. 31 Oktober: Bhutto mengatakan, pihaknya telah mendengar rumor bahwa Musharraf akan memberlakukan negara dalam keadaan darurat, dan mengundurkan jadwal kunjungannya ke Dubai. Bhutto terbang ke Dubai esok harinya.
18. 1 November: MA mengatakan, pihaknya tidak akan tidak akan terpengaruh oleh ancaman keadaan darurat.
19. 3 November: Musharraf memberlakukan keadaan darurat, menggantikan Chaudhry, membatalkan konstitusi, dan menangkap para tokoh kunci.
Sejarah kekuasaan musharraf sebenarnya bermula ketika kudeta terjadi di Pakistan pada tahun 1999. Pervez Musharraf dilantik sebagai presiden sipil untuk pertama kali, Kamis, delapan tahun yang silam tersebut, tepatnya pada 12 Oktober 1999 setelah merebut kekuasaan dalam satu kudeta pada, dalam satu upacara yang diselenggarakan di istana kepresidenan Aiwan el Sadr di Islamabad sehari setelah ia tunduk pada tekanan internasional untuk mengundurkan diri dari militer. Ia kemudian menetapkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Pakistan pada secara sepihak tanpa melalui Pemilu yng demokratis pada tanggal 20 Juni 2001. Dengan mengenakan pakaian tradisional Pakistan yang sakral, jubah berwarna gelap, ia kemudian mengucapkan janjinya untuk menjunjung tinggi konstitusi dan melakukan tugas dengan sebaik mungkin untuk menjamin dan melindungi negaranya, yaitu Pakistan. Pada acara pelantikannya sebagai Presiden yang dihadiri oleh para pejabat tinggi, menteri, diplomat dan tamu-tamu lainnya pada waktu itu, ia menyampaikan sebuah pidato yang membuatnya terlihat sangat simpatik, "Ini adalah hari bersejarah dan hari yang mengharukan bagi saya. Ini adalah satu kejadian penting peralihan Pakistan ke satu inti lengkap demokrasi. Saya berterima kasih kepada rakyat Pakistan atas kepercayaan ini yang diberikan kepada saya," katanya dalam pidato waktu itu.
Akan tetapi dalam menjalankan pemerintahannya, Musharraf cenderung represif, anti demokrasi dan mengekang kebebasan rakyat Pakistan. Kondisi ini dibiarkan berlangsung hampir selama delapan tahun rezimnya berkuasa. Hal ini bisa dimaklumi karena sejak melakukan kudeta berdarah tahun 1999, Musharraf memimpin Pakistan dengan kekuatan militer. Akan tetapi, setelah delapan tahun tersebut, rakyat Pakistan kemudian menyadari kondisi negaranya. Mereka menyadari bahwa mereka sebenarnya dikekang, dilarang berdemokrasi, dan sebagainya. Hal ini tentu tidak lepas dari peran dan jabatan Musharraf yang juga saebagai pimpinan militer pada saat itu. Kondisi ini membuat kepercayaan rakyat Pakistan seakan memudar kepadanya, apalagi setelah adanya tekanan dari pihak oposisi yang juga menginginkan posisinya, dan lebih dielu – elukan masyarakat Pakistan. Oleh sebab itulah untuk menjaga dukungan rakyatnya, Presiden Pakistan tersebut kemudian menyatakan mundur dari jabatan sebagai pemimpin militer pada hari Rabu 28 November 2007 setelah memimpin kudeta berdarah pada tahun 1999. Seperti apa yang telah dijanjikannya melalui pernyataan Jaksa Agung Pakistan Malik Mohammad Qayyum, bahwa Musharraf menyatakan akan mundur sebagai kepala militer sebelum 1 Desember 2007. Pernyataan ini akhirnya dikeluarkan Musharraf setelah mendapat tekanan internasional.
Jabatan tersebut kemudian diserahkan kepada Jenderal Ashfaq Kiyani. Pengunduran diri ini diambil Musharraf juga dengan berbagai alasan lain, yaitu menyusul tekanan internasional sejak situasi politik di negara tersebut memanas. Musharraf, yang menetapkan status darurat di Pakistan 3 November 2007 lalu, memimpin Pakistan selama delapan tahun. pengunduran diri Musharraf sebagai pimpinan militer tersebut kemudian disambut baik oleh Mantan Perdana Menteri Pakistan, Benazir Bhutto yang menjadi lawan politiknya, setelah statusnya sebagai tahanan rumah dilepaskan.
"Kami merasa senang Presiden Pervez Musharraf menanggalkan pakaian tentaranya karena ini merupakan salah satu tuntutan kami. Namun kami tidak akan segera menerima Musharraf sebagai Presiden walau ia telah menjadi warga sipil," jelas Bhutto dalam sebuah wawancara. Bhutto bahkan menambahkan bahwa pengunduran diri ini menjadikan seseorang tidak bisa lagi menjabat dua posisi penting di Pakistan. Ia juga menilai pengunduran diri Musharraf akan berdampak positif bagi militer karena pengganti Musharraf bisa sepenuhnya fokus menangani urusan militer.Lebih jauh, Bhutto mengatakan belum bisa memutuskan apakah akan memboikot pemilu 8 Januari mendatang.
Mengenai kembalinya Bhutto ke kancah perpolitikan Pakistan, yang diawali dengan diakhirinya tujuh tahun tahanan rumah atas mantan perdana menteri Pakistan Benazer Bhutto oleh pihak berwenang Pakistan, seperti apa yang dikatakan oleh seorang pejabat tinggi pemerintah provinsi Lahore kepada AFP. Perintah penahanan telah dicabut, namun aparat keamanan kepolisian masih tetap menyertai dia. Kini tidak ada pembatasan terhadap gerakan – gerakan politik Benazer Bhutto. Seperti yang diberitakan oleh banyak media, bahwa perintah penahanan dikeluarkan untuk menghentikan Bhutto dari memimpin unjuk rasa publik segera setelah ancaman serangan bunuh diri yang diduga ditujukan kepada dia. Hal itu merupakan sebab ia dikenakan tahanan rumah. Sekarang tidak ada lagi alasan karena karena tidak ada lagi unjuk rasa. Hanya Polisi anti-huruhara saja yang masih berada di rumah Bhutto untuk menjaga situasi, tapi para pejabat mengatakan bahwa itu dilakukan demi keamanan Benazir.
Penetapan status sebagai tahanan rumah tersebutbahkan sempat merenggut korban jiwa. Korban jatuh dalam aksi protes yang dilakukan pendukung mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto di Karachi. Korban tewas adalah dua orang anak yang masih berusia 11 tahun dan 12 tahun yang dilaporkan media tewas terkena tembakan dalam demo yang berlangsung tersebut. Ini merupakan korban tewas pertama sejak Musharraf memberlakukan keadaan darurat di Pakistan, 3 November lalu.
Setelah pengunduran diri Musharraf, ada kecurigaan bahwa dia menanggalkan pakaian tentaranya untuk ikut serta dalam Pemilu yang dijadwalkan berlangsung 8 Januari seperti apa yang telah dijelaskan di atas. Untuk menyikapi hal tersebut di atas, Mantan Perdana Menteri Pakistan yang kini menjadi salah seorang pemimpin partai oposisi, Benazir Bhutto menegaskan, pihaknya siap bergabung dengan Nawaz Sharif, juga sebagai mantan Perdana Menteri yang sudah kembali dari tempat pengasingan di Arab Saudi.Dia bahkan menyambut baik kepulangan Sharif ke Pakistan. Kedatangan Sharif diharapkan akan memperkuat demokrasi dan kultur politik di negara Pakistan. Bhutto juga menegaskan sikapnya untuk siap bergabung dengan partai politik moderat. Rakyat Pakistan juga menyambut antusias kedatangan Sharif yang telah tujuh tahun berada di pengasingan untuk bertarung dalam pemilu Pakistan yang dijadwalkan 8 Januari 2008 mendatang.
Bhutto, sesuai pemberitaan media – media internasional telah mendaftarkan diri untuk ikut bertarung dalam memperebutkan kursi pemimpin Pakistan untuk periode berikutnya. Sedangkan Sharif sudah menyatakan akan ikut mendaftarkan diri juga. Bhutto telah berada di Pakistan setelah mengungsi di Inggris setelah jabatannya dilengserkan PM Sharif. Namun ia memastikan pemilu Pakistan harus tetap berjalan, untuk itu ia tidak ingin Musharraf hanya bertarung dengan tempat kosong. Bhutto juga berkeyakinan bahwa penggabungan dirinya dengan Sharif bakal didukung oleh AS yang selama ini mendukung pemerintahan di Pakistan. Hal itu dilakukan AS untuk menyelamatkan nuklir negeri itu, serta menempatkan Pakistan dalam garis depan pemberantasan para pejuang taliban yang dituduh Barat terkait dengan Al Qaeda. "Pada masa lalu, Amerika Serikat memang mendukung kediktatoran, namun sekarang mereka pasti akan lebih mendukung demokrasi, sebagai sinyal untuk semua bahwa demokrasi dicintai rakyat," kata Bhutto mengenai kemungkinan AS akan berada di belakang calon yang mana dalam Pemilu 8 Januari nanti.
Mengenai Pemilu tersebut, pemerintah Pakistan telah membentuk Komisi Pemilihan Umum untuk Pakistan. Sedangkan mengenai usulan jadwal tersebut, Jenderal Pervez Musharraf sendiri yang menyatakan telah mengusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum Pakistan untuk menggelar pemilu parlemen 8 Januari 2008. "Mudah-mudahan pemilu bisa dilaksanakan pada 8 Januari tahun depan," ungkap Musharraf. Namun, ia menyatakan belum tahu apakah akan segara mencabut keadaan darurat yang ditetapkan sejak beberapa waktu lalu. Musharraf mengatakan penetapan status darurat akan memperkuat usaha pemerintah Pakistan melawan militan muslim yang dinilai telah mengganggu stabilitas. Selain itu, keadaan ini juga akan menjamin jalannya Pemilu.
Akan tetapi kemudian, kembali muncul masalah di antara kedua kubu (pemerintah dan oposisi). Walau Musharraf menyatakan akan menggelar pemilu, kelompok oposisi pimpinan Benazir Bhutto menyatakan menentang rencana itu. Bhutto, mantan Perdana Menteri Pakistan itu, menegaskan akan melakukan boikot terhadap pemilu tersebut. Untuk langkah tersebut, pihak pemerintah segera menetapkan status di mana Pakistan akan dipimpin oleh pemerintah sementara, dan Presiden Musharraf akan mengundurkan diri sebagai Presiden untuk berkonsentrasi mengikuti Pemilu.akan tetapi, Benazir Bhutto menolak pemerintah sementara baru Pakistan karena "tidak bisa diterima" menurut pernyataan pertama mantan perdana menteri tersebut sejak ia dibebaskan dari penahanan rumah. Pemerintahan sementara itu dianggapnya merupakan perpanjangan tangan PML-Q dan tidak bisa diterima, katanya kepada wartawan, menunjuk pada partai berkuasa Presiden Pervez Musharraf. "Kami tidak akan mengadakan perundingan dengan diktator. Agenda kami adalah agenda demokrasi," ungkap Benazir.
Musharraf sendiri hari Jumat melantik pemerintah sementara yang dipimpin Mohammedmian Soomro, ketua Senat dan seorang sekutu dekatnya, untuk memimpin negara itu menuju pemilihan umum yang direncanakan berlangsung pada awal Januari. Ia mengatakan, pemilu akan diadakan di tengah pemberlakuan keadaan darurat yang diumumkannya pada 3 November, ketika ia membekukan konstitusi, memecat ketua mahkamah agung dan menerapkan kontrol media yang ketat. Sementara itu, Benazir yang berbicara di dalam rumah seorang pembantunya di kota Lahore, Pakistan bagian timur, dimana ia dikenai penahanan rumah sejak Selasa, berjanji meningkatkan kampanyenya untuk mendongkel Musharraf dari kekuasaan. "Kami berusaha mengantarkan revolusi rakyat. Kami ingin mengakhiri kediktatoran dengan kekuatan rakyat. Kekuatan rakyat lebih kuat daripada gunung," katanya. Benazir sendiri sempat terlibat dalam pembicaraan dengan Musharraf mengenai pembagian kekuasaan sebelum pemberlakuan keadaan darurat namun mengatakan sebelumnya pekan ini, negosiasi telah selesai dan ia tidak akan pernah bekerja sama dengannya dalam pemerintahan.
Pervez Musharraf mengangkat ketua majelis tinggi parlemen Mohammedmian Soomro sebagai perdana menteri sementara yang akan memimpin negara itu menuju pemilihan umum pada Januari. Soomro dan 15 anggota kabinet baru akan dilantik pada Jumat pagi. Soomro akan mulai melaksanakan tugasnya setelah parlemen saat ini dibubarkan pada pukul 23.59 waktu setempat atau Jumat pukul 02.00 WIB, sesudah menyelesaikan masa tugas lima tahun. PM baru tersebut adalah seorang bankir yang diakui dunia Internasional, yang memegang jabatan-jabatan penting di sejumlah lembaga keuangan baik di dalam maupun luar negeri. Ia kini menghadapi tantangan mengawasi proses pemilihan umum di tengah meningkatnya konflik antara Musharraf dan kekuatan oposisi yang menuntut pengunduran diri pemimpin militer tersebut setelah ia memberlakukan kekuasaan darurat pada 3 November. Dalam pernyataan yang disiarkan televisi pada Kamis, Musharraf menyatakan, ia tidak menyesal mengambil keputusan memberlakukan keadaan darurat dan ia ingin melihat demokrasi ditegakkan di Pakistan.Masalah paling penting pada tahapan ini adalah Pakistan sendiri, stabilitas Pakistan dan peralihan demokratis Pakistan. Hal ini sangat penting, dan mereka harus melakukan segala sesuatu untuk memastikan peralihan ini berlangsung baik dan demokratis. Akan tetapi, langkah yang ditempuh Pemerintah Pakistan tersebut ternyata diwarnai protes-protes baru aktivis politik, pengacara dan mahasiswa di sejumlah kota dan daerah di negara tersebut. Bahkan sejumlah partai politik sudah mengumumkan niat mereka untuk memboikot pemilihan umum yang kata Musharraf mungkin diadakan di tengah pemberlakuan keadaan darurat.
Sementara itu di saat yang lain, kondisi atau gejolak politik di Pakistan dipastikan akan lebih panas manyusul pernyataan partai Nawaz Sharif, juga mantan perdana menteri yang kini berada di pengasingan di Arab Saudi, sebelumnya juga menolak pemerintah sementara itu dengan mengatakan, mereka tidak akan bisa mengadakan pemilihan umum yang bebas dan jujur.
Bhutto kembali Ditahan
Karena kekhawatiran bahwa Bhutto akan memimpin untuk mengadakan pawai menentang keadaan darurat yang diberlakukan Presiden Pervez Musharraf, maka Pemerintah Pakistan kembali melakukan penahanan rumah terhadap pemimpin oposisi tersebut di kota Lahore, Pakistan timur. Kondisi ini tentunya semakin memperparah situasi politik di Pakistan dan mengundang kecaman masyarakat dan dunia internasional. Aksi penahanan diawali dengan pengepungan oleh ribuan polisi di tempat kediaman sementara Mohtrma, Ibu Benazir Bhutto, dan tidak seorang pun diizinkan menemuinya. Apa yang dikhawatirkan oleh Pemerintah memang hampir saja terwujud. Benazir, yang dua kali menjadi PM dijadwalkan akan mengadakan pawai menuju Islamabad dari Lahore, yang berjarak sekitar 290 kilometer dari ibukota Pakistan tersebut. Ia kemudian dikenai penahanan rumah meski ia tidak menerima surat perintah resmi mengenai hal ini. Sebelumnya, Benazir dikenai penahanan rumah selama beberapa jam di Islamabad ketika ia akan memimpin demonstrasi di kota garnisun yang berdekatan, Rawalpindi. Akan tetapi, ia menambahkan bahwa aktivis - aktivis partainya akan terus maju dengan demonstrasi yang direncanakan dengan segala risiko yang mungkin terjadi.Langkah yang ditempuh oleh Pemerintah memang lumayan efektif untuk mencegah meluasnya simpati massa terhadap Bhutto, akan tetapi konsekuensinya juga tidak kecil.
Penahanan terakhir itu dilakukan beberapa jam setelah Benazir menyatakan ia akhirnya memutuskan segala negosiasi dengan Musharraf, untuk memprotes kekuasaan darurat yang diberlakukannya pada 3 November. Akan tetapi kemudian tidak pada pembicaraan lebih lanjut. Bhutto hanya mengatakan bahwa itu merupakan sebuah perubahan dari kebijakan masa lalu saya,mengidentifikasikan partainya yang berhaluan liberal kepada wartawan di Lahore."Kami tidak bisa bekerja dengan seseorang yang membekukan konstitusi, memberlakukan kekuasaan darurat dan menindas pengadilan," katanya.
Sehari sebelum penahanan Bhutto tersebut, Polisi Pakistan juga sempat menangkapi ratusan pendukung Benazir di kota Karachi dalam upaya menggagalkan protes untuk menentang pemberlakuan keadaan darurat tersebut.
Akan tetapi kemudian dalam waktu tujuh hari, Pemerintah Pakistan dengan desakan dari pihak masyarakat dan dunia internasional akhirnya kembali melepaskan dan mencabut status tahanan rumah bagi Bhutto. Bahkan pada waktu itu juga, Pemerintah Pakistan dikabarkan ikut membebaskan hampir semua atau sejumlah 5.748 pengacara, pekerja politik dan pegiat hak asasi, yang ditangkap di bawah undang-undang darurat, dengan hanya 37 tersisa di balik jeruji. Tahanan – tahanan itu ditangkap dalam sebuah upaya penumpasan sesudah Presiden Pervez Musharraf menyatakan keadaan darurat pada 3 November dengan menyebut pengadilan kusut dan peningkatan kegiatan Islamiah. Sementara itu, dari 37 sisanya, polisi menahan 32 dengan tuduhan melakukan kekerasan, dan lima lagi atas dasar undang-undang pemeliharaan ketertiban umum. Mereka termasuk olahragawan kriket-jadi-politisi Imran Khan, yang mogok makan menentang penahanannya di bawah undang-undang anti-teror, dan beberapa pengacara terkemuka yang kemudian dibebaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Rudi, Teuku May, Studi Kawasan : Sejarah Diplimasi dan Perkembangan Politik di Asia. Bandung: Penerbit Bina Budhaya, 1997.
(http://globalisasi.wordpress.com/2007/01/03/percaturan-strategis-di-asia-selatan-2/)
Http/www.kapanlagi.com
Http/www.detik.com
Salah satu tugas paling aneh yang pernah diberikan. Cuma disuruh cari berita dan ceritakan ulang di depan kelas.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment