Bagi negara–negara berkembang, tidak ada keuntungan dari berlakunya suatu liberalisasi ekonomi. Kita bisa melihat faktanya, sebelum berlakunya saja hampir semua negara berkembang di seluruh dunia di mana ada planning untuk memberlakukan liberalisasi ekonomi masih saja hidup dalam standar yang memperihatinkan. Di saat eksploitasi besar – besaran terjadi di semua sisi kehidupan rakyat mereka, di saat sumber kekayaan alam mereka dikeruk habis, tenaga manusia mereka hanya dinilai layaknya budak, standar kehidupanpun tidak pernah lebih baik. Angka kemiskinan yang tinggi, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memuaskan, utang luar negeri yang menumpuk, kerusakan ekologis, pencemaran, dan sebagainya menjadi warna yang lazim di negara – negara berkembang setiap harinya.
Itu baru satu sisi. Bagaimana dengan pola hidup masyarakatnya? Sanggupkah mereka untuk menjadi manusia produktif dalam waktu yang singkat di saat akses untuk mendapatkan pendidikan yang menjadi jalan keluar bagi perbaikan nasib dan kehidupan di masa depan menjadi semakin sulit?
Bagaimana produk lokal mereka mampu bersaing mereka mampu bersaing dengan produk impor yang lebih murah jika produk lokal mereka tidak diproteksi oleh pemerintahnya. Seperti yang kita ketahui bersama, produk impor yang didatangkan dari negara indusrtri maju jauh lebih murah akibat rendahnya biaya produksi dan tingginya tingkat efisiensi kerjanya. Produk negara maju adalah produk yang dihasilkan secara padat modal dengan aliran dana yang besar ditunjang oleh mesin–mesin canggih, tenaga kerja skillfull sedikit, dan dapat berproduksi hanya dalam hitungan detik. Sedangkan produk negara berkembang masih padat karya dengan modal kecil, teknologi sederhana, tenaga kerja yang berjumlah besar, dan tingkat efisiensi kerja yang masih rendah. Coba kita lihat, dengan hasil produksi yang banyak, dan tenaga kerja yang sedikit di pihak negara maju, dan hasil produksi yang sedikit, dan tenaga kerja yang banyak di negara berkembang,, menurut anda barang mana yang lebih murah? jika liberalisasi ekonomi terjadi, kondisi ini tentu akan mematikan industri domestik negara–negara berkembang. Dengan sendirinya, masyarakat negara berkembang tersebut akan mengikuti gaya hidup konsumerisme yang hanya bisa membeli tanpa bisa berproduksi.
Lalu, bagaimana mereka melakukan perdagangan internasional? perdagangan internasional hanya terjadi dengan mereka menjual minyak, gas, emas, dan seluruh hasil kekayaan alam mereka untuk ditukar dengan mobil, komputer, mesin–mesin, dan sebagainya. Jika kekayaan alam tersebut habis terkuras, maka solusinya adalah berutang ke IMF, Bank Dunia, dan negara – negara kaya. Kondisi seperti ini pernah dialami oleh Brasil, Meksiko, Argentina, Bolivia, dan lain–lain.
Tiongkok dan India adalah suatu pengecualian. Liberalisasi ekonominya berlangsung tanpa campur tangan secara langsung negara maju sedikitpun. Liberalisasi ekonomi kedua negara terjadi karena pemerintah negaranya berani mengambil sikap dan tidak mau tunduk pada kepentingan negara barat, khususnya Amerika Serikat. Negara–negara maju tidak berani mengintervensi keduanya karena masing – masing memiliki power dan bargaining position yang mantap di forum internasional. Tiongkok adalah anggota tetap DK PBB dan memiliki hak veto atas resolusi DK PBB. Kedua negara juga memiliki kekuatan militer yang kuat dengan didukung oleh senjata nuklir.
Organisasi Ekonomi Regional
Labels:
Ekopol
A. MERCOSUR
Mercosur (Mercado Comun del Sur) adalah organisasi perdagangan regional di Amerika Selatan yang dibentuk pada tahun 1991 dengan beranggotakan empat negara, yaitu Argentina, Brasil, Paraguay, dan Uruguay. Belakangan, Bolivia dan Cili ikut bergabung ke dalam organisasi ini. Organisasi ini diawali oleh penandatanganan kesepakatan perdagangan antara Brasil dan Argentina pada tahun 1986. pada tahun 1990, kedua negara ini, bersama dengan Paraguay dan Uruguay membentuk kawasan perdagangan bebas (free trade zone).
Pada tahun 1995, negara – negara anggotanya membentuk menyepakati untuk mengurangi berbagai hambatan perdagangan di antara negara anggotanya dan menerapkan kebijakan perdagangan terhadap negara luar .
Negara lain yang sempat mengajukan diri untuk menjadi anggota dari Mercosur adalah Kolombia, Ekuador, Peru, dan Venezuela.
B. NAFTA
North American Free Trade Agreement (NAFTA), mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 januari 1994 di negara Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat. Pakta perdagangan ini bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan terhadap barang-barang yang diproduksi catau dihasilkan oleh negara – negara Amerika Utara. NAFTA merupakan bentuk kawasan perdagangan bebas terbesar kedua di duniad setelah European Economic Area dengan jumlah konsumen sebesar 365 juta konsuman yang tersebar di Kanada, Meksiko, das Amerika Serikat.
NAFTA pertama kali digagas pada tahun 1989 dalam sebuah kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Kanada yang menghilangkan tarif untuk banyak produk yang diproduksi oleh kedua negara. Meksiko kemudian ikut bergabung dalam kesepakatan tersebut setelah Brian Mulroney dari Canada, Carlos Salinas de Gortari dari Meksiko, and George H. W. Bush dari Amerika Serikat menandatangani sebuah kesepakatan pada bulan desember 1992.
Mercosur (Mercado Comun del Sur) adalah organisasi perdagangan regional di Amerika Selatan yang dibentuk pada tahun 1991 dengan beranggotakan empat negara, yaitu Argentina, Brasil, Paraguay, dan Uruguay. Belakangan, Bolivia dan Cili ikut bergabung ke dalam organisasi ini. Organisasi ini diawali oleh penandatanganan kesepakatan perdagangan antara Brasil dan Argentina pada tahun 1986. pada tahun 1990, kedua negara ini, bersama dengan Paraguay dan Uruguay membentuk kawasan perdagangan bebas (free trade zone).
Pada tahun 1995, negara – negara anggotanya membentuk menyepakati untuk mengurangi berbagai hambatan perdagangan di antara negara anggotanya dan menerapkan kebijakan perdagangan terhadap negara luar .
Negara lain yang sempat mengajukan diri untuk menjadi anggota dari Mercosur adalah Kolombia, Ekuador, Peru, dan Venezuela.
B. NAFTA
North American Free Trade Agreement (NAFTA), mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 januari 1994 di negara Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat. Pakta perdagangan ini bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan terhadap barang-barang yang diproduksi catau dihasilkan oleh negara – negara Amerika Utara. NAFTA merupakan bentuk kawasan perdagangan bebas terbesar kedua di duniad setelah European Economic Area dengan jumlah konsumen sebesar 365 juta konsuman yang tersebar di Kanada, Meksiko, das Amerika Serikat.
NAFTA pertama kali digagas pada tahun 1989 dalam sebuah kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Kanada yang menghilangkan tarif untuk banyak produk yang diproduksi oleh kedua negara. Meksiko kemudian ikut bergabung dalam kesepakatan tersebut setelah Brian Mulroney dari Canada, Carlos Salinas de Gortari dari Meksiko, and George H. W. Bush dari Amerika Serikat menandatangani sebuah kesepakatan pada bulan desember 1992.
Perusahaan Multinasional (Multinational Corporations)
Labels:
Ekopol
Perusahaan multinasional (multinational corporations) adalah institusi bisnis yang berbasis di suatu negara, biasanya negara industri maju, yang memiliki cabang atau operator pendukung di negara lain. Dengan demikian, peruasahaan multinasional dapat kita definisikan sebagai institusi bisnis raksasa dengan modal besar yang beroperasi di seluruh dunia dengan fasilitas (peralatan) dan tenaga kerja yang dimilikinya sendiri. Walaupun tidak ada angka yang pasti tentang jumlah perusahaan multinasional, akan tetapi di seluruh dunia diperkirakan terdapat kurang lebih 10.000 perusahaan yang beroperasi. Mereka terdiri dari perusahaan – perusahaan elektronik, otomotif, tambang, dan sebagainya.
Bagi suatu perusahaan multinasional, yang terpenting adalah industri terus berjalan. Di dalam perusahaan multinasional, terdapat istilah industrial corporations, di mana barang-barang diproduksi di pabrik – pabrik yang terdapat di berbagai negara dan kemudian dijual kepada konsumen di berbagai negara pula di seluruh dunia. Keuntungan yang diperoleh tentunya akan mengalir ke induk perusahaan yang berbasis di negara industri maju di utara. Keuntungan yang diperolehnya jika diakumulasi dari sumber penjualan di seluruh dunia akan menjadi puluhan kali lipat dari modal yang telah dikeluarkan untuk memproduksi barangnya. Maka, tidaklah mengherankan jika pendapatan seorang pemilik perusahaan multinasional bisa jauh lebih besar daripada pendapatan nasional sebuah negara di Afrika atau di Asia.
Untuk menjamin kelangsungan operasi bisnisnya, perusahaan multinasional biasanya akan memanfaatkan power yang dimiliki oleh pemerintah negara di mana perusahaan tersebut berbasis. Dengan power yang dimiliki, pemerintah negara basisnya dapat mengintervensi pemerintah negara manapun di seluruh dunia di mana anak perusahaan multinasional itu beroperasi. Kita mungkin belum melupakan kasus Blok Cepu di Jawa Tengah tahun lalu. Kita melihat bagaimana niat pemerintah Republik Indonesia untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan tambang kaya minyak itu dengan PT. Exxon Oil, anak perusahaan multinasional Exxon Mobile Corp. yang berbasis di Amerika Serikat dan menyerahkan pengelolaan nya kepada Pertamina, setelah kontrak dengan PT. Exxon Oil berakhir harus kandas setelah kunjungan diplomatik Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ke Indonesia. Kunjungan itu bukannya tanpa maksud, Pemerintah Amerika Serikat memanfaatkan power yang mereka miliki untuk menekan Pemerintah Indonesia agar mengembalikan pengelolaan Blok Cepu kepada PT. Exxon Oil. Hasilnya pun dapat ditebak, akibat diplomasi yang luar biasa itu, Pemerintah Indonesia setuju untuk mengembalikan pengelolaan Blok Cepu kepada PT. Exxon Oil, walaupun dengan perbandingan keuntungan yang tidak masuk akal yaitu 100 : 0. artinya Pemerintah Indonesia hanya memperoleh pemasukan dari sektor pajak saja. Contoh kasus lain dapat kita lihat dari bagaimana pemilik perusahaan–perusahaan multinasional mendesak Pemerintah Amerika Serikat untuk segera menarik pasukannya dari Irak. Hal ini tidak lepas dari kepentingan bisnis mereka di Timur Tengah. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa perang, konflik, atau kerusuhan dapat menghancurkan bisnis karena kehilangan pasar atau bahkan sumber bahan baku. Tidak hanya itu, perusahaan multinasional juga mencoba ,memanfaakan power dan intervensi negara basisnya untuk mendapatkan pajak yang rendah, permudahan perizinan, pasar bebas, dan sebagainya di negara operasinya.
Lalu apa yang diperoleh oleh pemerintah negara basis induk perusahaan multinasional tersebut dari tindakannya tersebut ? Pemerintah negara tersebut tentu akan mendapatkan insentif atau lumbung kekayaan baru untuk semakin memantapkan pelayanannya pada publik negaranya. Seperti yang kita ketahui, bahwa akumulasi modal yang besar yang terkumpul dari seluruh dunia di negara basis perusahaan multinasional tersebut akan menghasilkan pajak yang besar pula bagi negara tersebut. Pajak besar bagi negara akan menjamin kesejahteraan penduduk negara tersebut.
Dari gambaran tersebut, kita bisa melihat bagaimana suatu interdependensi terjalindi antara negara dan perusahaan multinasional. Negara membutuhkan perusahaan multinasional sebagai sumber penghasilan pajak negara, sedangkan perusahaan multinasional membutuhkan negara sebagai pelindung bagi kelangsungan operasi bisnisnya di seluruh dunia.
Bagi suatu perusahaan multinasional, yang terpenting adalah industri terus berjalan. Di dalam perusahaan multinasional, terdapat istilah industrial corporations, di mana barang-barang diproduksi di pabrik – pabrik yang terdapat di berbagai negara dan kemudian dijual kepada konsumen di berbagai negara pula di seluruh dunia. Keuntungan yang diperoleh tentunya akan mengalir ke induk perusahaan yang berbasis di negara industri maju di utara. Keuntungan yang diperolehnya jika diakumulasi dari sumber penjualan di seluruh dunia akan menjadi puluhan kali lipat dari modal yang telah dikeluarkan untuk memproduksi barangnya. Maka, tidaklah mengherankan jika pendapatan seorang pemilik perusahaan multinasional bisa jauh lebih besar daripada pendapatan nasional sebuah negara di Afrika atau di Asia.
Untuk menjamin kelangsungan operasi bisnisnya, perusahaan multinasional biasanya akan memanfaatkan power yang dimiliki oleh pemerintah negara di mana perusahaan tersebut berbasis. Dengan power yang dimiliki, pemerintah negara basisnya dapat mengintervensi pemerintah negara manapun di seluruh dunia di mana anak perusahaan multinasional itu beroperasi. Kita mungkin belum melupakan kasus Blok Cepu di Jawa Tengah tahun lalu. Kita melihat bagaimana niat pemerintah Republik Indonesia untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan tambang kaya minyak itu dengan PT. Exxon Oil, anak perusahaan multinasional Exxon Mobile Corp. yang berbasis di Amerika Serikat dan menyerahkan pengelolaan nya kepada Pertamina, setelah kontrak dengan PT. Exxon Oil berakhir harus kandas setelah kunjungan diplomatik Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ke Indonesia. Kunjungan itu bukannya tanpa maksud, Pemerintah Amerika Serikat memanfaatkan power yang mereka miliki untuk menekan Pemerintah Indonesia agar mengembalikan pengelolaan Blok Cepu kepada PT. Exxon Oil. Hasilnya pun dapat ditebak, akibat diplomasi yang luar biasa itu, Pemerintah Indonesia setuju untuk mengembalikan pengelolaan Blok Cepu kepada PT. Exxon Oil, walaupun dengan perbandingan keuntungan yang tidak masuk akal yaitu 100 : 0. artinya Pemerintah Indonesia hanya memperoleh pemasukan dari sektor pajak saja. Contoh kasus lain dapat kita lihat dari bagaimana pemilik perusahaan–perusahaan multinasional mendesak Pemerintah Amerika Serikat untuk segera menarik pasukannya dari Irak. Hal ini tidak lepas dari kepentingan bisnis mereka di Timur Tengah. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa perang, konflik, atau kerusuhan dapat menghancurkan bisnis karena kehilangan pasar atau bahkan sumber bahan baku. Tidak hanya itu, perusahaan multinasional juga mencoba ,memanfaakan power dan intervensi negara basisnya untuk mendapatkan pajak yang rendah, permudahan perizinan, pasar bebas, dan sebagainya di negara operasinya.
Lalu apa yang diperoleh oleh pemerintah negara basis induk perusahaan multinasional tersebut dari tindakannya tersebut ? Pemerintah negara tersebut tentu akan mendapatkan insentif atau lumbung kekayaan baru untuk semakin memantapkan pelayanannya pada publik negaranya. Seperti yang kita ketahui, bahwa akumulasi modal yang besar yang terkumpul dari seluruh dunia di negara basis perusahaan multinasional tersebut akan menghasilkan pajak yang besar pula bagi negara tersebut. Pajak besar bagi negara akan menjamin kesejahteraan penduduk negara tersebut.
Dari gambaran tersebut, kita bisa melihat bagaimana suatu interdependensi terjalindi antara negara dan perusahaan multinasional. Negara membutuhkan perusahaan multinasional sebagai sumber penghasilan pajak negara, sedangkan perusahaan multinasional membutuhkan negara sebagai pelindung bagi kelangsungan operasi bisnisnya di seluruh dunia.
Hambatan Tarif dan Non-Tarif
Labels:
Ekopol
Untuk melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman produk sejenis yang diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan atau mangeluarkan suatu kebijakan perdagangan internasional di bidang impor . kebijhakan ini, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk mendorong / melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan penghematan devisa negara.
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier).
A. Hambatan Tarif (Tariff Barrier)
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang – barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang – barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik / mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri.
B. Hambatan Non-Tarif (Non-Tariff Barrier)
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Dr. Hamdy Hady).
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) sebagai berikut :
1. Pembatasan spesifik (specific limitation) :
a. Larangan impor secara mutlak
b. Pembatasan impor (quota system)
Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari / ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen.
c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu
d. Peraturan kesehatan / karantina
e. Peraturan pertahanan dan keamanan negara
f. Peraturan kebudayaan
g. Perizinan impor (import licence)
h. Embargo
i. Hambatan pemasaran / marketing
2. Peraturan bea cukai (customs administration rules)
a. Tatalaksana impor tertentu (procedure)
b. Penetapan harga pabean
c. Penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control)
d. Consulat formalities
e. Packaging / labelling regulations
f. Documentation needed
g. Quality and testing standard
h. Pungutan administasi (fees)
i. Tariff classification
3. Partisipasi pemerintah (government participation)
a. Kebijakan pengadaan pemerintah
b. Subsidi dan insentif ekspor
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain – lain.
c. Countervaling duties
d. Domestic assistance programs
e. Trade-diverting
4. Import charges
a. Import deposits
b. Supplementary duties
c. Variable levies
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier).
A. Hambatan Tarif (Tariff Barrier)
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang – barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang – barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik / mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri.
B. Hambatan Non-Tarif (Non-Tariff Barrier)
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Dr. Hamdy Hady).
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) sebagai berikut :
1. Pembatasan spesifik (specific limitation) :
a. Larangan impor secara mutlak
b. Pembatasan impor (quota system)
Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari / ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen.
c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu
d. Peraturan kesehatan / karantina
e. Peraturan pertahanan dan keamanan negara
f. Peraturan kebudayaan
g. Perizinan impor (import licence)
h. Embargo
i. Hambatan pemasaran / marketing
2. Peraturan bea cukai (customs administration rules)
a. Tatalaksana impor tertentu (procedure)
b. Penetapan harga pabean
c. Penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control)
d. Consulat formalities
e. Packaging / labelling regulations
f. Documentation needed
g. Quality and testing standard
h. Pungutan administasi (fees)
i. Tariff classification
3. Partisipasi pemerintah (government participation)
a. Kebijakan pengadaan pemerintah
b. Subsidi dan insentif ekspor
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain – lain.
c. Countervaling duties
d. Domestic assistance programs
e. Trade-diverting
4. Import charges
a. Import deposits
b. Supplementary duties
c. Variable levies
Proses Penentuan Harga dalam Perdagangan Internasional
Labels:
Ekopol
Kompetisi harga yang terjadi antara pembeli dan penjual dalam perdagangan internasional sangat berperan dalam menentukan . Kompetisi inilah yang kemudian memicu penjual yang berupaya untuk meningkatkan harga barangnya dan akan menyebabkan para pembeli untuk mencari penjual lainnya. Nilai tukar tersendiri yang dimiliki oleh setiap negara atas apa yang mereka produksi untuk diperdagangkan dalam pasar dunia ikut memberikan kontribusi bagi proses penentuan harga dalam perdagangan internasional. Dalam hal ini, para penjual akan berusaha untuk menawarkan harga yang tinggi terhadap para pembeli dengan ancaman untuk menjualnya kepada pembeli lain. Begitu pula dengan para pembeli yang berusaha untuk meminta harga yang paling rendah atas apa yang ingin mereka beli dengan ancaman untuk membeli kepada penjual lainnya. Hal ini akan melahirkan kompetisi dalam pasar yang dapat menyebabkan ketidakstabilan harga. Sehingga menimbulkan kecenderungan adanya keseragaman harga dalam pasaran internasional.
Ekonomi-Politik Internasional
Labels:
Ekopol
Pasca Perang Dingin, perubahan dan pergeseran yang cukup signifikan terjadi dalam kajian dan prilaku hubungan internasional. Jika sebelumnya, masalah militer menjadi salah satu fokus kajian dan tindakan suatu negara dalam hubungan internasional di samping masalah politik dan ideologi, maka dewasa ini setelah berakhirnya Perang Dingin, masalah ekonomi ternyata telah menjadi alasan utama suatu negara melakukan interaksi dengan negara lain. Dengan alasan yang sama, bahkan dapat mempengaruhi suatu proses pengambilan kebijakan (politik), baik dalam skopa domestik, regional, maupun internasional.
Kondisi seperti itu kemudian melahirkan suatu studi baru dalam hubungan internasional yang kemudian dikenal sebagai Ekonomi-Politik Internasional. Studi Ekonomi-Politik Internasional ini kemudian menjadi sangat dominan dalam kajian hubungan internasional hingga dewasa ini.
Beberapa pakar memberikan definisi atau pengertian mengenai Ekonomi-Politik Internasional, di antaranya :
1. Robert Gilpin
Ekonomi-Politik Internasional adalah interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi).
2. Anthony Downs dan Bruno Frey
Ekonomi-Politik Internasional adalah aplikasi metodologi formal ekonomi yang disebut model aktor rasional, untuk semua tipe perilaku manusia.
3. Frieden dan Lake
Ekonomi-Politik Internasional adalah “the study of the interplay of economics and politics in the world arena”.
4. Dr. Mohtar mas’oed
Ekonomi-Politik Internasional adalah studi tentang saling–kaitan dan interaksi antara fenomena politik dengan ekonomi, antara “negara” dengan “pasar”, antara lingkungan domestik dengan yang internasional, dan antara pemerintah dengan masyarakat.
5. Balaam
Ekonomi-Politik Internasional adalah bidang studi yang menganalisa masalah yang muncul dari eksistensi paralel dan interaksi dinamik “negara dan pasar” di dunia modern.
Definisi –definisi di atas cukup menggambarkan bagi kita mengenai kajian Ekonomi-Politik Internasional yang menjadi sangat populer di masa sekarang.
Hubungan antara ekonomi dan politik dewasa ini sering mengalami tumpang tindih. Dalam beberapa kasus, sangat sulit untuk membedakan apakah politik yang menentukan perekonomian ataukah perekonomian yang menentukan kebijakan politik. Untuk dapat memahami lebih jauh, berikut ini beberapa paradigma yang sangat dominan dalam mempengaruhi kajian Ekonomi-Politik Internasional :
1. Merkantilisme
Paradigma ini menganggap pentingnya pemerintah atau komunitas politik untuk menguasai secara penuh dan dominan perekonomian. Bagi merkantilisme, perekonomian internasional tidak lebih sebagai arena konflik kepentingan nasional daripada sebuah fora kerjasama yang saling menguntungkan, sehingga keuntungan bagi suatu negara menjadi kerugian bagi negara lain. Dalam hal ini, “negara” menjadi aktor utama dalam ekonomi-politik global.
2. Liberalisme Ekonomi
Paradigma ini sangat vokal dalam kritiknya terhadap dominasi negara atau komunitas politik yang tidak terbatas dalam mengatur dan menentukan perekonomian. Menurut analisis paradigma liberalisme, perekonomian seharusnya berjalan secara bebas (free trade) menurut hukum ekonomisnya tanpa campur tangan negara ataupun komunitas politik lainnya. Karena itulah, maka aktor utama dalam ekonomi politik global menurut paradigma liberalisme adalah perusahaan multinasional dan individu.
3. Marxisme
Marxisme melihat perekonomian menurut paradigma liberal sebagai ajang eksploitasi dan perbedaan antar kelas sosial, khususnya antara kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas yang dominan dalam perekonomian juga dominan secara politik. Pembangunan ekonomi yang terjadi berlangsung secara tidak seimbang bahkan mengalami kontradiksi baik antar negara maupun kelas sosial.
Ketiga paradigma itu menjadi sangat dominan dalam mewarnai wacana Ekonomi-Politik Internasional dan menjadi landasan dalam mengkaji isu maupun fenomena ekonomi dan politik global. Dalam beberapa masa terakhir, isu yang sangat dominan diperbincangkan adalah keterbelakangan dan kemiskinan di negara – negara dunia ketiga yang tentunya kontradiktif dengan pesatnya kemajuan yang dialami oleh negara–negara dunia pertama.
Menurut saya sendiri, Ekonomi-Politik Internasional adalah suatu studi yang membahas atau mengkaji tentang bagaimana interaksi atau hubungan antara perekonomian dengan pengambilan suatu kebijakan politik dalam fora internasional.
REFERENSI :
Georg Sorensen dan Robert Jackson, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar:Jogjakarta.
Mohtar Mas’oed,2003.Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan.Pustaka Pelajar:Jogjakarta.
Kondisi seperti itu kemudian melahirkan suatu studi baru dalam hubungan internasional yang kemudian dikenal sebagai Ekonomi-Politik Internasional. Studi Ekonomi-Politik Internasional ini kemudian menjadi sangat dominan dalam kajian hubungan internasional hingga dewasa ini.
Beberapa pakar memberikan definisi atau pengertian mengenai Ekonomi-Politik Internasional, di antaranya :
1. Robert Gilpin
Ekonomi-Politik Internasional adalah interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi).
2. Anthony Downs dan Bruno Frey
Ekonomi-Politik Internasional adalah aplikasi metodologi formal ekonomi yang disebut model aktor rasional, untuk semua tipe perilaku manusia.
3. Frieden dan Lake
Ekonomi-Politik Internasional adalah “the study of the interplay of economics and politics in the world arena”.
4. Dr. Mohtar mas’oed
Ekonomi-Politik Internasional adalah studi tentang saling–kaitan dan interaksi antara fenomena politik dengan ekonomi, antara “negara” dengan “pasar”, antara lingkungan domestik dengan yang internasional, dan antara pemerintah dengan masyarakat.
5. Balaam
Ekonomi-Politik Internasional adalah bidang studi yang menganalisa masalah yang muncul dari eksistensi paralel dan interaksi dinamik “negara dan pasar” di dunia modern.
Definisi –definisi di atas cukup menggambarkan bagi kita mengenai kajian Ekonomi-Politik Internasional yang menjadi sangat populer di masa sekarang.
Hubungan antara ekonomi dan politik dewasa ini sering mengalami tumpang tindih. Dalam beberapa kasus, sangat sulit untuk membedakan apakah politik yang menentukan perekonomian ataukah perekonomian yang menentukan kebijakan politik. Untuk dapat memahami lebih jauh, berikut ini beberapa paradigma yang sangat dominan dalam mempengaruhi kajian Ekonomi-Politik Internasional :
1. Merkantilisme
Paradigma ini menganggap pentingnya pemerintah atau komunitas politik untuk menguasai secara penuh dan dominan perekonomian. Bagi merkantilisme, perekonomian internasional tidak lebih sebagai arena konflik kepentingan nasional daripada sebuah fora kerjasama yang saling menguntungkan, sehingga keuntungan bagi suatu negara menjadi kerugian bagi negara lain. Dalam hal ini, “negara” menjadi aktor utama dalam ekonomi-politik global.
2. Liberalisme Ekonomi
Paradigma ini sangat vokal dalam kritiknya terhadap dominasi negara atau komunitas politik yang tidak terbatas dalam mengatur dan menentukan perekonomian. Menurut analisis paradigma liberalisme, perekonomian seharusnya berjalan secara bebas (free trade) menurut hukum ekonomisnya tanpa campur tangan negara ataupun komunitas politik lainnya. Karena itulah, maka aktor utama dalam ekonomi politik global menurut paradigma liberalisme adalah perusahaan multinasional dan individu.
3. Marxisme
Marxisme melihat perekonomian menurut paradigma liberal sebagai ajang eksploitasi dan perbedaan antar kelas sosial, khususnya antara kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas yang dominan dalam perekonomian juga dominan secara politik. Pembangunan ekonomi yang terjadi berlangsung secara tidak seimbang bahkan mengalami kontradiksi baik antar negara maupun kelas sosial.
Ketiga paradigma itu menjadi sangat dominan dalam mewarnai wacana Ekonomi-Politik Internasional dan menjadi landasan dalam mengkaji isu maupun fenomena ekonomi dan politik global. Dalam beberapa masa terakhir, isu yang sangat dominan diperbincangkan adalah keterbelakangan dan kemiskinan di negara – negara dunia ketiga yang tentunya kontradiktif dengan pesatnya kemajuan yang dialami oleh negara–negara dunia pertama.
Menurut saya sendiri, Ekonomi-Politik Internasional adalah suatu studi yang membahas atau mengkaji tentang bagaimana interaksi atau hubungan antara perekonomian dengan pengambilan suatu kebijakan politik dalam fora internasional.
REFERENSI :
Georg Sorensen dan Robert Jackson, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar:Jogjakarta.
Mohtar Mas’oed,2003.Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan.Pustaka Pelajar:Jogjakarta.
Terorisme dan Kejahatan Transnasional
Friday, October 8, 2010 | at 9:00 PM
A. ILLEGAL LOGGING
1) Definisi dan Karakteristik Illegal Logging
Illegal Logging berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yang terdiri atas dua kata yaitu Illegal dan logging. Illegal dapat diartikan sebagai gelap, tidak sah, liar atau yang merupakan pelanggaran. Sedangkan logging berarti penebangan atau pemotongan. Jadi illegal logging berdasarkan etimologisnya adalah penebangan liar atau penebangan yang dilakukan tanpa izin dari pihak yang memiliki otoritas atas kepemilikan hutan atau pohon tersebut dalam hal ini pemerintah. Sedangkan definisi illegal logging secara terminologi adalah segala bentuk kegiatan penebangan hutan, pengangkutan dan penjualan kayu yang dilakukan secara tidak sah atau tidak memiliki izin dari pemerintah menurut aturan hukum dan perundang – undangan yang berlaku di sebuah negara, termasuk Indonesia. Jadi, kegiatan illegal logging tidak hanya ditujukan pada kegiatan penebangan atau pembalakan liar tetapi juga menyangkut proses pengangkutan atau pemindahan kayu dari satu lokasi ke lokasi lain yang dilakukan secara tidak sah, gelap atau tidak memilki perizinan yang jelas. Begitupula dalam proses penjualan atau transkasi kayu dari pelaku logging ( masyarakat biasa ) kepada distributor lalu ke cukong atau pemilik modal yang kemudian dikapalkan keluar negeri yang berlangsung secara illegal/tidak sah juga termasuk dalam kejahatan illegal logging.
Dari hal – hal tersebut di atas, kita dapat menarik atau menjelaskan beberapa karakteristik dari kejahatan illegal logging ini, yaitu :
a. Pelaku logging atau penebangan liar umumnya adalah masyarakat setempat yang tidak tahu dan menjadikan logging sebagai sumber penghasilan utama. Logging kemudian dianggap wajar oleh masyarakat setempat sebagai aktivitas ekonomi masyarakat lokal.
b. Ada distributor yang menadah dan membeli hasil penebangan yang dilakukan masyarakat setempat. Kelompok ini adalah orang yang memiliki modal pribadi yang cukup untuk berbisnis kayu dengan para agen atau cukong, pemilik modal besar yang memasarkan kayu hasil logging tersebut ke luar negeri. Ada juga distributor yang memang telah direkrut dan dipercayakan oleh cukong untuk mengurus pembelian dan pengangkutan kayu dari lokasi tempat pembalakan ke tempat penampungan cukong tersebut. sehingga modal yang dimiliki oleh distributor ini berasal dari cukong sendiri ( bukan bisnis pribadi ).
c. Ada Pengumpul kayu utama yang memiliki modal besar (cukong) baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Merekalah yang membeli hasil penebangan hutan dari distributor tadi. Dalam menjalankan usahanya, para cukong ini biasanya tidak dibekali surat perizinan usaha yang jelas. Walaupun ada, izin usaha itu disalahgunakan. Mereka inilah yang kemudian memasarkan kayu hasil logging tersebut ke dalam maupun ke luar negeri dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pembelian sebelumnya.
2) Contoh Kasus Illegal Logging, Analisis dan Solusinya
Illegal logging adalah kejahatan yang saat ini menjadi masalah di negara – negara dunia ketiga yang memiliki areal hutan yang luas seperti Brazil, Zaire, Papua Nugini, dan Indonesia. Di Indonesia kegiatan Illegal logging ini terjadi hampir di setiap wilayah, dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Kalimantan dan Papua menjadi wilayah yang terbesar praktek illegal logging yang telah menjadi aktivitas rutin masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sebagai dampak kemiskinan dan keterpurukan ekonomi yang mendera masyarakat kecil negeri ini.
Hal yang paling paling menyedihkan adalah bahwa pelaku illegal logging itu sendiri di-back up oleh aparat keamanan yang seharusnya menjadi pilar utama pemberantasan praktik illegal logging.
Majalah Tempo edisi awal Januari 2007 memberitakan bahwa sekitar 16 juta hektare hutan di kalimantan berada dalam kondisi kritis akibat illegal logging, penambangan dan kebakaran hutan. Di Kalimantan Selatan kerusakannya mencapai 560 ribu hektare, Kalimantan Barat sekitar 5,1 juta hektare sedangkan di Kalimantan Timur hutan mengalami kerusakan sebanyak 6,3 juta hektare. Departemen kehutanan Indonesia memiliki data kerusakan hutan yang dibagi dalam 3 periode yakni periode 1985 – 1997 dengan tingkat kerusakan hutan 1,87 hektare/tahun, tahun 1997-2000 dengan tingkat kerusakan 2,83 juta/hektare dan tahun 2000 – 2005 dengan tingkat kerusakan 1,188 juta hektare. Sebagai akibat dari illegal logging, Pemerintah Indonesia mengalami kerugian pululan trilliun rupiah setiap tahunnya.
Penanganan masalah ilegal logging tidaklah semudah seperti penanganan kejahatan sosial lainnya. Masalah illegal logging harusditangani dengan penuh keseriusan. Adapun beberapa solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi masalah praktik ilegal logging ini, di antaranya :
a. Penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal yang menjadi pelaku praktek illegal logging. Selama ini illegal logging telah menjadi mata pencaharian alternative bagi masyarakat ketika pekerjaan sebagai wirausaha maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak tersedia. Alasan kemiskinan dan keterpurukan ekonomi menjadi hal yang paling mendasar sehigga masyarakat terpaksa melakukan illegal logging. Masyarakat sebenarnya tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu ilegal, mereka hanya dimanfaatkan oleh para cukong kayu untuk melakukan pembalakan liar dengan berbagai janji kesejahteraan.
b. Sosialisasi peraturan atau Undang – Undang yang mengatur mengenai usaha pengelolaan hutan, dan ancaman hukuman bagi kegiatan dan pelaku illegal logging. Dalam hal ini, Pemerintah dengan bekerjasama dengan berbagai lembaga terkait harus memberikan pendidikan atau pemahaman mengenai hal tersebut kepada masyarakat lokal dan dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh praktek illegal logging tersebut. Kurangnya pemahaman tentang dampak illegal logging ini mendorong masyarakat kecil ( lokal ) melakukan penebangan hutan secara liar.
c. Pemerintah harus serius dalam upaya penegakan hukum untuk mengusut dan memberantas para cukong yang terlibat dan bergerak dalam bisnis illegal logging. Para cukong inilah sumber dari berbagai praktik illegal logging karena mereka yang menghasut masyarakat lokal untuk membalak yang kemudian menampung hasil usaha pembalakan liar tersebut. Artinya ketika para cukong telah berhasil diberantas maka praktek pembalakan hutan oleh masyarakat akan teratasi secara langsung, karena kayu hasil balakan liar tersebut akan sulit dijual karena tidak ada penampung.
d. Penegak hukum atau pihak berwenang yang menangani masalah perlindungan hutan seperti dinas kehutanan harus terjun langsung ke lapangan mengawasi dan melindungi lokasi hutan dari praktek pembalakan liar. Mereka juga harus dibersikan dari segala bentuk praktek KKN.
B. CHILD TRAFFICKING
1) Definisi dan Karakteristik Child Trafficking
Kata Child trafficking diserap dari Bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu child yang berarti anak. sedangkan trafficking berarti perdagangan. Jadi, child trafficking secara etimologis berarti perdagangan atau penjualan anak.
Sedangkan pengertian child trafficking secara terminology dapat dikatakan sebagai segala kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung dan memperdagangkan anak/anak-anak dalam konteks domestik maupun global untuk tujuan eksploitasi tenaga kerja, seksual, pornoaksi / pornografi yang dilakukan dengan cara menipu, mempedaya, memaksa, menculik dan mengancan si korban atau memanfaatkan kepolosan, ketidaktahuan, dan ketidakberdayaan mereka akibat desakan / cekikan ekonomi keluarga yang kuat sehingga orang tua korban bersedia dan merelakan anaknya menjadi korban eksploitasi.
Ada beberapa karakteristik yang dapat kita identifikasi dari kejahatan child trafficking ini, antara lain :
a. Korbannya adalah anak – anak yang belum berusia 19 tahun.
b. Adanya calo yang kemudian menjadi penampung, pengirim, dan pemindah ke daerah lain baik dalam ruang lingkup demostik maupun global (luar negeri) yang menjadi wilayah atau lokasi aktivitas eksplotasi anak-anak.
c. Ada pelaku yang menjadi penampung para korban child trafficking setelah dibeli dari calo untuk kemudian dipekerjakan dengan gaji yang rendah, atau bahkan tidak digaji.
d. Pekerjaan yang dilakukan oleh korban child trafficking ini biasanya sangat eksploitatif sifatnya, misalnya buruh dengan jam kerja yang tidak jelas, eksploitasi seksual sebagai pelacur, pengemis, dan pengedar narkoba.
e. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya child trafficking ini, diantaranya adalah faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan para korban yang rendah, keuntungan yang besar dari usaha gelap child trafficking, dan hukuman yang ringan bagi pelaku jika dibandingkan dengan apa yang dilakukannya.
2) Contoh Kasus Child Trafficking, Analisis dan Solusinya
Berdasarkan berita di Koran Kompas, di dalam data yayasan anak ditemukan 200 anak yang dijual untuk dilacurkan di Solo dan sekitarnya selama 1999-2005. Sementara itu catatan Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Universitas Sebelas Maret (USM),menyebutkan sedikitnya 117 anak menjadi korban eksploitasi seksual di Kota Solo akhir tahun 2004 lalu. Contoh kasus ini hanya bagian terkecil catatan hitam anak negeri ini yang menjadi korban child trafficking. Hal ini pada dasarnya adalah dampak dari kemiskinan yang menimpa keluarga korban sehingga kondisi kerentananaya dimanfaatkan oleh pihak calo yang kemudian membujuk an memperdagangkan mereka. Calo – calo ini tidak hanya memperdagangkan anak kecil namun merangkap memperdagangkan perempuan dewasa (women trafficking) untuk dijadikan pembantu rumah tangga atau tenaga kerja murahan bahkan dieksplotasi untuk tujuan seksual di negara lain seperti Malaysia, Taiwan, Inggris, dan lain - lain. Hal lain yang memicu maraknya kegiatan ini adalah tingginya jumlah anak yang mengalami drop-out dari sekolah dasar dan menengah pertama akibat tingginya biaya pendidikan sekolah yang diberlakukan di sekolah. Dari sinilah ada kecenderungan para orang tua untuk tidak mau lagi menyekolahkan anak-anaknya. Karena untuk makan saja mereka kesulitan apalagi membiayai sekolah anaknya dengan biaya yang mahal. Kurangnya pemahaman dan pendidikan rendah yang dimiliki orangtua anak menjadi sebab lain terjadinya fenomena sosial ini.
Untuk mengatasi praktik child trafficking ini, ada beberapa solusi yang bisa kita lakukan, yaitu :
.a. Pemerintah melalui aparat penegak hukumnya harus berupaya semaksimal mungkin memberantas jaringan dan menangkap para pelaku calo yang bergerak di bidang kejahatan perdagangan manusia, khususnya child trafficking tesebut. Kalau calo atau pelaku human trafficking, maka jaringan child trafficking akan dengan mudah pula diatasi.
b. Pemerintah dalam menangani masalah ini harus bekerjasama dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), khususnya dalam melakukan sosialisasi penguatan pemahaman masyarakat kecil mengenai tindak kejahatan child trafficking agar mereka tidak lagi mudah terpedaya oleh bujukan dan tipudaya para calo seperti yang telah dikemukan sebelumnya. Kurangnya pemahaman dan pandangan masyarakat tentang trafficking menjadi pemicu terjadinya tindak kejahatan ini. Berangkat dari sini masyarakat bangsa harus segera dicerdaskan terutama anak-anak bangsa itu sendiri sehingga mereka tidak menjadi anak gembel yang pada akhirnya terjun di dunia hitam menjadi trafficker baru.
c. Pemerintah harus segera memberantas masalah kemiskinan sebagai faktor utama dari segala tindak kejahatan yang tidak manusiawi seperti child trafficking.
14 Mei 2007
1) Definisi dan Karakteristik Illegal Logging
Illegal Logging berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yang terdiri atas dua kata yaitu Illegal dan logging. Illegal dapat diartikan sebagai gelap, tidak sah, liar atau yang merupakan pelanggaran. Sedangkan logging berarti penebangan atau pemotongan. Jadi illegal logging berdasarkan etimologisnya adalah penebangan liar atau penebangan yang dilakukan tanpa izin dari pihak yang memiliki otoritas atas kepemilikan hutan atau pohon tersebut dalam hal ini pemerintah. Sedangkan definisi illegal logging secara terminologi adalah segala bentuk kegiatan penebangan hutan, pengangkutan dan penjualan kayu yang dilakukan secara tidak sah atau tidak memiliki izin dari pemerintah menurut aturan hukum dan perundang – undangan yang berlaku di sebuah negara, termasuk Indonesia. Jadi, kegiatan illegal logging tidak hanya ditujukan pada kegiatan penebangan atau pembalakan liar tetapi juga menyangkut proses pengangkutan atau pemindahan kayu dari satu lokasi ke lokasi lain yang dilakukan secara tidak sah, gelap atau tidak memilki perizinan yang jelas. Begitupula dalam proses penjualan atau transkasi kayu dari pelaku logging ( masyarakat biasa ) kepada distributor lalu ke cukong atau pemilik modal yang kemudian dikapalkan keluar negeri yang berlangsung secara illegal/tidak sah juga termasuk dalam kejahatan illegal logging.
Dari hal – hal tersebut di atas, kita dapat menarik atau menjelaskan beberapa karakteristik dari kejahatan illegal logging ini, yaitu :
a. Pelaku logging atau penebangan liar umumnya adalah masyarakat setempat yang tidak tahu dan menjadikan logging sebagai sumber penghasilan utama. Logging kemudian dianggap wajar oleh masyarakat setempat sebagai aktivitas ekonomi masyarakat lokal.
b. Ada distributor yang menadah dan membeli hasil penebangan yang dilakukan masyarakat setempat. Kelompok ini adalah orang yang memiliki modal pribadi yang cukup untuk berbisnis kayu dengan para agen atau cukong, pemilik modal besar yang memasarkan kayu hasil logging tersebut ke luar negeri. Ada juga distributor yang memang telah direkrut dan dipercayakan oleh cukong untuk mengurus pembelian dan pengangkutan kayu dari lokasi tempat pembalakan ke tempat penampungan cukong tersebut. sehingga modal yang dimiliki oleh distributor ini berasal dari cukong sendiri ( bukan bisnis pribadi ).
c. Ada Pengumpul kayu utama yang memiliki modal besar (cukong) baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Merekalah yang membeli hasil penebangan hutan dari distributor tadi. Dalam menjalankan usahanya, para cukong ini biasanya tidak dibekali surat perizinan usaha yang jelas. Walaupun ada, izin usaha itu disalahgunakan. Mereka inilah yang kemudian memasarkan kayu hasil logging tersebut ke dalam maupun ke luar negeri dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pembelian sebelumnya.
2) Contoh Kasus Illegal Logging, Analisis dan Solusinya
Illegal logging adalah kejahatan yang saat ini menjadi masalah di negara – negara dunia ketiga yang memiliki areal hutan yang luas seperti Brazil, Zaire, Papua Nugini, dan Indonesia. Di Indonesia kegiatan Illegal logging ini terjadi hampir di setiap wilayah, dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Kalimantan dan Papua menjadi wilayah yang terbesar praktek illegal logging yang telah menjadi aktivitas rutin masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sebagai dampak kemiskinan dan keterpurukan ekonomi yang mendera masyarakat kecil negeri ini.
Hal yang paling paling menyedihkan adalah bahwa pelaku illegal logging itu sendiri di-back up oleh aparat keamanan yang seharusnya menjadi pilar utama pemberantasan praktik illegal logging.
Majalah Tempo edisi awal Januari 2007 memberitakan bahwa sekitar 16 juta hektare hutan di kalimantan berada dalam kondisi kritis akibat illegal logging, penambangan dan kebakaran hutan. Di Kalimantan Selatan kerusakannya mencapai 560 ribu hektare, Kalimantan Barat sekitar 5,1 juta hektare sedangkan di Kalimantan Timur hutan mengalami kerusakan sebanyak 6,3 juta hektare. Departemen kehutanan Indonesia memiliki data kerusakan hutan yang dibagi dalam 3 periode yakni periode 1985 – 1997 dengan tingkat kerusakan hutan 1,87 hektare/tahun, tahun 1997-2000 dengan tingkat kerusakan 2,83 juta/hektare dan tahun 2000 – 2005 dengan tingkat kerusakan 1,188 juta hektare. Sebagai akibat dari illegal logging, Pemerintah Indonesia mengalami kerugian pululan trilliun rupiah setiap tahunnya.
Penanganan masalah ilegal logging tidaklah semudah seperti penanganan kejahatan sosial lainnya. Masalah illegal logging harusditangani dengan penuh keseriusan. Adapun beberapa solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi masalah praktik ilegal logging ini, di antaranya :
a. Penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal yang menjadi pelaku praktek illegal logging. Selama ini illegal logging telah menjadi mata pencaharian alternative bagi masyarakat ketika pekerjaan sebagai wirausaha maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak tersedia. Alasan kemiskinan dan keterpurukan ekonomi menjadi hal yang paling mendasar sehigga masyarakat terpaksa melakukan illegal logging. Masyarakat sebenarnya tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu ilegal, mereka hanya dimanfaatkan oleh para cukong kayu untuk melakukan pembalakan liar dengan berbagai janji kesejahteraan.
b. Sosialisasi peraturan atau Undang – Undang yang mengatur mengenai usaha pengelolaan hutan, dan ancaman hukuman bagi kegiatan dan pelaku illegal logging. Dalam hal ini, Pemerintah dengan bekerjasama dengan berbagai lembaga terkait harus memberikan pendidikan atau pemahaman mengenai hal tersebut kepada masyarakat lokal dan dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh praktek illegal logging tersebut. Kurangnya pemahaman tentang dampak illegal logging ini mendorong masyarakat kecil ( lokal ) melakukan penebangan hutan secara liar.
c. Pemerintah harus serius dalam upaya penegakan hukum untuk mengusut dan memberantas para cukong yang terlibat dan bergerak dalam bisnis illegal logging. Para cukong inilah sumber dari berbagai praktik illegal logging karena mereka yang menghasut masyarakat lokal untuk membalak yang kemudian menampung hasil usaha pembalakan liar tersebut. Artinya ketika para cukong telah berhasil diberantas maka praktek pembalakan hutan oleh masyarakat akan teratasi secara langsung, karena kayu hasil balakan liar tersebut akan sulit dijual karena tidak ada penampung.
d. Penegak hukum atau pihak berwenang yang menangani masalah perlindungan hutan seperti dinas kehutanan harus terjun langsung ke lapangan mengawasi dan melindungi lokasi hutan dari praktek pembalakan liar. Mereka juga harus dibersikan dari segala bentuk praktek KKN.
B. CHILD TRAFFICKING
1) Definisi dan Karakteristik Child Trafficking
Kata Child trafficking diserap dari Bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu child yang berarti anak. sedangkan trafficking berarti perdagangan. Jadi, child trafficking secara etimologis berarti perdagangan atau penjualan anak.
Sedangkan pengertian child trafficking secara terminology dapat dikatakan sebagai segala kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung dan memperdagangkan anak/anak-anak dalam konteks domestik maupun global untuk tujuan eksploitasi tenaga kerja, seksual, pornoaksi / pornografi yang dilakukan dengan cara menipu, mempedaya, memaksa, menculik dan mengancan si korban atau memanfaatkan kepolosan, ketidaktahuan, dan ketidakberdayaan mereka akibat desakan / cekikan ekonomi keluarga yang kuat sehingga orang tua korban bersedia dan merelakan anaknya menjadi korban eksploitasi.
Ada beberapa karakteristik yang dapat kita identifikasi dari kejahatan child trafficking ini, antara lain :
a. Korbannya adalah anak – anak yang belum berusia 19 tahun.
b. Adanya calo yang kemudian menjadi penampung, pengirim, dan pemindah ke daerah lain baik dalam ruang lingkup demostik maupun global (luar negeri) yang menjadi wilayah atau lokasi aktivitas eksplotasi anak-anak.
c. Ada pelaku yang menjadi penampung para korban child trafficking setelah dibeli dari calo untuk kemudian dipekerjakan dengan gaji yang rendah, atau bahkan tidak digaji.
d. Pekerjaan yang dilakukan oleh korban child trafficking ini biasanya sangat eksploitatif sifatnya, misalnya buruh dengan jam kerja yang tidak jelas, eksploitasi seksual sebagai pelacur, pengemis, dan pengedar narkoba.
e. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya child trafficking ini, diantaranya adalah faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan para korban yang rendah, keuntungan yang besar dari usaha gelap child trafficking, dan hukuman yang ringan bagi pelaku jika dibandingkan dengan apa yang dilakukannya.
2) Contoh Kasus Child Trafficking, Analisis dan Solusinya
Berdasarkan berita di Koran Kompas, di dalam data yayasan anak ditemukan 200 anak yang dijual untuk dilacurkan di Solo dan sekitarnya selama 1999-2005. Sementara itu catatan Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Universitas Sebelas Maret (USM),menyebutkan sedikitnya 117 anak menjadi korban eksploitasi seksual di Kota Solo akhir tahun 2004 lalu. Contoh kasus ini hanya bagian terkecil catatan hitam anak negeri ini yang menjadi korban child trafficking. Hal ini pada dasarnya adalah dampak dari kemiskinan yang menimpa keluarga korban sehingga kondisi kerentananaya dimanfaatkan oleh pihak calo yang kemudian membujuk an memperdagangkan mereka. Calo – calo ini tidak hanya memperdagangkan anak kecil namun merangkap memperdagangkan perempuan dewasa (women trafficking) untuk dijadikan pembantu rumah tangga atau tenaga kerja murahan bahkan dieksplotasi untuk tujuan seksual di negara lain seperti Malaysia, Taiwan, Inggris, dan lain - lain. Hal lain yang memicu maraknya kegiatan ini adalah tingginya jumlah anak yang mengalami drop-out dari sekolah dasar dan menengah pertama akibat tingginya biaya pendidikan sekolah yang diberlakukan di sekolah. Dari sinilah ada kecenderungan para orang tua untuk tidak mau lagi menyekolahkan anak-anaknya. Karena untuk makan saja mereka kesulitan apalagi membiayai sekolah anaknya dengan biaya yang mahal. Kurangnya pemahaman dan pendidikan rendah yang dimiliki orangtua anak menjadi sebab lain terjadinya fenomena sosial ini.
Untuk mengatasi praktik child trafficking ini, ada beberapa solusi yang bisa kita lakukan, yaitu :
.a. Pemerintah melalui aparat penegak hukumnya harus berupaya semaksimal mungkin memberantas jaringan dan menangkap para pelaku calo yang bergerak di bidang kejahatan perdagangan manusia, khususnya child trafficking tesebut. Kalau calo atau pelaku human trafficking, maka jaringan child trafficking akan dengan mudah pula diatasi.
b. Pemerintah dalam menangani masalah ini harus bekerjasama dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), khususnya dalam melakukan sosialisasi penguatan pemahaman masyarakat kecil mengenai tindak kejahatan child trafficking agar mereka tidak lagi mudah terpedaya oleh bujukan dan tipudaya para calo seperti yang telah dikemukan sebelumnya. Kurangnya pemahaman dan pandangan masyarakat tentang trafficking menjadi pemicu terjadinya tindak kejahatan ini. Berangkat dari sini masyarakat bangsa harus segera dicerdaskan terutama anak-anak bangsa itu sendiri sehingga mereka tidak menjadi anak gembel yang pada akhirnya terjun di dunia hitam menjadi trafficker baru.
c. Pemerintah harus segera memberantas masalah kemiskinan sebagai faktor utama dari segala tindak kejahatan yang tidak manusiawi seperti child trafficking.
14 Mei 2007
Sistem Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat
1. Apa itu Konstitusi Amerika Serikat?
Konstitusi Amerika Serikat adalah konstitusi tertulis pertama di dunia dan masih berlaku sampai sekarang. Konstitusi ini sudah berusia lebih dari 200 tahun sejak pertama kalinya dibuat. Konstitusi menjadi dasar yang utama dalam sistem politik dan pemerintahan AS, dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur jalannya pemerintahan. Konstitusi ini memberikan gambaran tentang bentuk kekuasaan kongress Amerika serikat, Presiden, dan lembaga peradilan federal yang berlaku di Amerika Serikat. Dengan demikian akan terlihat adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan yang jelas, yang berlaku dalam sistem pemerintahan Amerika Serikat sebagai negara Federal. Konstitusi akan memberikan jaminan yang pasti bahwa dalam sistem pemerintahan nantinya, pemerintah pusat atau pemerintah federal, tidak akan mendominasi pemerintahan atau kekuasaan negara bagian karena konstitusi telah membatasi kewenangan pemerintah federal terhadap negara bagian sehingga dalam pemerintahan Amerika Serikat tidak ada kekuasaan yang absolut.
2. Apa yang Anda Ketahui tentang Sejarah Amerika Serikat?
Amerika Serikat adalah sebuah negara yang pada awalnya hanya merupakan wilayah koloni negara – negara Eropa yang dihuni oleh imigran – imigran dari berbagai negara. Keberadaan mereka di tanah Amerika tidak lain karena kebutuhan mereka akan kebebasan yang lebih luas dalam berekspresi, berpendapat, berpolitik, berusaha, dan sebagainya.
Revolusi Amerika yang terjadi selama abada XVI menberikan pengaruh yang sangat besar bagi perubahan perpolitikan dunia, khususnya mengenai masalah imperialisme dan kolonialisme. Revolusi Amerika menumbuhkan kesadaran dan nasionalisme bangsa – bangsa di dunia akan hak setiap bangsa untuk merdeka dan terlepas dari belenggu penjajahan.
Tanngal 2 juli 1776 menjadi tonggak sejarah lahirnya sebuah negara baru yang dalam sejarahnya sampai sekarang menjadi salah satu negara dengan kekuatan yang sangat besar. Dalam perjalanan panjang sejarah bangsa ini, ada banyak hal, masalah, hambatan dan tantangan yang telah dilaluinya. Dari revolusi, perang terhadap kaum Indian, perbudakan, perang saudara, great depression, perang dunia, perang dingin, sampai sekarang isu perang melawan terorisme telah dan akan terus mewarnai perjalanan panjang sejarah bangsa Amerika.
3. Apa yang Anda Peroleh dari Film Vote For Me?
Vote For Me adalah sebuah film dokumemter yang mencoba mengggambarkan mengenai proses percatuan politik AS dalam pemilihan anggota kongres khususnya kampanye-kampanye yang dijalankan oleh para calon kandidat anggota kongres Amerika Serikat. Film ini sangat menggambarkan demokrasi yang sedang berlaku dan bahwa AS adalah negara yang menhormati kesetaraan gender. Dari proses kampanye dan perpolitikan yang tergambar di film ini menunjukkan bahwa AS adalah negara yang memiliki konstelasi politik demostik yang kondusif, damai, jujur , dan adil dalam menjalankan proses pemilihan umum (Pemilu).
Akan tetapi sama dengan proses kampanye di negara – negara lain yang merasa menjadi negara demokratis, kondisi di Amerika Serikatpun begitu. Setiap celah yang ada dimanfaatkan untuk kampanye. Dari jalanan, pasar, sampai perguruan tinggi dijadikan sebagai panggung kampanye bagi setiap kandidat. Begitupula isu – isu lokal maupun internasional menjadi wacana yang tidak populis lagi dalam setiap kampanye.
4. Jelaskan tentang Kepresidenan Amerika Serikat?
Amerika Serikat (AS) adalah negara federal yang menerapkan sistem kepemimpinan presidensil, sebagai bentuk pemerintahan federal. Sehingga kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah presiden. Dalam konstitusi AS, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh seluruh warga negara dengan masa jabatan yang berlangsung selama empat tahun, dan hanya boleh menjabat selama dua periode. Hal ini sesuai dengan konstitusi AS yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh seluruh warga negara AS. Disamping itu calon presiden yang terpilih adalah warga negara Amerika serikat, sekurang-kurangnya calon presiden telah berdomisili di AS selama 15 tahun. Fungsi dan tanggung jawab jabatan presiden dan wakil presiden telah diatur dalam konstitusi sebagai lembaga tinggi eksekutif., dan panglima tertinnggi angkatan bersenjata. Pembagian kekuasaan kepresidenan, kongres (senat dan DPR) dan lembaga peradilan (yudikatif) telah diatur dan dijelaskan secara rinci dalam konstitusi, (Undang - Undang Dasar) AS sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dan crossline dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat publik.
29 Maret 2007
(Tugas Pengganti Mid-Test Sistem Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat)
Konstitusi Amerika Serikat adalah konstitusi tertulis pertama di dunia dan masih berlaku sampai sekarang. Konstitusi ini sudah berusia lebih dari 200 tahun sejak pertama kalinya dibuat. Konstitusi menjadi dasar yang utama dalam sistem politik dan pemerintahan AS, dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur jalannya pemerintahan. Konstitusi ini memberikan gambaran tentang bentuk kekuasaan kongress Amerika serikat, Presiden, dan lembaga peradilan federal yang berlaku di Amerika Serikat. Dengan demikian akan terlihat adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan yang jelas, yang berlaku dalam sistem pemerintahan Amerika Serikat sebagai negara Federal. Konstitusi akan memberikan jaminan yang pasti bahwa dalam sistem pemerintahan nantinya, pemerintah pusat atau pemerintah federal, tidak akan mendominasi pemerintahan atau kekuasaan negara bagian karena konstitusi telah membatasi kewenangan pemerintah federal terhadap negara bagian sehingga dalam pemerintahan Amerika Serikat tidak ada kekuasaan yang absolut.
2. Apa yang Anda Ketahui tentang Sejarah Amerika Serikat?
Amerika Serikat adalah sebuah negara yang pada awalnya hanya merupakan wilayah koloni negara – negara Eropa yang dihuni oleh imigran – imigran dari berbagai negara. Keberadaan mereka di tanah Amerika tidak lain karena kebutuhan mereka akan kebebasan yang lebih luas dalam berekspresi, berpendapat, berpolitik, berusaha, dan sebagainya.
Revolusi Amerika yang terjadi selama abada XVI menberikan pengaruh yang sangat besar bagi perubahan perpolitikan dunia, khususnya mengenai masalah imperialisme dan kolonialisme. Revolusi Amerika menumbuhkan kesadaran dan nasionalisme bangsa – bangsa di dunia akan hak setiap bangsa untuk merdeka dan terlepas dari belenggu penjajahan.
Tanngal 2 juli 1776 menjadi tonggak sejarah lahirnya sebuah negara baru yang dalam sejarahnya sampai sekarang menjadi salah satu negara dengan kekuatan yang sangat besar. Dalam perjalanan panjang sejarah bangsa ini, ada banyak hal, masalah, hambatan dan tantangan yang telah dilaluinya. Dari revolusi, perang terhadap kaum Indian, perbudakan, perang saudara, great depression, perang dunia, perang dingin, sampai sekarang isu perang melawan terorisme telah dan akan terus mewarnai perjalanan panjang sejarah bangsa Amerika.
3. Apa yang Anda Peroleh dari Film Vote For Me?
Vote For Me adalah sebuah film dokumemter yang mencoba mengggambarkan mengenai proses percatuan politik AS dalam pemilihan anggota kongres khususnya kampanye-kampanye yang dijalankan oleh para calon kandidat anggota kongres Amerika Serikat. Film ini sangat menggambarkan demokrasi yang sedang berlaku dan bahwa AS adalah negara yang menhormati kesetaraan gender. Dari proses kampanye dan perpolitikan yang tergambar di film ini menunjukkan bahwa AS adalah negara yang memiliki konstelasi politik demostik yang kondusif, damai, jujur , dan adil dalam menjalankan proses pemilihan umum (Pemilu).
Akan tetapi sama dengan proses kampanye di negara – negara lain yang merasa menjadi negara demokratis, kondisi di Amerika Serikatpun begitu. Setiap celah yang ada dimanfaatkan untuk kampanye. Dari jalanan, pasar, sampai perguruan tinggi dijadikan sebagai panggung kampanye bagi setiap kandidat. Begitupula isu – isu lokal maupun internasional menjadi wacana yang tidak populis lagi dalam setiap kampanye.
4. Jelaskan tentang Kepresidenan Amerika Serikat?
Amerika Serikat (AS) adalah negara federal yang menerapkan sistem kepemimpinan presidensil, sebagai bentuk pemerintahan federal. Sehingga kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah presiden. Dalam konstitusi AS, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh seluruh warga negara dengan masa jabatan yang berlangsung selama empat tahun, dan hanya boleh menjabat selama dua periode. Hal ini sesuai dengan konstitusi AS yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh seluruh warga negara AS. Disamping itu calon presiden yang terpilih adalah warga negara Amerika serikat, sekurang-kurangnya calon presiden telah berdomisili di AS selama 15 tahun. Fungsi dan tanggung jawab jabatan presiden dan wakil presiden telah diatur dalam konstitusi sebagai lembaga tinggi eksekutif., dan panglima tertinnggi angkatan bersenjata. Pembagian kekuasaan kepresidenan, kongres (senat dan DPR) dan lembaga peradilan (yudikatif) telah diatur dan dijelaskan secara rinci dalam konstitusi, (Undang - Undang Dasar) AS sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dan crossline dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat publik.
29 Maret 2007
(Tugas Pengganti Mid-Test Sistem Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat)
Analisa Sistem Politik Indonesia Pasca-Orde Baru
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memberi harapan baru kepada seluruh elemen masdyarakat Indonesia akan terciptanya kehidupan yang lebih baik dalam segala hal. Pada zaman Orde Baru, represifitas Pemerintah pada waktu itu menciptakan masalah - masalah seperti diskriminasi rasial terhadap etnis tertentu (dalam beberapa hal), perlakuan tidak adil bagi orang – orang (dan keluarganya) yang diduga terlibat dalam jaringan PKI, intervensi, pengekangan kebebasan dan hak berpolitik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, mengemukakan pendapat, dan sebagainya.
Hadirnya Reformasi kemudian seakan menunjukkan sebuah jalan terang yang meluluhkan semua bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi, pengekangan kebebasan,dan sebagainya yang sempat terjadi selama masa Orde Baru. Reformasi memberikan mimpi dan harapan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang jauh lebih demokratis, di mana kesejahteraan rakyat menjadi spiritnya. Jaminan terhadap adanya kebebasan – kebebasan yang sebelumnya dikekang kemudian memberi peluang – peluang bagi terwujudnya suatu tatanan baru dalam masyarakat Indonesia.
Pergeseran penafsiran makna demokrasi dan kebebasan berpolitik kemudian terjadi di dalam masyarakat Indonesia, begitu pula dalam hal manifestasi dan implementasinya. Kondisi yang terjadi di Indonesia kemudian adalah bertumbuh jamurnya berbagai partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda, khususnya pasca jatuhnya Orde Baru. Hal ini tentunya adalah konsekuensi dari adanya jaminan akan kebebasan dan hak berpolitik serta demokrasi yang dijanjikan oleh reformasi.
Yang menjadi masalah kemudian adalah partai – partai politik ini lebih sibuk mengaspirasikan kepentingan mereka sendiri dan melupakan apa yang menjadi aspirasi rakyat. Mereka sibuk berebut dan membagi – bagi kekuasaan kemudian melupakan substansi tujuan dari kekuasaan (politik) yaitu pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Berbagai kekhawatiran kemudian muncul dari kondisi perpolitikan seperti ini di masa yang akan datang. Begitupula dengan dampak yang akan ditimbulkan jika kondisi kondisi seperti ini terus terjadi, baik itu bagi lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran proses demokrasi dan kebebasan berpolitik dalam Sistem Politik Indonesia pasca jatuhnya Rezim Orde Baru (Masa Reformasi) ?
2. Bagaimana analisis proses demokrasi dan kebebasan berpolitik dalam Sistem Politik Indonesia di masa yang akan datang ?
3. Konsekuensi apa yang akan diakibatkan dari kondisi berdasarkan analisis tersebut di masa yang akan datang ?
C. Kerangka Konsep
Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana setiap elemen masyarakat diberi kesempatan untuk turut berperan aktif dalam menentukan dan mengawasi jalannya pemerintahan di suatu negara. Hal ini tidak lepas dari tujuan dari pemerintahan tersebut yakni untuk kesejahteraan rakyat dari elemen manapun di dalam masyarakat negara tersebut. Karena hal tersebut, maka wajar jika setiap pihak merasa memiliki hak untuk beraspirasi kepada pemerintah, bahkan merasa memiliki hak untuk menjadi pemerintah itu sendiri. Karena memang demokrasi memberikan jaminan (kebebasan) berpolitik bagi setiap warga negara.
Di Indonesia, pluralitas masyarakatnya ikut mepengaruhi proses demokrasi ini. Kebebasan berpolitik yang dijamin memberi peluang bagi berkembangnya ratusan partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda pula di negara ini. Kondisi ini tentunya bisa melahirkan benturan – benturan kepentingan di antara mereka, akan tetapi kondisi ini bisa juga membantu kita dalam mengatasi berbagai masalah (krisis) multidimensi di negara ini mengingat banyaknya pandangan dan solusi yang bisa ditawarkan oleh setiap kelompok maupun partai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Demokrasi dan Kebebasan Berpolitik
Suatu negara demokrasi haruslah selalu berusaha dan menetapkan berbagai aturan maupun kebijakan – kebijakan yang dapat menunjang langgengnya proses demokrasi di negara tersebut. Penghapusan segala bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi dan pengekangan kebebasan termasuk hal – hal yang dapat menunjang proses demokrasi di suatu negara. Kondisi seperti ini dapat kita lihat di negara – negara yang sudah mapan dan stabil jalan dan proses demokrasi sistem pemerintahannya, seperti Amerika serikat dan negara – negara Eropa Barat.
Pengekangan terhadap kebebasan, seperti kebebasan berpendapat, berorganisasi, atau bahkan kebebasan berpolitik akan mematikan jalannya proses demokrasi di sebuah negara. Bagaimana tidak, dengan pengekangan tersebut pemerintah (penguasa) dapat dengan seenaknya membuat dan menetapkan aturan maupun kebijakan yang sepihak dengan hanya berdasarkan pada kepentingan pribadi maupun golongan (elit) yang sedang berkuasa. Larangan berpendapat maupun berorganisasi yang anti atau kontra terhadap sistem politik pemerintah yang sedang berkuasa membuat fungsi artikulasi dan agregasi dari suatu sistem politik mengalami kelumpuhan. Dengan sendirinya, kebijakan maupun aturan yang dibuat bisa sangat sepihak tanpa melihat kondisi real masyarakat, apalagi mendengarkan apa yang menjadi aspirasi mereka.
Kondisi seperti yang tergambar di atas pernah terjadi di Indonesia selama tiga puluh dua tahun pemerintahan rezim Orde Baru (1966 - 1998). Matinya demokrasi pada masa itu, dapat dilihat dari bagaimana represifitas pemerintah, khususnya dalam menekan berbagai tuntutan, baik yang datang dari individu maupun kelompok yang tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hariman Siregar menggambarkan kondisi tersebut sebagi beikut :
“di dalam sistem ini, negara (melalui birokrasi negara sipil maupun militer) mengendalikan segalanya (bureaucratic authoritarian state). Masyarakat kemudian diatur dalam kelompok – kelompok fungsional yang tak bersaing satu sama lain. Pertentangan kelas dianggap tidak ada. Di sini pernyataan spontan kepentingan ditiadakan. Semuanya harus melalui saluran yang ditentukan. Lalu diciptakan lembaga – lembaga dalam jumlah terbatas, umumnya berupa perhimpunan masyarakat yang menyuarakan suatu jenis fungsi dan kepentingan, tetapi yang pemimpinnya direstui oleh pemerintah.” (Hariman Siregar, Gerakan Mahasiswa: Pilar Ke-5 Demokrasi, Teplok Press, Jakarta, 2003, h. 42.)
Ternyata represifitas suatu pemerintahan seperti apa yang pernah terjadi di Indonesia tidak memberi peluang bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam kehidupan bernegara. Maka tidak heran jika kemudian muncul tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Intinya adalah tuntutan untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, mengembalikan hak – hak sipil dan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat.
Seakan sudah menjadi keharusan bahwa apabila suatu negara ingin menegakkan demokrasi, maka negara tersebut haruslah lebih dahulu mengembalikan basic dari demokrasi itu sendiri, yaitu kebebasan dan hak politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sehingga nantinya feed back akan terjadi dan berjalan secara dinamis di dalam sistem politik negara tersebut. Suatu kebijakan ataupun aturan yang dibuat oleh pemerintah akan direspon oleh masyarakat dalam bentuk tekanan dukungan maupun tuntutan. Respon ini kemudian akan dipertimbangkan untuk menjadi input yang akan diproses untuk menghasilkan kebijakan baru yang lebih baik dan lebih memihak.
B. Proses Demokrasi dan Kebebasan Politik Pasca jatuhnya Rezim Orde Baru di Indonesia
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa represifitas suatu pemerintahan akan mendorong lahirnya tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 1998, represifitas pemerintahan rezim Orde Baru yang dirasakan oleh masyarakat telah mencapai titik klimaksnya. Kondisi ini diperparah oleh ketidakmampuan Pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara yang sempat rubuh akibat badai krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, dan berbagai krisis multidimensional lainnya yang kalau dikaji lebih dalam masih merupakan rangkaian akibat dari represifitas pemerintahan rezim Orde Baru.
Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 setelah sehari sebelumnya terjadi gelombang demonstrasi besar – besaran yang menuntutnya mundur. Ini tentunya menandai runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru dan dimulainya suatu masa yang disebut Reformasi. Hadirnya Reformasi kemudian diikuti oleh berbagai konsekuensi, baik itu yang positif maupun yang negatif. Akan tetapi hal yang lebih penting adalah represifitas pemerintah sudah dapat dikurangi, hak dan kebebasan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sudah dikembalikan, dan yang lebih penting lagi adalah proses demokrasi yang kembali tumbuh dan berjalan.
Berbagai konsekuensi turunan juga kemudian timbul mengikuti konsekuensi – konsekuensi tadi dalam arus reformasi di Indonesia. Adanya jaminan hak dan kebebasan masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat kemudian menjadi alat untuk melegitimasi lahirnya berbagai lembaga, buku-buku, aksi-aksi unjuk rasa, dan sebagainya . Partai politik pun tumbuh subur di Indonesia, bahkan dengan berbagai basis ideologi dan varian yang berbeda. Hal yang tentu bertolak belakang dengan asas tunggal yang diterapkan selama masa pemerintahan rezim Orde Baru yang otoriter.
“partai politik, terutama setelah tumbangnya era Orde Baru, tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Pada Pemilu 1999 ratusan partai politik didirikan, tapi yang boleh ikut Pemilu hanya 48 partai. Pada Pemilu 2004 ini, juga bermunculan ratusan partai politik, tapi yang lolos verifikasi hanya 24 partai, separuh dari tahun 1999. Realitas ini menandakan bahwa nafsu dan feeling berpolitik bangsa Indonesia sangat tinggi.”(Idris Thaha, Pergulatan Partai Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2004, h. vi.)
Pengekangan terhadap demokrasi dan kebebasan politik masyarakat Indonesia oleh penguasa selama masa Orde Baru benar – benar membuat masyarakat depresi. Seiring dengan lahirnya Reformasi, rasa depresi itupun dilampiaskan dengan mendirikan berbagai macam partai politik dan lembaga lainnya untuk membawa dan menyampaikan aspirasi dan kepentingan mereka. Perkembangan partai politik ini menunjukkan bahwa kebebasan berpolitik telah kembali mendapatkan jaminan untuk hidup di Indonesia. Ini pulalah yang diharapkan akan mengawal proses demokrasi di Indonesia.
Kembalinya sistem multipartai dalam Pemilu di Indonesia mengingatkan kita pada Pemilu 1955, di mana juga terdapat banyak partai dan melahirkan empat partai besar dengan basis ideologi yang berbeda sebagai pemenang. Akibatnya adalah benturan kepentingan di mana setiap kelompok saling berdebat di DPR hanya untuk bagaimana agar pandangan dan pendapat merekalah yang didengar dan diterapkan. Akibatnya adalah mereka melupakan bahwa mereka ada dan dipilih oleh rakyat untuk duduk di DPR sebagai perwakilan dari rakyat untuk bersama pemerintah mencari solusi terhadap terhadap berbagai masalah bangsa.
Sejarah ternyata kembali berulang. Setelah dua kali Pemilu pasca Orde Baru, yaitu pada tahun 1999 dan 2004, kondisi yang hampir sama dengan kondisi DPR pada tahun 1955 kembali terjadi. Para anggota DPR yang mewakili fraksinya masing–masing disibukkan berdebat dengan membawa kepentingan partai dan golongannya sendiri – sendiri pada setiap sidang tahunan. Nyaris tidak pernah terdengar suatu langkah penyelesaian yang disepakati oleh para wakil rakyat mengenai masalah – masalah bangsa yang paling krusial, seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Perdebatan itupun kemudian tidak melahirkan hasil apapun selain dana miliaran rupiah yang dihabiskan untuk perdebatan tersebut. Maka tidak heran jika mantan Presiden Abdurrahman Wahid sempat menyebut ruang DPR lebih mirip sebagai “Taman Kanak – Kanak” daripada sebuah lembaga perwakilan rakyat.
Fenomena lain yang terjadi adalah kesibukan partai – partai tersebut untuk mencari “kawan” dan membentuk koalisi dalam menghadapi Pemilihan Presiden. Ujung - ujungnya, yang terjadi tentulah bagi – bagi kekuasaan dalam kursi kabinet di antara koalisi tersebut jika pihak mereka menang. Yang pasti adalah perdebatan setiap kelompok atau partai adalah bagaimana mempermudah akses partai dan kelompoknya menuju kekuasaan dan menghambat lawan menuju ke kekuasaaan tersebut. Kita bisa melihat ini pada perdebatan soal masalah persyaratan calon Presiden RI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres).
Suatu kemajuan lain dalam proses demokrasi telah terjadi di Indonesia yaitu pelaksanaan pemilihan Kepala Negara dan Wakilnya secara langsung oleh rakyat Indonesia. Setelah Pemilu 2004, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menyusul kemudian pada tahun 2005. Nilai positif yang dapat diambil dari proses ini adalah rakyat Indonesia sudah dilibatkan lebih dalam penentuan tokoh yang tepat untuk mengatur dan mengurusi bangsa, negara, dan berbagai permasalahan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, berarti rakyat Indonesia memegang suatu tanggung jawab moral atas apa dan siapa yang telah mereka pilih untuk memimpin, mengatur dan mengurusi negara ini.
Akan tetapi, sebuah sandungan dalam proses demokrasi Indonesia kembali muncul dengan adanya aturan bahwa Presiden yang telah terpilih dalam pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia tidak dapat dijatuhkan oleh tekanan apapun, kecuali jika masa jabatannya telah berakhir. Kekhawatiran berbagai pihak kemudian muncul dari adanya aturan seperti ini. Kekhawatirannya adalah adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden yang terpilih nantinya. Aturan tersebut seakan menjadi alat legitimasi bahwa semua kebijakan yang diambil oleh Pemerintah adalah benar, walaupun kebijakan itu tidak sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Indonesia karena ketidakberpihakannya. Jadi, apapun kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sampai pada tahun 2010 nanti harus diterima dan dijalankan, walaupun dalam keadaaan terpaksa. Tuntutan apapun tidak akan mampu menggoyahkan sikap Pemerintah, apalagi tuntutan untuk mundur bagi Presiden.
Kemenangan Susilo Bambang Yudoyono dalam Pemilihan Presiden tahun 2005 kemudian menambah parah kekhawatiran rakyat. Apalagi latar belakang Presiden Yudoyono adalah dari kalangan militer. Ini seakan mengindikasikan akan kembali berkuasanya rezim militer di Indonesia.
Kondisi ini tentunya diperparah oleh tidak befungsinya secara maksimal peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mengimbangi peran Pemerintah. Berbagai Rancangan Undang – Undang (RUU) dan aturan yang diusulkan oleh Presiden begitu mudahnya diloloskan di DPR. Hal ini tentu tidak lepas dari kuatnya basis dukungan terhadap Pemerintah di DPR. Setidaknya ada lima fraksi besar di DPR yang menjadi penyokong utama Pemerintah. Kondisi ini hampir mirip dengan kondisi di zaman Orde Baru, di mana Pemerintah mencengkeram habis DPR. Pemerintahan Presiden Yudoyono memang tidak serepresif Pemerintah Orde Baru, akan tetapi kuatnya basis dukungan terhadap pemerintahannya di DPR membuatnya sedikit otoriter dalam memerintah.
Kondisi – kondisi seperti ini yang tentulah harus dicarikan solusi jika kita tidak ingin jalan dan proses demokrasi mengalami hambatan di Indonesia. Setidaknya aturan yang dipermasalahkan oleh banyak pihak tersebut haruslah direvisi dan dibuatkan suatu aturan baru yang lebih menjanjikan kelangsungan dari jalan dan proses demokrasi di Indonesia.
C. Masa Depan Proses Demokrasi dan Kebebasan Politik Dalam Sistem Politik di Indonesia
Kondisi perpolitikan di Indonesia yang sama dengan kondisi yang sekarang terjadi mungkin masih akan berlangsung sampai pada beberapa tahun yang akan datang, setidaknya hingga berlangsungya pesta demokrasi Pemilu 2009. Hal ini mengingat Indonesia masih sangat muda dan baru dalam hal manivestasi demokrasi. Perubahan – perubahan mungkin terjadi, akan tetapi tidak akan terjadi perubahan yang berpengaruh terlalu besar terhadap tatanan sistem politik yang akan dan sedang berlangsung.
Proses demokrasi di Indonesia sampai pada beberapa tahun yang akan datang belum akan menemukan bentuknya yang ideal. Hal ini tentulah disebabkan oleh belum adanya upaya penyatuan pandangan oleh para elit dalam menentukan format demokrasi yang ideal untuk diterapkan di Indonesia di masa sekarang.. Penataan – penataan terhadap sistem politik yang ambruk dan kacau balau pasca runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru juga seakan terabaikan. Berbagai aturan dan kebijakan baru yang dinilai represif dan mengekang kebebasan masyarakat malah dibuat, seiring dengan belum dicabutnya berbagai aturan dan Undang – Undang yang memasung demokrasi di masa lalu. Hal ini tentulah akan berdampak pada tehambatnya proses demokrasi di masa yang akan datang.
Kuatnya budaya pemerintahan yang dibangun salama tiga puluh dua tahun pemerintahan rezim Orde Baru akan sangat sulit untuk dihancurkan mengingat kuatnya basis pendukung tokoh – tokoh didikan Orde Baru di dalam masyarakat Indonesia. Budaya pemerintahan yang represif dan otoriter yang diwarisi dari masa Orde Baru masih akan tetap ada bersamaan dengan masih eksisnya Golkar yang pernah menjadi mesin penopang rezim Orde Baru di masa lalu. Begitupula dalam hal masih eksisnya tokoh – tokoh dan simpatisan Orde baru di masa lalu dalam percaturan politik Indonesia di masa yang akan datang akan memperkuat budaya politik warisan Orde Baru tersebut.
“sistem kekuasaan yang dibangun oleh Soeharto selama bertahun – tahun telah menjadi kultur baru dalam masyarakat yang sulit untuk dihancurkan. Tumbangnya Soeharto, tidak disertai oleh kehancuran total terhadap mesin – mesin penopangnya. Aparatus yang koersif (tentara) peninggalan Soehaerto tidak jatuh bersamaan dengan jatuhnya Soeharto.” (Gregorius Sahdan, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Pondok Edukasi, Bantul, 2004, h. 95-96.)
Di masa yang akan datang, Golkar yang dulunya adalah kendaraan penopang rezim Orde Baru diprediksi masih akan menjadi partai terbesar dalam parlemen setelah Pemilu 2009. Hal ini jika kita melihat fakta dalam Pemilu 2004 di mana Golkar ternyata masih memiliki taring dan tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara terbesar dalam Pemilu. Golkar diprediksi masih akan hadir dan berkompetisi dengan beberapa partai mapan lainnya, selain beberapa partai baru yang juga diprediksi berpeluang mengganjal langkah politik Golkar di DPR.
DPR dalam beberapa tahun ke depan mungkin masih akan sama dengan yang ada di masa sekarang. Setiap kelompok masih akan disibukkan dengan perdebatan – perdebatan alot di antara mereka yang membawa kepentingan partai semata. Perdebatan yang tentunya tetap tidak melahirkan solusi apapun bagi permasalahan yang sedang melanda bangsa ini.
Kondisi sistem politik yang seperti itu tentu menciptakan kekhawatiran bagi rakyat Indonesia mengenai kemampuan sistem tersebut menghasilkan suatu solusi bagi penyelesaian berbagai masalah di Indonesia. Hanya saja, kemajuan yang terjadi dalam kebebasan berpolitik di Indonesia tentu diharapkan dapat membantu bagi terwujudnya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan demokratis di masa yang akan datang.
Warna baru dalam proses demokrasi di Indonesia masa yang akan datang mungkin akan datang dari meningkatnya peran dari kelompok kepentingan. Perkembangan berbagai kelompok kepentingan, entah itu serikat – serikat pekerja, organisasi non-asosiasi, maupun Non-Governent Organisation (NGO) akan semakin pesat mengingat jaminan yang akan lebih terbuka bagi kebebasan berpolitk di Indonesia pada masa yang akan datang. Kelompok kepentingan inilah yang akan mengawal jalannya proses demokrasi di Indonesia dengan membawa dan mengaspirasikan kebutuhan – kebutuhan rakyat Indonesia akan kondisi demokrasi dan penghapusan ketidakadilan di Indonesia. Suara – suara lantang yang mereka dengungkan, baik dalam bentuk dukungan maupun tuntutan terhadap sistem politik yang ada, tentulah akan berpengaruh cukup besar dalam pembuatan dan perubahan kebijakan di Indonesia.
D. Dampak yang Akan Dirasakan Oleh Indonesia
Jika kondisi seperti yang digambarkan di atas terjadi itu tentulah akan berdampak bagi terhambatnya proses demokratisasi di negeri ini. Begitu pula dalam pembangunan dan perbaikan keadaan di beberapa bidang, khususnya bidang ekonomi akan ikut merasakan imbasnya. Masalah setidaknya muncul sebagai akibat tidak adanya formula kebijakan yang dihasilkan dan mampu memperbaiki kondisi dan tatanan bangunan perekonomian negara yang masih belum bisa bangkit sebagai buah dari krisis ekonomi tahun 1997.
Di bidang politik, khususnya dalam peran DPR yang masih belum mampu mengimbangi kekuatan eksekutif dalam sistem politik. DPR belum mampu untuk menjadi media penyampaian aspirasi dan keinginan rakyat Indonesia. Sebagai buah dari adanya jaminan kebebasan berpolitik, yang mengembalikan sistem multipartai di Indonesia, maka Indonesia seharusnya mampu membangun demokrasi dengan lebih rapi. Akan tetapi kenyataannya adalah partai – partai yang ada malah lebih sibuk untuk menyuarakan kepentingan mereka sendiri dan melupakan aspirasi dan keinginan rakyat. Kondisi ini diprediksi masih akan berlangsung sampai beberapa tahun yang akan datang. Implikasi dari kondisi seperti ini adalah rakyat merasa diabaikan dan tidak dipedulikan oleh Pemerintah. Akibatnya adalah rakyat kehilangan kepercayaan dan merasa dihianati oleh Pemerintah.
Lalu dampaknya terhadap lingkungan luar negeri adalah kesulitan Pemerintah untuk meyakinkan masyarakat Internasional akan kondusifnya situasi di Indonesia. Kondisi dan proses demokrasi di Indonesia yang masih labil dan belum menemukan bentuknya yang ideal tentu akan membuat nama Indonesia menjadi buruk di hadapan negara lain. Akan tetapi, komitmen Indonesia untuk melaksanakan demokrasi setidaknya mendapat penghargaan tersendiri dari berbagai negara, walaupun belum dalam bentuknya yang ideal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sejak awal masa Reformasi hingga sekarang, Indonesia masih sedang menata proses dan jalannya demokrasi. Akan tetapi, berbagai masalah dan hambatan untuk menuju ke arah terwujudnya sistem yang demokratis masih belum bisa dipecahkan dan ditemukan solusinya. Para tokoh negara ini masih belum menemukan bentuk ideal demokrasi yang tepat untuk diterapkan. Akibatnya adalah kondisi sistem politik yang tidak menentu dan menyebabkan terhambatnya berbagai proses pembangunan.
Kondisi perpolitikan yang tidak jelas, ditambah budaya politik warisan Orde Baru yang masih kuat mengakar di dalam sistem yang dianut bisa saja membawa negara ini kembali terjebak ke dalam sistem yang sama dengan apa yang pernah berlaku pada masa Orde Baru di masa yang akan datang. Apalagi, mesin – mesin penopang kekuasaan Orde Baru pada masa lalu masih eksis hingga sekarang karena mereka tidak hancur bersama kekuasaan Presiden Soharto ketika Reformasi melindasnya.
Kondisi ini tentu akan berdampak pada tatanan sistem dan lingkungan yang mempengaruhinya, baik itu lingkungan lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia dan masyarakat Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Gregorius Sahdan. 2004. Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto. Bantul: Pondok Edukasi.
Hariman Siregar. 2003. Gerakan Mahasiswa :Pilar ke-5 Demokrasi. Jakarta: Teplok Press.
Idris Thaha. 2004. Pergulatan PartaiPolitik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Miriam Budiardjo. 2003. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ronald H. Chilcote. 2004. Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma.
Jakarta: Rajawali Press.
S. Sinansari Ecip. 1998. Kronologi Situasi Penggulingan Soeharto. Bandung: Mizan.
31 Desember 2006
(Tugas Sistem Politik Indonesia, Semester III)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memberi harapan baru kepada seluruh elemen masdyarakat Indonesia akan terciptanya kehidupan yang lebih baik dalam segala hal. Pada zaman Orde Baru, represifitas Pemerintah pada waktu itu menciptakan masalah - masalah seperti diskriminasi rasial terhadap etnis tertentu (dalam beberapa hal), perlakuan tidak adil bagi orang – orang (dan keluarganya) yang diduga terlibat dalam jaringan PKI, intervensi, pengekangan kebebasan dan hak berpolitik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, mengemukakan pendapat, dan sebagainya.
Hadirnya Reformasi kemudian seakan menunjukkan sebuah jalan terang yang meluluhkan semua bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi, pengekangan kebebasan,dan sebagainya yang sempat terjadi selama masa Orde Baru. Reformasi memberikan mimpi dan harapan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang jauh lebih demokratis, di mana kesejahteraan rakyat menjadi spiritnya. Jaminan terhadap adanya kebebasan – kebebasan yang sebelumnya dikekang kemudian memberi peluang – peluang bagi terwujudnya suatu tatanan baru dalam masyarakat Indonesia.
Pergeseran penafsiran makna demokrasi dan kebebasan berpolitik kemudian terjadi di dalam masyarakat Indonesia, begitu pula dalam hal manifestasi dan implementasinya. Kondisi yang terjadi di Indonesia kemudian adalah bertumbuh jamurnya berbagai partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda, khususnya pasca jatuhnya Orde Baru. Hal ini tentunya adalah konsekuensi dari adanya jaminan akan kebebasan dan hak berpolitik serta demokrasi yang dijanjikan oleh reformasi.
Yang menjadi masalah kemudian adalah partai – partai politik ini lebih sibuk mengaspirasikan kepentingan mereka sendiri dan melupakan apa yang menjadi aspirasi rakyat. Mereka sibuk berebut dan membagi – bagi kekuasaan kemudian melupakan substansi tujuan dari kekuasaan (politik) yaitu pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Berbagai kekhawatiran kemudian muncul dari kondisi perpolitikan seperti ini di masa yang akan datang. Begitupula dengan dampak yang akan ditimbulkan jika kondisi kondisi seperti ini terus terjadi, baik itu bagi lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran proses demokrasi dan kebebasan berpolitik dalam Sistem Politik Indonesia pasca jatuhnya Rezim Orde Baru (Masa Reformasi) ?
2. Bagaimana analisis proses demokrasi dan kebebasan berpolitik dalam Sistem Politik Indonesia di masa yang akan datang ?
3. Konsekuensi apa yang akan diakibatkan dari kondisi berdasarkan analisis tersebut di masa yang akan datang ?
C. Kerangka Konsep
Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana setiap elemen masyarakat diberi kesempatan untuk turut berperan aktif dalam menentukan dan mengawasi jalannya pemerintahan di suatu negara. Hal ini tidak lepas dari tujuan dari pemerintahan tersebut yakni untuk kesejahteraan rakyat dari elemen manapun di dalam masyarakat negara tersebut. Karena hal tersebut, maka wajar jika setiap pihak merasa memiliki hak untuk beraspirasi kepada pemerintah, bahkan merasa memiliki hak untuk menjadi pemerintah itu sendiri. Karena memang demokrasi memberikan jaminan (kebebasan) berpolitik bagi setiap warga negara.
Di Indonesia, pluralitas masyarakatnya ikut mepengaruhi proses demokrasi ini. Kebebasan berpolitik yang dijamin memberi peluang bagi berkembangnya ratusan partai politik dengan berbagai basis ideologi yang berbeda pula di negara ini. Kondisi ini tentunya bisa melahirkan benturan – benturan kepentingan di antara mereka, akan tetapi kondisi ini bisa juga membantu kita dalam mengatasi berbagai masalah (krisis) multidimensi di negara ini mengingat banyaknya pandangan dan solusi yang bisa ditawarkan oleh setiap kelompok maupun partai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Demokrasi dan Kebebasan Berpolitik
Suatu negara demokrasi haruslah selalu berusaha dan menetapkan berbagai aturan maupun kebijakan – kebijakan yang dapat menunjang langgengnya proses demokrasi di negara tersebut. Penghapusan segala bentuk diskriminasi, ketidakadilan, intervensi dan pengekangan kebebasan termasuk hal – hal yang dapat menunjang proses demokrasi di suatu negara. Kondisi seperti ini dapat kita lihat di negara – negara yang sudah mapan dan stabil jalan dan proses demokrasi sistem pemerintahannya, seperti Amerika serikat dan negara – negara Eropa Barat.
Pengekangan terhadap kebebasan, seperti kebebasan berpendapat, berorganisasi, atau bahkan kebebasan berpolitik akan mematikan jalannya proses demokrasi di sebuah negara. Bagaimana tidak, dengan pengekangan tersebut pemerintah (penguasa) dapat dengan seenaknya membuat dan menetapkan aturan maupun kebijakan yang sepihak dengan hanya berdasarkan pada kepentingan pribadi maupun golongan (elit) yang sedang berkuasa. Larangan berpendapat maupun berorganisasi yang anti atau kontra terhadap sistem politik pemerintah yang sedang berkuasa membuat fungsi artikulasi dan agregasi dari suatu sistem politik mengalami kelumpuhan. Dengan sendirinya, kebijakan maupun aturan yang dibuat bisa sangat sepihak tanpa melihat kondisi real masyarakat, apalagi mendengarkan apa yang menjadi aspirasi mereka.
Kondisi seperti yang tergambar di atas pernah terjadi di Indonesia selama tiga puluh dua tahun pemerintahan rezim Orde Baru (1966 - 1998). Matinya demokrasi pada masa itu, dapat dilihat dari bagaimana represifitas pemerintah, khususnya dalam menekan berbagai tuntutan, baik yang datang dari individu maupun kelompok yang tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hariman Siregar menggambarkan kondisi tersebut sebagi beikut :
“di dalam sistem ini, negara (melalui birokrasi negara sipil maupun militer) mengendalikan segalanya (bureaucratic authoritarian state). Masyarakat kemudian diatur dalam kelompok – kelompok fungsional yang tak bersaing satu sama lain. Pertentangan kelas dianggap tidak ada. Di sini pernyataan spontan kepentingan ditiadakan. Semuanya harus melalui saluran yang ditentukan. Lalu diciptakan lembaga – lembaga dalam jumlah terbatas, umumnya berupa perhimpunan masyarakat yang menyuarakan suatu jenis fungsi dan kepentingan, tetapi yang pemimpinnya direstui oleh pemerintah.” (Hariman Siregar, Gerakan Mahasiswa: Pilar Ke-5 Demokrasi, Teplok Press, Jakarta, 2003, h. 42.)
Ternyata represifitas suatu pemerintahan seperti apa yang pernah terjadi di Indonesia tidak memberi peluang bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam kehidupan bernegara. Maka tidak heran jika kemudian muncul tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Intinya adalah tuntutan untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, mengembalikan hak – hak sipil dan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat.
Seakan sudah menjadi keharusan bahwa apabila suatu negara ingin menegakkan demokrasi, maka negara tersebut haruslah lebih dahulu mengembalikan basic dari demokrasi itu sendiri, yaitu kebebasan dan hak politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sehingga nantinya feed back akan terjadi dan berjalan secara dinamis di dalam sistem politik negara tersebut. Suatu kebijakan ataupun aturan yang dibuat oleh pemerintah akan direspon oleh masyarakat dalam bentuk tekanan dukungan maupun tuntutan. Respon ini kemudian akan dipertimbangkan untuk menjadi input yang akan diproses untuk menghasilkan kebijakan baru yang lebih baik dan lebih memihak.
B. Proses Demokrasi dan Kebebasan Politik Pasca jatuhnya Rezim Orde Baru di Indonesia
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa represifitas suatu pemerintahan akan mendorong lahirnya tuntutan reformasi terhadap sistem politik yang ada. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 1998, represifitas pemerintahan rezim Orde Baru yang dirasakan oleh masyarakat telah mencapai titik klimaksnya. Kondisi ini diperparah oleh ketidakmampuan Pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara yang sempat rubuh akibat badai krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, dan berbagai krisis multidimensional lainnya yang kalau dikaji lebih dalam masih merupakan rangkaian akibat dari represifitas pemerintahan rezim Orde Baru.
Mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 setelah sehari sebelumnya terjadi gelombang demonstrasi besar – besaran yang menuntutnya mundur. Ini tentunya menandai runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru dan dimulainya suatu masa yang disebut Reformasi. Hadirnya Reformasi kemudian diikuti oleh berbagai konsekuensi, baik itu yang positif maupun yang negatif. Akan tetapi hal yang lebih penting adalah represifitas pemerintah sudah dapat dikurangi, hak dan kebebasan politik masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat sudah dikembalikan, dan yang lebih penting lagi adalah proses demokrasi yang kembali tumbuh dan berjalan.
Berbagai konsekuensi turunan juga kemudian timbul mengikuti konsekuensi – konsekuensi tadi dalam arus reformasi di Indonesia. Adanya jaminan hak dan kebebasan masyarakat untuk berpikir, berorganisasi, dan berpendapat kemudian menjadi alat untuk melegitimasi lahirnya berbagai lembaga, buku-buku, aksi-aksi unjuk rasa, dan sebagainya . Partai politik pun tumbuh subur di Indonesia, bahkan dengan berbagai basis ideologi dan varian yang berbeda. Hal yang tentu bertolak belakang dengan asas tunggal yang diterapkan selama masa pemerintahan rezim Orde Baru yang otoriter.
“partai politik, terutama setelah tumbangnya era Orde Baru, tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Pada Pemilu 1999 ratusan partai politik didirikan, tapi yang boleh ikut Pemilu hanya 48 partai. Pada Pemilu 2004 ini, juga bermunculan ratusan partai politik, tapi yang lolos verifikasi hanya 24 partai, separuh dari tahun 1999. Realitas ini menandakan bahwa nafsu dan feeling berpolitik bangsa Indonesia sangat tinggi.”(Idris Thaha, Pergulatan Partai Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2004, h. vi.)
Pengekangan terhadap demokrasi dan kebebasan politik masyarakat Indonesia oleh penguasa selama masa Orde Baru benar – benar membuat masyarakat depresi. Seiring dengan lahirnya Reformasi, rasa depresi itupun dilampiaskan dengan mendirikan berbagai macam partai politik dan lembaga lainnya untuk membawa dan menyampaikan aspirasi dan kepentingan mereka. Perkembangan partai politik ini menunjukkan bahwa kebebasan berpolitik telah kembali mendapatkan jaminan untuk hidup di Indonesia. Ini pulalah yang diharapkan akan mengawal proses demokrasi di Indonesia.
Kembalinya sistem multipartai dalam Pemilu di Indonesia mengingatkan kita pada Pemilu 1955, di mana juga terdapat banyak partai dan melahirkan empat partai besar dengan basis ideologi yang berbeda sebagai pemenang. Akibatnya adalah benturan kepentingan di mana setiap kelompok saling berdebat di DPR hanya untuk bagaimana agar pandangan dan pendapat merekalah yang didengar dan diterapkan. Akibatnya adalah mereka melupakan bahwa mereka ada dan dipilih oleh rakyat untuk duduk di DPR sebagai perwakilan dari rakyat untuk bersama pemerintah mencari solusi terhadap terhadap berbagai masalah bangsa.
Sejarah ternyata kembali berulang. Setelah dua kali Pemilu pasca Orde Baru, yaitu pada tahun 1999 dan 2004, kondisi yang hampir sama dengan kondisi DPR pada tahun 1955 kembali terjadi. Para anggota DPR yang mewakili fraksinya masing–masing disibukkan berdebat dengan membawa kepentingan partai dan golongannya sendiri – sendiri pada setiap sidang tahunan. Nyaris tidak pernah terdengar suatu langkah penyelesaian yang disepakati oleh para wakil rakyat mengenai masalah – masalah bangsa yang paling krusial, seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Perdebatan itupun kemudian tidak melahirkan hasil apapun selain dana miliaran rupiah yang dihabiskan untuk perdebatan tersebut. Maka tidak heran jika mantan Presiden Abdurrahman Wahid sempat menyebut ruang DPR lebih mirip sebagai “Taman Kanak – Kanak” daripada sebuah lembaga perwakilan rakyat.
Fenomena lain yang terjadi adalah kesibukan partai – partai tersebut untuk mencari “kawan” dan membentuk koalisi dalam menghadapi Pemilihan Presiden. Ujung - ujungnya, yang terjadi tentulah bagi – bagi kekuasaan dalam kursi kabinet di antara koalisi tersebut jika pihak mereka menang. Yang pasti adalah perdebatan setiap kelompok atau partai adalah bagaimana mempermudah akses partai dan kelompoknya menuju kekuasaan dan menghambat lawan menuju ke kekuasaaan tersebut. Kita bisa melihat ini pada perdebatan soal masalah persyaratan calon Presiden RI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres).
Suatu kemajuan lain dalam proses demokrasi telah terjadi di Indonesia yaitu pelaksanaan pemilihan Kepala Negara dan Wakilnya secara langsung oleh rakyat Indonesia. Setelah Pemilu 2004, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menyusul kemudian pada tahun 2005. Nilai positif yang dapat diambil dari proses ini adalah rakyat Indonesia sudah dilibatkan lebih dalam penentuan tokoh yang tepat untuk mengatur dan mengurusi bangsa, negara, dan berbagai permasalahan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, berarti rakyat Indonesia memegang suatu tanggung jawab moral atas apa dan siapa yang telah mereka pilih untuk memimpin, mengatur dan mengurusi negara ini.
Akan tetapi, sebuah sandungan dalam proses demokrasi Indonesia kembali muncul dengan adanya aturan bahwa Presiden yang telah terpilih dalam pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia tidak dapat dijatuhkan oleh tekanan apapun, kecuali jika masa jabatannya telah berakhir. Kekhawatiran berbagai pihak kemudian muncul dari adanya aturan seperti ini. Kekhawatirannya adalah adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden yang terpilih nantinya. Aturan tersebut seakan menjadi alat legitimasi bahwa semua kebijakan yang diambil oleh Pemerintah adalah benar, walaupun kebijakan itu tidak sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat Indonesia karena ketidakberpihakannya. Jadi, apapun kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sampai pada tahun 2010 nanti harus diterima dan dijalankan, walaupun dalam keadaaan terpaksa. Tuntutan apapun tidak akan mampu menggoyahkan sikap Pemerintah, apalagi tuntutan untuk mundur bagi Presiden.
Kemenangan Susilo Bambang Yudoyono dalam Pemilihan Presiden tahun 2005 kemudian menambah parah kekhawatiran rakyat. Apalagi latar belakang Presiden Yudoyono adalah dari kalangan militer. Ini seakan mengindikasikan akan kembali berkuasanya rezim militer di Indonesia.
Kondisi ini tentunya diperparah oleh tidak befungsinya secara maksimal peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mengimbangi peran Pemerintah. Berbagai Rancangan Undang – Undang (RUU) dan aturan yang diusulkan oleh Presiden begitu mudahnya diloloskan di DPR. Hal ini tentu tidak lepas dari kuatnya basis dukungan terhadap Pemerintah di DPR. Setidaknya ada lima fraksi besar di DPR yang menjadi penyokong utama Pemerintah. Kondisi ini hampir mirip dengan kondisi di zaman Orde Baru, di mana Pemerintah mencengkeram habis DPR. Pemerintahan Presiden Yudoyono memang tidak serepresif Pemerintah Orde Baru, akan tetapi kuatnya basis dukungan terhadap pemerintahannya di DPR membuatnya sedikit otoriter dalam memerintah.
Kondisi – kondisi seperti ini yang tentulah harus dicarikan solusi jika kita tidak ingin jalan dan proses demokrasi mengalami hambatan di Indonesia. Setidaknya aturan yang dipermasalahkan oleh banyak pihak tersebut haruslah direvisi dan dibuatkan suatu aturan baru yang lebih menjanjikan kelangsungan dari jalan dan proses demokrasi di Indonesia.
C. Masa Depan Proses Demokrasi dan Kebebasan Politik Dalam Sistem Politik di Indonesia
Kondisi perpolitikan di Indonesia yang sama dengan kondisi yang sekarang terjadi mungkin masih akan berlangsung sampai pada beberapa tahun yang akan datang, setidaknya hingga berlangsungya pesta demokrasi Pemilu 2009. Hal ini mengingat Indonesia masih sangat muda dan baru dalam hal manivestasi demokrasi. Perubahan – perubahan mungkin terjadi, akan tetapi tidak akan terjadi perubahan yang berpengaruh terlalu besar terhadap tatanan sistem politik yang akan dan sedang berlangsung.
Proses demokrasi di Indonesia sampai pada beberapa tahun yang akan datang belum akan menemukan bentuknya yang ideal. Hal ini tentulah disebabkan oleh belum adanya upaya penyatuan pandangan oleh para elit dalam menentukan format demokrasi yang ideal untuk diterapkan di Indonesia di masa sekarang.. Penataan – penataan terhadap sistem politik yang ambruk dan kacau balau pasca runtuhnya pemerintahan rezim Orde Baru juga seakan terabaikan. Berbagai aturan dan kebijakan baru yang dinilai represif dan mengekang kebebasan masyarakat malah dibuat, seiring dengan belum dicabutnya berbagai aturan dan Undang – Undang yang memasung demokrasi di masa lalu. Hal ini tentulah akan berdampak pada tehambatnya proses demokrasi di masa yang akan datang.
Kuatnya budaya pemerintahan yang dibangun salama tiga puluh dua tahun pemerintahan rezim Orde Baru akan sangat sulit untuk dihancurkan mengingat kuatnya basis pendukung tokoh – tokoh didikan Orde Baru di dalam masyarakat Indonesia. Budaya pemerintahan yang represif dan otoriter yang diwarisi dari masa Orde Baru masih akan tetap ada bersamaan dengan masih eksisnya Golkar yang pernah menjadi mesin penopang rezim Orde Baru di masa lalu. Begitupula dalam hal masih eksisnya tokoh – tokoh dan simpatisan Orde baru di masa lalu dalam percaturan politik Indonesia di masa yang akan datang akan memperkuat budaya politik warisan Orde Baru tersebut.
“sistem kekuasaan yang dibangun oleh Soeharto selama bertahun – tahun telah menjadi kultur baru dalam masyarakat yang sulit untuk dihancurkan. Tumbangnya Soeharto, tidak disertai oleh kehancuran total terhadap mesin – mesin penopangnya. Aparatus yang koersif (tentara) peninggalan Soehaerto tidak jatuh bersamaan dengan jatuhnya Soeharto.” (Gregorius Sahdan, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Pondok Edukasi, Bantul, 2004, h. 95-96.)
Di masa yang akan datang, Golkar yang dulunya adalah kendaraan penopang rezim Orde Baru diprediksi masih akan menjadi partai terbesar dalam parlemen setelah Pemilu 2009. Hal ini jika kita melihat fakta dalam Pemilu 2004 di mana Golkar ternyata masih memiliki taring dan tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara terbesar dalam Pemilu. Golkar diprediksi masih akan hadir dan berkompetisi dengan beberapa partai mapan lainnya, selain beberapa partai baru yang juga diprediksi berpeluang mengganjal langkah politik Golkar di DPR.
DPR dalam beberapa tahun ke depan mungkin masih akan sama dengan yang ada di masa sekarang. Setiap kelompok masih akan disibukkan dengan perdebatan – perdebatan alot di antara mereka yang membawa kepentingan partai semata. Perdebatan yang tentunya tetap tidak melahirkan solusi apapun bagi permasalahan yang sedang melanda bangsa ini.
Kondisi sistem politik yang seperti itu tentu menciptakan kekhawatiran bagi rakyat Indonesia mengenai kemampuan sistem tersebut menghasilkan suatu solusi bagi penyelesaian berbagai masalah di Indonesia. Hanya saja, kemajuan yang terjadi dalam kebebasan berpolitik di Indonesia tentu diharapkan dapat membantu bagi terwujudnya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan demokratis di masa yang akan datang.
Warna baru dalam proses demokrasi di Indonesia masa yang akan datang mungkin akan datang dari meningkatnya peran dari kelompok kepentingan. Perkembangan berbagai kelompok kepentingan, entah itu serikat – serikat pekerja, organisasi non-asosiasi, maupun Non-Governent Organisation (NGO) akan semakin pesat mengingat jaminan yang akan lebih terbuka bagi kebebasan berpolitk di Indonesia pada masa yang akan datang. Kelompok kepentingan inilah yang akan mengawal jalannya proses demokrasi di Indonesia dengan membawa dan mengaspirasikan kebutuhan – kebutuhan rakyat Indonesia akan kondisi demokrasi dan penghapusan ketidakadilan di Indonesia. Suara – suara lantang yang mereka dengungkan, baik dalam bentuk dukungan maupun tuntutan terhadap sistem politik yang ada, tentulah akan berpengaruh cukup besar dalam pembuatan dan perubahan kebijakan di Indonesia.
D. Dampak yang Akan Dirasakan Oleh Indonesia
Jika kondisi seperti yang digambarkan di atas terjadi itu tentulah akan berdampak bagi terhambatnya proses demokratisasi di negeri ini. Begitu pula dalam pembangunan dan perbaikan keadaan di beberapa bidang, khususnya bidang ekonomi akan ikut merasakan imbasnya. Masalah setidaknya muncul sebagai akibat tidak adanya formula kebijakan yang dihasilkan dan mampu memperbaiki kondisi dan tatanan bangunan perekonomian negara yang masih belum bisa bangkit sebagai buah dari krisis ekonomi tahun 1997.
Di bidang politik, khususnya dalam peran DPR yang masih belum mampu mengimbangi kekuatan eksekutif dalam sistem politik. DPR belum mampu untuk menjadi media penyampaian aspirasi dan keinginan rakyat Indonesia. Sebagai buah dari adanya jaminan kebebasan berpolitik, yang mengembalikan sistem multipartai di Indonesia, maka Indonesia seharusnya mampu membangun demokrasi dengan lebih rapi. Akan tetapi kenyataannya adalah partai – partai yang ada malah lebih sibuk untuk menyuarakan kepentingan mereka sendiri dan melupakan aspirasi dan keinginan rakyat. Kondisi ini diprediksi masih akan berlangsung sampai beberapa tahun yang akan datang. Implikasi dari kondisi seperti ini adalah rakyat merasa diabaikan dan tidak dipedulikan oleh Pemerintah. Akibatnya adalah rakyat kehilangan kepercayaan dan merasa dihianati oleh Pemerintah.
Lalu dampaknya terhadap lingkungan luar negeri adalah kesulitan Pemerintah untuk meyakinkan masyarakat Internasional akan kondusifnya situasi di Indonesia. Kondisi dan proses demokrasi di Indonesia yang masih labil dan belum menemukan bentuknya yang ideal tentu akan membuat nama Indonesia menjadi buruk di hadapan negara lain. Akan tetapi, komitmen Indonesia untuk melaksanakan demokrasi setidaknya mendapat penghargaan tersendiri dari berbagai negara, walaupun belum dalam bentuknya yang ideal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sejak awal masa Reformasi hingga sekarang, Indonesia masih sedang menata proses dan jalannya demokrasi. Akan tetapi, berbagai masalah dan hambatan untuk menuju ke arah terwujudnya sistem yang demokratis masih belum bisa dipecahkan dan ditemukan solusinya. Para tokoh negara ini masih belum menemukan bentuk ideal demokrasi yang tepat untuk diterapkan. Akibatnya adalah kondisi sistem politik yang tidak menentu dan menyebabkan terhambatnya berbagai proses pembangunan.
Kondisi perpolitikan yang tidak jelas, ditambah budaya politik warisan Orde Baru yang masih kuat mengakar di dalam sistem yang dianut bisa saja membawa negara ini kembali terjebak ke dalam sistem yang sama dengan apa yang pernah berlaku pada masa Orde Baru di masa yang akan datang. Apalagi, mesin – mesin penopang kekuasaan Orde Baru pada masa lalu masih eksis hingga sekarang karena mereka tidak hancur bersama kekuasaan Presiden Soharto ketika Reformasi melindasnya.
Kondisi ini tentu akan berdampak pada tatanan sistem dan lingkungan yang mempengaruhinya, baik itu lingkungan lingkungan domestik Indonesia dengan berbagai bidang di dalamnya, maupun dalam hubungannya dengan dunia dan masyarakat Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Gregorius Sahdan. 2004. Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto. Bantul: Pondok Edukasi.
Hariman Siregar. 2003. Gerakan Mahasiswa :Pilar ke-5 Demokrasi. Jakarta: Teplok Press.
Idris Thaha. 2004. Pergulatan PartaiPolitik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Miriam Budiardjo. 2003. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ronald H. Chilcote. 2004. Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma.
Jakarta: Rajawali Press.
S. Sinansari Ecip. 1998. Kronologi Situasi Penggulingan Soeharto. Bandung: Mizan.
31 Desember 2006
(Tugas Sistem Politik Indonesia, Semester III)
Polemik Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP)
Visi pendidikan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No 20 tahun 2003 berbunyi “mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”. Sebuah tindak lanjut dari semangat reformasi bidang pendidikan dalam pasal 31 UUD 1945. Undang-undang No 20 tahun 2003 juga menyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan harus berjalan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, kultur dan keberagaman. Prinsip lain yakni memberdayakan semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Olehnya pasal 53 UU Sisdiknas mengamanatkan manajemen pendidikan dalam bentuk Badan Hukum Pendidikan (BHP). Setelah melalui penggodokan yang panjang (sejak 2003), revisi demi revisi serta pro-kontra dari berbagai kalangan, maka pada tanggal 17 desember 2008 DPR RI mengesahkan Undang-undang BHP. Seperti apa sistem pendidikan BHP dan kekhawatiran apa yang ditakutkan oleh berbagai kalangan sebelum dan sesudah UU ini ditetapkan.
Seperti dikatakan diatas, bahwa Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah badan hukum yang dibentuk dalam rangka menjalankan prinsip pendidikan sesuai Undang-undang No 20 tahun 2003. Prinsip yang dimaksud adalah penyelenggaraan pendidikan harus berjalan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, kultur, keberagaman serta memberdayakan semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BHP mengatur sistem pendidikan formal ditingkat dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Terdapat berbagai macam jenis BHP sesuai pasal 1 UU BHP, diantaranya Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) didirikan oleh pemerintah, Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD) didirikan oleh pemrintah daerah, Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) didirikan oleh masyarakat serta Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara, didirikan oleh yayasan atau perkumpulan.
Secara kelembagaan BHP terdiri dari struktur-struktur yang kemudian disebut organ. Organ ini memiliki fungsi dan kewenangan masing-masing sesuai pasal 14 s/d pasal 36 dan pasal 15. Organ dan fungsi yang dimaksud adalah Organ representasi pemangku kepentingan (penentuan kebijakan umum), Organ pengelolaan pendidikan (pengelolaan pendidikan), Organ Audit non akademik (audit bidang non akademik) serta Organ representasi pendidik (pengawasan akademik).
Dalam pasal 10 UU BHP disebutkan semua satuan pendidikan formal harus berbentuk BHP. Oleh pemerintah dan sebagian kalangan, BHP dianggap sebagai bentuk pemberdayaan semua komponen masyarakat dalam menyelenggarakan dan mengendalikan mutu layanan pendidikan tanpa bermaksud mengurangi atau menghindar dari tanggung jawab konstitusi negara.
Sebaliknya,dalam draf terakhir, pasal-pasal tentang kekayaan dan pendanaan pendidikan oleh BHP diarahkan untuk memperkuat peran negara dalam pembiayaan pendidikan. Misalnya kekayaan BHP pemerintah dan pemerintah daerah (BHPP dan BHPPD) merupakan kekayaan pendiri (negara/pemerintah daerah) yang dipisahkan (Pasal 37).
Modal awal ini akan diinvestasikan dalam bentuk usaha pendanaan, semua bentuk pendapatan dan sisa hasil usaha kegiatan maupun penggunaan tanah negara tidak termasuk pendapatan negara bukan pajak (Pasal 38) dan harus ditanamkan kembali ke dalam BHP untuk tujuan peningkatan kualitas pendidikan.
Khusus untuk pendanaan pendidikan bagi BHPP dan BHPPD, Pemerintah menanggung seluruh biaya operasional pada satuan pendidikan tingkat dasar., pemerintah dan pemerintah daerah menanggung paling sedikit 1/3 biaya operasional untuk pendidikan menengah dan paling sedikit 1/2 biaya operasional untuk pendidikan tinggi (Pasal 41 ayat 4 dan 6). Dalam pasal lain UU BHP juga mewajibkan penyelenggara pendidikan untuk memberikan beasiswa, bantuan pendidikan, kredit mahasiswa dan pemberian pekerjaan kepada peserta didik (Pasal 40), dan wajib menjaring dan menerima warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu paling sedikit 20% dan jumlah keseluruhan peserta didik.
Terlepas dari argument pemerintah, sejak awal penggodokannya tahun 2003, Undang-Undang BHP telah menuai berbagai kekhawatiran dan kecaman. Aksi demo mahasiswa dan penolakan dari beberapa pengamat pendidikan mewarnai perjalanan UU ini. Bahkan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku siap membatalkan UU yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai bentuk lepas tangan pemerintah dalam dunia pendidikan. UU ini menyalahi aturan, dan ada warga negara yang dilanggar hak konstitusinya. Sudah menjadi tugas Mahkamah Konstitusi untuk membatalkanya.
Dari aksi penolakan berbagai kalangan dapat ditarik 3 kekhawatiran mendasar dampak penerapan UU ini.
1. Pelepasan tanggung jawab oleh Pemerintah terhadap pendidikan Nasional
Meski peran pemerintah masih ada dalam BHP, namun sebagian kalangan masih menilai beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut melemahkan peran pemerintah. Hal ini kemudian dikhawatirkan akan melemahkan kontrol pemerintah dalam sektor pendidikan. Ditambah lagi dampak naiknya biaya pendidikan sebagai konsekuensi persaingan dan peningkatan mutu tiap-tiap satuan pendidikan BHP akan mempersulit sebagian masyarakat untuk mengakses pendidikan.
Pasal 2 menyebutkan BHP berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik. Sebagian kalangan sangat menyesalkan bahwa di pasal 10 diatur bahwa semua satuan pendidikan wajib menjadi BHP, sedangkan dalam BHP sendiri tidak ada pengaturan tentang pendidikan non formal, paket A, B atau C yang masih dibutuhkan masyarakat.
Dalam pasal 56 dan 57 dijelaskan bahwa BHP dapat dibubarkan oleh putusan pengadilan karena: (1) Melanggar ketertiban umum, kesusilaan atau UU. (2) Dinyatakan Pailit (bangkrut). (3) Asetnya tidak cukup untuk melunasi utang setelah pernyataan pailit dicabut. Pembubaran dikuti dengan likuiditas (pengimpasan utang).
Jika satuan pendidikan dapat dibubarkan karena pailit atau bangkrut, berarti tidak ada jaminan pendidikan yang aman bagi masyarakat dan hal ini membuktikan lemahnya peran pemerintah dalam mengontrol Badan Hukum Pendidikan. Padahal pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan pendidikan kepada seluruh putra-putri negeri ini. Akan bertambah lagi kelemahan pemerintah dalam mengontrol sektor-sektor strategis di negeri ini setelah sektor pangan dan perdagangan.
Setelah pembubaran, pendidik dan tenaga kependidikan akan dikembalikan ke instansi induk, hak-hak seperti dalam perjanjian kerja akan dipenuhi dan bagi peserta didik akan dipindahkan ke BHP lain (Pasal 59).
2. Komersialisasi pendidikan
Dampak negative dari komersialisasi pendidikan adalah pemenfaatan institusi pendidikan untuk mencari keuntungan sepihak. Meskipun BHP berprinsip nirlaba, namun sebagian kalangan masih melihat adanya peluang untuk komersialisasi pendidikan dalam undang-undang yang sudah disahkan tersebut.
Salah satu tuntutan adalah kejelasan komponen dalam organ pemangku kepentingan sebagai pengambil kebijakan tertinggi, sebab dalam pasal 5 tercantum komponen yang sudah ada dapat ditambahkan komponen lain tergantung Anggaran Dasar yang disusun nantinya.
Hal ini menjadi penting karena Pasal 4 ayat 2 huruf e dan g menyatakan salah satu prinsip pengelolaan pendidikan formal adalah memberikan layanan prima demi kepuasan pemangku kepentingan dan sikap akomodatif terhadap keberagaman pemangku kepentingan.
Dalam pasal 12 ayat 4 tercantum bahwa Anggaran Dasar (AD) BHP yang akan disusun sedikitnya memuat jangka waktu pendirian, tata cara penggabungan dan pembubaran, serta ketentuan untuk mencegah kepailitan. Beberapa muatan AD tersebut mengisyaratkan kemungkinan sebuah satuan pendidikan akan dibubarkan, hal ini akan memicu persaingan.
Dampak persaingan bisa menjadi baik karena peningkatan pelayanan, penguatan kelembagaan dan evaluasi pasti akan terjadi, namun dapat dipastikan pula bahwa peningkatan biaya pendidikan juga akan tinggi. Inilah salah satu hal yang dikhawatirkan sebagian kalangan bahwa akan terjadi komersialisasi pendidikan.
3. Liberalisasi pendidikan
Tak bisa dihindari, jika pemerintah menuntut satuan pendidikan agar bisa mandiri dalam mengelola dananya maka akan terjadi usaha untuk memperbesar aktiva (pendapatan). Persaingan pun akan terjadi apalagi ada ancaman pembubaran.
Jika komponen-komponen pemilik modal sudah berperan besar secara langsung atau tidak dalam pendanaan BHP, maka bisa dipastikan posisi pemerintah dalam mengontrol pendidikan akan lemah. Dalam kondisi seperti ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah dalam membiayai pendidikan yang akan dipertanyakan, namun kemampuan pemerintah dalam mengontrol arah pendidikan nasional juga akan dipertanyakan.
Pengambilan keputusan dalam BHP tidak atur secara tegas dalam UU BHP, sesuai pasal 23 bahwa pengambilan keputusan dalam organ representasi pemangku kepentingan dilakukan secara musyawarah mufakat kecuali ada ketetapan lain dalam Anggaran Dasar. Sedangkan pasal 28 menyatakan bahwa pengambilan keputusan dalam organ representasi pendidik dilakukan secara musyawarah mufakat kecuali ada ketetapan lain oleh organ representasi pemangku kepentingan.
Anggota organ representasi pendidik paling sedikit terdiri atas wakil profesor dan wakil pendidik dan AD dapat menetapkan wakil unsur lain sebagai anggota organ ini (pasal 24 ayat 2 dan 3). Kriteria penambahan wakil unsur lain harus diperjelas mengingat tugas organ ini adalah pengawasan akademik hingga pada pemberian dan pencabutan gelar akademik, pengawasan kebebasan akademik, mimbar akademik dan otonomi keilmuan (pasal 27), olehnya organ ini harus steril dari kepentingan lain selain kepentingan akademik. Seperti dijelaskan sebelumnya tata cara pengambilan keputusan dalam organ ini belum jelas.
BHP pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio, perusahaan yang dikuasai BHP melalui investasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran peserta didik (Pasal 42 ayat 1 dan 7). Semua pihak akan setuju bahwa pendidikan itu harus fokus pada keilmuan dan steril dari pengaruh dari luar, aturan seperti pada pasal 42 diatas dapat membuka peluang kapitalisme dalam tubuh pendidikan, bahkan bisa berpengaruh pada penyusunan kurikulum jika tidak dikontrol dengan ketat.
Kesimpulan
Sisi positif otonomi adalah sistem pengawasan dan evaluasi yang lebih efektif serta kemandirian sebuah lembaga dalam memperbaiki manajemen birokrasinya. Namun kontrol kebijakan secara umum dari pemerintah harus tetap ada, karena jika hal ini tidak terjadi, maka peluang liberalisasi yang dapat mendorong terciptanya komersialisasi akan semakin besar. Seperti yang terjadi di sektor-sektor lain di negeri ini, pemerintah akan kehilangan kemampuan untuk mencegah hal tersebut.
Manajemen pembiayaan peserta didik seperti pada pasal 44, 45, 46 sangat baik, karena biaya pendidikan yang mahal akan ditanggung oleh masyarakat yang mampu sedangkan 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima, yakni warga yang tidak mampu akan ditanggung oleh negara.
Namun yang jadi masalah kemudian jika biaya pendidikan melambung tinggi, maka jumlah warga yang tidak mampu juga akan bertambah. Nah apakah 20% dari peserta didik yang diterima setiap tahunnya sudah dapat mewakili warga yang tidak mampu, sedangkan kekayaan dan penghasilan dari BHP tidak diperuntukan untuk itu.
16 Mei 2006
(Tugas Sistem Hukum Indonesia. Sudah lupa dapat dari mana idenya. Tapi bagus juga)
Olehnya pasal 53 UU Sisdiknas mengamanatkan manajemen pendidikan dalam bentuk Badan Hukum Pendidikan (BHP). Setelah melalui penggodokan yang panjang (sejak 2003), revisi demi revisi serta pro-kontra dari berbagai kalangan, maka pada tanggal 17 desember 2008 DPR RI mengesahkan Undang-undang BHP. Seperti apa sistem pendidikan BHP dan kekhawatiran apa yang ditakutkan oleh berbagai kalangan sebelum dan sesudah UU ini ditetapkan.
Seperti dikatakan diatas, bahwa Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah badan hukum yang dibentuk dalam rangka menjalankan prinsip pendidikan sesuai Undang-undang No 20 tahun 2003. Prinsip yang dimaksud adalah penyelenggaraan pendidikan harus berjalan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, kultur, keberagaman serta memberdayakan semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BHP mengatur sistem pendidikan formal ditingkat dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Terdapat berbagai macam jenis BHP sesuai pasal 1 UU BHP, diantaranya Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) didirikan oleh pemerintah, Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD) didirikan oleh pemrintah daerah, Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) didirikan oleh masyarakat serta Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara, didirikan oleh yayasan atau perkumpulan.
Secara kelembagaan BHP terdiri dari struktur-struktur yang kemudian disebut organ. Organ ini memiliki fungsi dan kewenangan masing-masing sesuai pasal 14 s/d pasal 36 dan pasal 15. Organ dan fungsi yang dimaksud adalah Organ representasi pemangku kepentingan (penentuan kebijakan umum), Organ pengelolaan pendidikan (pengelolaan pendidikan), Organ Audit non akademik (audit bidang non akademik) serta Organ representasi pendidik (pengawasan akademik).
Dalam pasal 10 UU BHP disebutkan semua satuan pendidikan formal harus berbentuk BHP. Oleh pemerintah dan sebagian kalangan, BHP dianggap sebagai bentuk pemberdayaan semua komponen masyarakat dalam menyelenggarakan dan mengendalikan mutu layanan pendidikan tanpa bermaksud mengurangi atau menghindar dari tanggung jawab konstitusi negara.
Sebaliknya,dalam draf terakhir, pasal-pasal tentang kekayaan dan pendanaan pendidikan oleh BHP diarahkan untuk memperkuat peran negara dalam pembiayaan pendidikan. Misalnya kekayaan BHP pemerintah dan pemerintah daerah (BHPP dan BHPPD) merupakan kekayaan pendiri (negara/pemerintah daerah) yang dipisahkan (Pasal 37).
Modal awal ini akan diinvestasikan dalam bentuk usaha pendanaan, semua bentuk pendapatan dan sisa hasil usaha kegiatan maupun penggunaan tanah negara tidak termasuk pendapatan negara bukan pajak (Pasal 38) dan harus ditanamkan kembali ke dalam BHP untuk tujuan peningkatan kualitas pendidikan.
Khusus untuk pendanaan pendidikan bagi BHPP dan BHPPD, Pemerintah menanggung seluruh biaya operasional pada satuan pendidikan tingkat dasar., pemerintah dan pemerintah daerah menanggung paling sedikit 1/3 biaya operasional untuk pendidikan menengah dan paling sedikit 1/2 biaya operasional untuk pendidikan tinggi (Pasal 41 ayat 4 dan 6). Dalam pasal lain UU BHP juga mewajibkan penyelenggara pendidikan untuk memberikan beasiswa, bantuan pendidikan, kredit mahasiswa dan pemberian pekerjaan kepada peserta didik (Pasal 40), dan wajib menjaring dan menerima warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu paling sedikit 20% dan jumlah keseluruhan peserta didik.
Terlepas dari argument pemerintah, sejak awal penggodokannya tahun 2003, Undang-Undang BHP telah menuai berbagai kekhawatiran dan kecaman. Aksi demo mahasiswa dan penolakan dari beberapa pengamat pendidikan mewarnai perjalanan UU ini. Bahkan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku siap membatalkan UU yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai bentuk lepas tangan pemerintah dalam dunia pendidikan. UU ini menyalahi aturan, dan ada warga negara yang dilanggar hak konstitusinya. Sudah menjadi tugas Mahkamah Konstitusi untuk membatalkanya.
Dari aksi penolakan berbagai kalangan dapat ditarik 3 kekhawatiran mendasar dampak penerapan UU ini.
1. Pelepasan tanggung jawab oleh Pemerintah terhadap pendidikan Nasional
Meski peran pemerintah masih ada dalam BHP, namun sebagian kalangan masih menilai beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut melemahkan peran pemerintah. Hal ini kemudian dikhawatirkan akan melemahkan kontrol pemerintah dalam sektor pendidikan. Ditambah lagi dampak naiknya biaya pendidikan sebagai konsekuensi persaingan dan peningkatan mutu tiap-tiap satuan pendidikan BHP akan mempersulit sebagian masyarakat untuk mengakses pendidikan.
Pasal 2 menyebutkan BHP berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik. Sebagian kalangan sangat menyesalkan bahwa di pasal 10 diatur bahwa semua satuan pendidikan wajib menjadi BHP, sedangkan dalam BHP sendiri tidak ada pengaturan tentang pendidikan non formal, paket A, B atau C yang masih dibutuhkan masyarakat.
Dalam pasal 56 dan 57 dijelaskan bahwa BHP dapat dibubarkan oleh putusan pengadilan karena: (1) Melanggar ketertiban umum, kesusilaan atau UU. (2) Dinyatakan Pailit (bangkrut). (3) Asetnya tidak cukup untuk melunasi utang setelah pernyataan pailit dicabut. Pembubaran dikuti dengan likuiditas (pengimpasan utang).
Jika satuan pendidikan dapat dibubarkan karena pailit atau bangkrut, berarti tidak ada jaminan pendidikan yang aman bagi masyarakat dan hal ini membuktikan lemahnya peran pemerintah dalam mengontrol Badan Hukum Pendidikan. Padahal pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan pendidikan kepada seluruh putra-putri negeri ini. Akan bertambah lagi kelemahan pemerintah dalam mengontrol sektor-sektor strategis di negeri ini setelah sektor pangan dan perdagangan.
Setelah pembubaran, pendidik dan tenaga kependidikan akan dikembalikan ke instansi induk, hak-hak seperti dalam perjanjian kerja akan dipenuhi dan bagi peserta didik akan dipindahkan ke BHP lain (Pasal 59).
2. Komersialisasi pendidikan
Dampak negative dari komersialisasi pendidikan adalah pemenfaatan institusi pendidikan untuk mencari keuntungan sepihak. Meskipun BHP berprinsip nirlaba, namun sebagian kalangan masih melihat adanya peluang untuk komersialisasi pendidikan dalam undang-undang yang sudah disahkan tersebut.
Salah satu tuntutan adalah kejelasan komponen dalam organ pemangku kepentingan sebagai pengambil kebijakan tertinggi, sebab dalam pasal 5 tercantum komponen yang sudah ada dapat ditambahkan komponen lain tergantung Anggaran Dasar yang disusun nantinya.
Hal ini menjadi penting karena Pasal 4 ayat 2 huruf e dan g menyatakan salah satu prinsip pengelolaan pendidikan formal adalah memberikan layanan prima demi kepuasan pemangku kepentingan dan sikap akomodatif terhadap keberagaman pemangku kepentingan.
Dalam pasal 12 ayat 4 tercantum bahwa Anggaran Dasar (AD) BHP yang akan disusun sedikitnya memuat jangka waktu pendirian, tata cara penggabungan dan pembubaran, serta ketentuan untuk mencegah kepailitan. Beberapa muatan AD tersebut mengisyaratkan kemungkinan sebuah satuan pendidikan akan dibubarkan, hal ini akan memicu persaingan.
Dampak persaingan bisa menjadi baik karena peningkatan pelayanan, penguatan kelembagaan dan evaluasi pasti akan terjadi, namun dapat dipastikan pula bahwa peningkatan biaya pendidikan juga akan tinggi. Inilah salah satu hal yang dikhawatirkan sebagian kalangan bahwa akan terjadi komersialisasi pendidikan.
3. Liberalisasi pendidikan
Tak bisa dihindari, jika pemerintah menuntut satuan pendidikan agar bisa mandiri dalam mengelola dananya maka akan terjadi usaha untuk memperbesar aktiva (pendapatan). Persaingan pun akan terjadi apalagi ada ancaman pembubaran.
Jika komponen-komponen pemilik modal sudah berperan besar secara langsung atau tidak dalam pendanaan BHP, maka bisa dipastikan posisi pemerintah dalam mengontrol pendidikan akan lemah. Dalam kondisi seperti ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah dalam membiayai pendidikan yang akan dipertanyakan, namun kemampuan pemerintah dalam mengontrol arah pendidikan nasional juga akan dipertanyakan.
Pengambilan keputusan dalam BHP tidak atur secara tegas dalam UU BHP, sesuai pasal 23 bahwa pengambilan keputusan dalam organ representasi pemangku kepentingan dilakukan secara musyawarah mufakat kecuali ada ketetapan lain dalam Anggaran Dasar. Sedangkan pasal 28 menyatakan bahwa pengambilan keputusan dalam organ representasi pendidik dilakukan secara musyawarah mufakat kecuali ada ketetapan lain oleh organ representasi pemangku kepentingan.
Anggota organ representasi pendidik paling sedikit terdiri atas wakil profesor dan wakil pendidik dan AD dapat menetapkan wakil unsur lain sebagai anggota organ ini (pasal 24 ayat 2 dan 3). Kriteria penambahan wakil unsur lain harus diperjelas mengingat tugas organ ini adalah pengawasan akademik hingga pada pemberian dan pencabutan gelar akademik, pengawasan kebebasan akademik, mimbar akademik dan otonomi keilmuan (pasal 27), olehnya organ ini harus steril dari kepentingan lain selain kepentingan akademik. Seperti dijelaskan sebelumnya tata cara pengambilan keputusan dalam organ ini belum jelas.
BHP pendidikan tinggi dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio, perusahaan yang dikuasai BHP melalui investasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran peserta didik (Pasal 42 ayat 1 dan 7). Semua pihak akan setuju bahwa pendidikan itu harus fokus pada keilmuan dan steril dari pengaruh dari luar, aturan seperti pada pasal 42 diatas dapat membuka peluang kapitalisme dalam tubuh pendidikan, bahkan bisa berpengaruh pada penyusunan kurikulum jika tidak dikontrol dengan ketat.
Kesimpulan
Sisi positif otonomi adalah sistem pengawasan dan evaluasi yang lebih efektif serta kemandirian sebuah lembaga dalam memperbaiki manajemen birokrasinya. Namun kontrol kebijakan secara umum dari pemerintah harus tetap ada, karena jika hal ini tidak terjadi, maka peluang liberalisasi yang dapat mendorong terciptanya komersialisasi akan semakin besar. Seperti yang terjadi di sektor-sektor lain di negeri ini, pemerintah akan kehilangan kemampuan untuk mencegah hal tersebut.
Manajemen pembiayaan peserta didik seperti pada pasal 44, 45, 46 sangat baik, karena biaya pendidikan yang mahal akan ditanggung oleh masyarakat yang mampu sedangkan 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima, yakni warga yang tidak mampu akan ditanggung oleh negara.
Namun yang jadi masalah kemudian jika biaya pendidikan melambung tinggi, maka jumlah warga yang tidak mampu juga akan bertambah. Nah apakah 20% dari peserta didik yang diterima setiap tahunnya sudah dapat mewakili warga yang tidak mampu, sedangkan kekayaan dan penghasilan dari BHP tidak diperuntukan untuk itu.
16 Mei 2006
(Tugas Sistem Hukum Indonesia. Sudah lupa dapat dari mana idenya. Tapi bagus juga)
Defenisi-Defenisi Hubungan Internasional
1. Dr. H. Roeslan Abdul Gani
Hubungan Internasional menekankan seluruh hubungan antar negara di dunia dalam suatu kerangka yang integralistik segala bidang seginya tecakup istilah itu, baik dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial, budaya maupun militer.
2. Woodrow Wilson
Hubungan Internasional lebih menekankan pada proyek internasionalisme liberal guna mentransformasi hubungan intenasional sesuai model-model perdamaian, kebebasan dan kemakmuan, memajukan perdagangan lintas batas negara dan saling ketergantungan ekonomi di antara negara untuk mengurangi daya tarik penggunaan kekuatan termasuk penegakan hukum pada organisasi dan praktik yang menimbulkan dilema keamanan di antara negara-negara.
3. Martin Wright
Hubungan Internasional membahas tentang teori-teori internasional dalam masyarakat internasional.
4. Andre Gunder Frank
Hubungan Internasional adalah membahas tentang kebijaksanaan konvensional dan pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu masyarakat internasional.
5. Robert Keohane
Hubungan Internasional membahas tentang tingkah laku negara yang mempengaruhi organisasi internasional setiap negara.
6. Edward Hallet Carr
Hubungan Internasional adalah studi hubungan internasional yang sangat dipengaruhi oleh sejumlah gagasan yang merupakan produk dari perimbangan kekuasaan untuk menciptakan perdamaian dengan dasar norma dan prinsip yaitu keyakinan akan adanya harmoni alamiah antar kepentingan dengan rasa aman kolektif.
7. Norman Angell
Hubungan Internasional adalah hubungan timbal balik antar interdependensi ekonomi lintas batas-batas territorial dan kekuasaan pemerintah dalam mengontrol apa yang tejadi dalam batas tersebut dan adanya sifat dasar dalam lingkup interdependensi politik dalam meletakkan dasar-dasar bagi internasionalisme liberal.
8. Susan Strange
Hubungan Internasional adalah studi mengenai wilayah isu apapun dalam bidang ekonomi-politik internasional yang dinilai dengan pesoalan empiris dalam pencarian akan entitas efektif politik dunia apapun bentuknya dan kekuasaan sebagai concen dasar realisme.
9. David Zinger
Hubungan Internasional merupakan kumpulan rumusan yang dapat memberikan penguraian, penjelasan dan ramalan yang berbentuk hipotesis-hipotesis dan dalil-dalil yang dapat diverifikasikan dan diuji mengenai masalah-masalah internasional.
10. Claus Zewitz
Hubungan Internasional dapat berupa peperangan yang merupakan lanjutan politik yang menggunakan kekerasan atau tekanan-tekanan yang mempunyai tujuan politik sesuai dengan kepentingan nasional.
11. Robert Cox
Hubungan Internasional membahas tentang fenomena-fenomena globalisasi dalam hubungannya dengan hubungan internasional.
12. John Ruggie
Hubungan Internasional adalah membahas tentang studi hubungan internasional mencakup bidang organisasi internasional ke dalam orientasi ideologis maupun politik setiap bangsa.
13. Hedley Bull
Hubungan Internasional adalah suatu konsep yang membahas tentang tatanan secara umum sebagai pola aktivitas untuk tujuan sosial dasar masyarakat internasional.
14. Michael Walzer
Hubungan Internasional menggambarkan upaya ambisius mengenai batasan-batasan etnis oleh setiap negara.
15. Jeremy Bentham
Hubungan Internasional merupakan disiplin ilmu baru yang merupakan kombinasi dari studi-studi urusan luar negeri dari berbagai negara dengan sejarah internasional. Disiplin ini juga mencakup studi masyarakat interna-sional sebagai keseluruhan dan lembaga-lembaganya.
16. Henry Kissinger
Hubungan Internasional berlangsung pada suatu wilayah yang kurang memiliki otoritas sentral dalam menangani konflik kepentingan dan nilai antar bangsa di mana setiap negara berjuang untuk mendapatkan kekuasaan.
17. Vladimir Lenin
Hubungan Internasional sebagai organisasi internasional yang membahas tentang hukum-hukum internasional dan kepentingan-kepentingan nasional.
18. Ernst Haas
Hubungan Internasional adalah konsep yang membahas tentang kadaulatan suatu negara yang masing-masing wilayahnya berbeda dalam kerjasama internasional.
19. Richard A. Falk
Hubungan Internasional merupakan pola-pola hubungan antar bangsa dengan prinsip-prinsip legal dengan konstitusional dalam hubungannya dengan hubungan internasional.
20. Karl W. Deutsch
Hubungan internasional mempelajari tentang dinamika sosial dan integrasi regional dalam lingkup intenasional.
21. Jean Bethkelshtdin
Hubungan Internasional membahas tentang teoi-teori baik domestik maupun nternasional dalam suatu negara.
22. Anthony P. Smith
Hubungan Internasional membahas tentang karateristik-karateristik nasional dan internasional setiap negara.
23. Richard Ashley
Hubungan Internasional mempelajari tentang struktur dan dinamika sistem internasional dengan cara-cara tetentu dalam tatanan internasional.
24. Robert B. J. Walker
Hubungan Internasional membahas tentang kondisi dinamis suatu negara baik dalam bidang ideologi, sosial budaya, maupun ekonomi apa, dimana, dan siapa yang bersifat konseptual politik.
25. Benedict Anderson
Hubungan Internasional membahas tentang kekuatan politik, kepentingan nasional, dan pengakuan internasional dalam batas-batas negara yang ditentukan.
26. Ernest Gellner
Hubungan Internasional membahas tentang ilmu-ilmu sosial yang objektif yang merupakan konteks dalam masyarakat internasional.
27. Anthony Giddens
Hubungan Internasional membahas tentang pemahaman sifat dasar suatu negara dalam dunia internasional.
28. Raymond Aron
Hubungan internasional menyangkut konsep-konsep perimbangan kekuatan perjuangan kepentingan nasional, ketertiban dunia, diplomasi, waspada dan lain-lain.
29. Michael Doyle
Hubungan Internasional adalah studi hubungan formal/non-formal di mana suatu negara melakukan kontrol efektif terhadap kedaulatan politik negara lain yang merupakan konsekuensi dan kekuatan-kekuatan pada satu atau bagian lain dari sistem internasional dan tergantung pada kemampuan dan kepentingan masyarakat yang terlibat.
30. John Burton
Hubungan Internasional merupakan studi yang mendasarkan pengetahuan pada ajaran psikologi, yang memiliki sikap tingkah laku dan reaksi manusia dalam menghadapi masalah-masalah internasional yang muncul di permukaan.
31. Charles Beits
Hubungan Internasional adalah hubungan-hubungan antar warga negara dalam batas wilayah territorial suatu negara bedaulat dimana interdependensi merupakan studi hubungan internasional yang bervariasi dan merupakan suatu bidang yang tepat untuk menerapkan etika dalam hubungan internasional yaitu dengan prinsip kesamaan.
32. Harold Nicholson
Hubungan Internasional adalah perundingan atau negosiasi yang disertai dengan proses dan mekanisme yang ada di dalamnya seperti penyelenggaraan internasional dan sebagainya dimana masing-masing negara berusaha untuk membuat negaa lain menerima jalan pemikirannya.
33. Ian Robertson
Hubungan Internasional adalah pengetahuan dengan metode-metode logis dan sistematis yang mempelajari berbagai aspek dari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan manusia lain sehingga batas-batas negara menjadi luluh.
34. Immanuel Wallerstein
Hubungan Internasional membahas tentang ekonomi internasional yang memungkinkan setiap negara melakukan perdagangan internasional.
35. David Held
Hubungan Internasional membahas dan lebih memfokuskan pada suatu era globalisasi dalam hubungan internasional.
36. Michael Mann
Hubungan Internasional sebagai historical sociology dalam kaitannya dengan teori kekuatan hubungan antar masyarakat.
37. J. Frankel
Hubungan Internasional merupakan hubungan antar bangsa sistem dan masyarakat internasional menunjukkan unit-unit yang banyak terpisah-pisah dalam hal tetentu tetapi dalam hal lain merupakan hasil saling mempengaruhi dari kekuatan yang bersatu maupun berpisah.
38. Alfred Zimmern
Hubungan Internasional secara fundamental dapat ditransfusi menjadi suatu tatanan dunia yang adil dan merata dan adanya balance antara kepentingan-kepentingan antara individu dan negara serta adanya kemajuan dalam penegakan hukum internasional yang saling menguntungkan dari integrasi teritoial dan kemerdekaan.
39. George Kenan
Hubungan Internasional lebih membahas pada prinsip dan tingkah laku dalam masyarakat sosial.
40. Hans J. Morgenthau
Hubungan Internasional adalah studi yang membahas tentang lingkup dan sifat dasar dari bidang studi hubungan internasional dalam masyarakat tertentu.
41. Robert Giplin
Hubungan Internasional adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang ilmu-ilmu ekonomi-politik internasional yang lebih menghadap pada politik keamanan militer yang seimbang.
42. John Herz
Hubungan Internasional meupakan suatu konsep yang membahas tentang kebijakan luar negeri yang lebih mementingkan keamanan yang menjadi pusat perhatian semua rakyatnya.
43. Richard Rosecrance
Hubungan Internasional lebih membahas pada kekuatan-kekuatan militer untuk ekspansi teritorial sebagai kunci suatu prestigeint.
44. Kenneth Waltz
Hubungan Internasional adalah membahas dan lebih memfokuskan pada suatu era globalisasi dalam hubungan internasional.
45. Stephen Krasner
Hubungan Internasional adalah membahas pada ideologi sosial yang memberikan suatu model penelitian dalam masyarakat internasional.
46. Raymond Aroon
Hubungan Internasional adalah suatu hubungan yang membahas tentang hubungan domestik dan hubungan internasional antar negara yang satu dengan negara lain secara diplomasi.
47. Anonymus
Hubungan Internasional adalah studi implementasi globalisasi secara akademik dengan mengenal negara-negara di dunia.
48. Anonymus
Hubungan Internasional adalah interaksi antar unit-unit state dan non state yang melewati batas negaranya guna melengkapi kebutuhan serta kepentingannya.
49. Anonymus
Hubungan Internasional adalah suatu ilmu atau science yang mengkaji ten-tang aktivitas aktor formal maupun non-formal yang melintasi batas negara dan melingkupi segala bidang.
25 Februari 2006
(Yang ini selalu jadi tugas pertama yang dikasi sama dosen buat Mata Kuliah PHI. Tapi orang paling berjasa buat kumpul definisi ini namanya Ridwan "Ridho Josephira/Al Diwani" Mappa. Thank U, bung...)
Hubungan Internasional menekankan seluruh hubungan antar negara di dunia dalam suatu kerangka yang integralistik segala bidang seginya tecakup istilah itu, baik dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, sosial, budaya maupun militer.
2. Woodrow Wilson
Hubungan Internasional lebih menekankan pada proyek internasionalisme liberal guna mentransformasi hubungan intenasional sesuai model-model perdamaian, kebebasan dan kemakmuan, memajukan perdagangan lintas batas negara dan saling ketergantungan ekonomi di antara negara untuk mengurangi daya tarik penggunaan kekuatan termasuk penegakan hukum pada organisasi dan praktik yang menimbulkan dilema keamanan di antara negara-negara.
3. Martin Wright
Hubungan Internasional membahas tentang teori-teori internasional dalam masyarakat internasional.
4. Andre Gunder Frank
Hubungan Internasional adalah membahas tentang kebijaksanaan konvensional dan pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu masyarakat internasional.
5. Robert Keohane
Hubungan Internasional membahas tentang tingkah laku negara yang mempengaruhi organisasi internasional setiap negara.
6. Edward Hallet Carr
Hubungan Internasional adalah studi hubungan internasional yang sangat dipengaruhi oleh sejumlah gagasan yang merupakan produk dari perimbangan kekuasaan untuk menciptakan perdamaian dengan dasar norma dan prinsip yaitu keyakinan akan adanya harmoni alamiah antar kepentingan dengan rasa aman kolektif.
7. Norman Angell
Hubungan Internasional adalah hubungan timbal balik antar interdependensi ekonomi lintas batas-batas territorial dan kekuasaan pemerintah dalam mengontrol apa yang tejadi dalam batas tersebut dan adanya sifat dasar dalam lingkup interdependensi politik dalam meletakkan dasar-dasar bagi internasionalisme liberal.
8. Susan Strange
Hubungan Internasional adalah studi mengenai wilayah isu apapun dalam bidang ekonomi-politik internasional yang dinilai dengan pesoalan empiris dalam pencarian akan entitas efektif politik dunia apapun bentuknya dan kekuasaan sebagai concen dasar realisme.
9. David Zinger
Hubungan Internasional merupakan kumpulan rumusan yang dapat memberikan penguraian, penjelasan dan ramalan yang berbentuk hipotesis-hipotesis dan dalil-dalil yang dapat diverifikasikan dan diuji mengenai masalah-masalah internasional.
10. Claus Zewitz
Hubungan Internasional dapat berupa peperangan yang merupakan lanjutan politik yang menggunakan kekerasan atau tekanan-tekanan yang mempunyai tujuan politik sesuai dengan kepentingan nasional.
11. Robert Cox
Hubungan Internasional membahas tentang fenomena-fenomena globalisasi dalam hubungannya dengan hubungan internasional.
12. John Ruggie
Hubungan Internasional adalah membahas tentang studi hubungan internasional mencakup bidang organisasi internasional ke dalam orientasi ideologis maupun politik setiap bangsa.
13. Hedley Bull
Hubungan Internasional adalah suatu konsep yang membahas tentang tatanan secara umum sebagai pola aktivitas untuk tujuan sosial dasar masyarakat internasional.
14. Michael Walzer
Hubungan Internasional menggambarkan upaya ambisius mengenai batasan-batasan etnis oleh setiap negara.
15. Jeremy Bentham
Hubungan Internasional merupakan disiplin ilmu baru yang merupakan kombinasi dari studi-studi urusan luar negeri dari berbagai negara dengan sejarah internasional. Disiplin ini juga mencakup studi masyarakat interna-sional sebagai keseluruhan dan lembaga-lembaganya.
16. Henry Kissinger
Hubungan Internasional berlangsung pada suatu wilayah yang kurang memiliki otoritas sentral dalam menangani konflik kepentingan dan nilai antar bangsa di mana setiap negara berjuang untuk mendapatkan kekuasaan.
17. Vladimir Lenin
Hubungan Internasional sebagai organisasi internasional yang membahas tentang hukum-hukum internasional dan kepentingan-kepentingan nasional.
18. Ernst Haas
Hubungan Internasional adalah konsep yang membahas tentang kadaulatan suatu negara yang masing-masing wilayahnya berbeda dalam kerjasama internasional.
19. Richard A. Falk
Hubungan Internasional merupakan pola-pola hubungan antar bangsa dengan prinsip-prinsip legal dengan konstitusional dalam hubungannya dengan hubungan internasional.
20. Karl W. Deutsch
Hubungan internasional mempelajari tentang dinamika sosial dan integrasi regional dalam lingkup intenasional.
21. Jean Bethkelshtdin
Hubungan Internasional membahas tentang teoi-teori baik domestik maupun nternasional dalam suatu negara.
22. Anthony P. Smith
Hubungan Internasional membahas tentang karateristik-karateristik nasional dan internasional setiap negara.
23. Richard Ashley
Hubungan Internasional mempelajari tentang struktur dan dinamika sistem internasional dengan cara-cara tetentu dalam tatanan internasional.
24. Robert B. J. Walker
Hubungan Internasional membahas tentang kondisi dinamis suatu negara baik dalam bidang ideologi, sosial budaya, maupun ekonomi apa, dimana, dan siapa yang bersifat konseptual politik.
25. Benedict Anderson
Hubungan Internasional membahas tentang kekuatan politik, kepentingan nasional, dan pengakuan internasional dalam batas-batas negara yang ditentukan.
26. Ernest Gellner
Hubungan Internasional membahas tentang ilmu-ilmu sosial yang objektif yang merupakan konteks dalam masyarakat internasional.
27. Anthony Giddens
Hubungan Internasional membahas tentang pemahaman sifat dasar suatu negara dalam dunia internasional.
28. Raymond Aron
Hubungan internasional menyangkut konsep-konsep perimbangan kekuatan perjuangan kepentingan nasional, ketertiban dunia, diplomasi, waspada dan lain-lain.
29. Michael Doyle
Hubungan Internasional adalah studi hubungan formal/non-formal di mana suatu negara melakukan kontrol efektif terhadap kedaulatan politik negara lain yang merupakan konsekuensi dan kekuatan-kekuatan pada satu atau bagian lain dari sistem internasional dan tergantung pada kemampuan dan kepentingan masyarakat yang terlibat.
30. John Burton
Hubungan Internasional merupakan studi yang mendasarkan pengetahuan pada ajaran psikologi, yang memiliki sikap tingkah laku dan reaksi manusia dalam menghadapi masalah-masalah internasional yang muncul di permukaan.
31. Charles Beits
Hubungan Internasional adalah hubungan-hubungan antar warga negara dalam batas wilayah territorial suatu negara bedaulat dimana interdependensi merupakan studi hubungan internasional yang bervariasi dan merupakan suatu bidang yang tepat untuk menerapkan etika dalam hubungan internasional yaitu dengan prinsip kesamaan.
32. Harold Nicholson
Hubungan Internasional adalah perundingan atau negosiasi yang disertai dengan proses dan mekanisme yang ada di dalamnya seperti penyelenggaraan internasional dan sebagainya dimana masing-masing negara berusaha untuk membuat negaa lain menerima jalan pemikirannya.
33. Ian Robertson
Hubungan Internasional adalah pengetahuan dengan metode-metode logis dan sistematis yang mempelajari berbagai aspek dari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan manusia lain sehingga batas-batas negara menjadi luluh.
34. Immanuel Wallerstein
Hubungan Internasional membahas tentang ekonomi internasional yang memungkinkan setiap negara melakukan perdagangan internasional.
35. David Held
Hubungan Internasional membahas dan lebih memfokuskan pada suatu era globalisasi dalam hubungan internasional.
36. Michael Mann
Hubungan Internasional sebagai historical sociology dalam kaitannya dengan teori kekuatan hubungan antar masyarakat.
37. J. Frankel
Hubungan Internasional merupakan hubungan antar bangsa sistem dan masyarakat internasional menunjukkan unit-unit yang banyak terpisah-pisah dalam hal tetentu tetapi dalam hal lain merupakan hasil saling mempengaruhi dari kekuatan yang bersatu maupun berpisah.
38. Alfred Zimmern
Hubungan Internasional secara fundamental dapat ditransfusi menjadi suatu tatanan dunia yang adil dan merata dan adanya balance antara kepentingan-kepentingan antara individu dan negara serta adanya kemajuan dalam penegakan hukum internasional yang saling menguntungkan dari integrasi teritoial dan kemerdekaan.
39. George Kenan
Hubungan Internasional lebih membahas pada prinsip dan tingkah laku dalam masyarakat sosial.
40. Hans J. Morgenthau
Hubungan Internasional adalah studi yang membahas tentang lingkup dan sifat dasar dari bidang studi hubungan internasional dalam masyarakat tertentu.
41. Robert Giplin
Hubungan Internasional adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang ilmu-ilmu ekonomi-politik internasional yang lebih menghadap pada politik keamanan militer yang seimbang.
42. John Herz
Hubungan Internasional meupakan suatu konsep yang membahas tentang kebijakan luar negeri yang lebih mementingkan keamanan yang menjadi pusat perhatian semua rakyatnya.
43. Richard Rosecrance
Hubungan Internasional lebih membahas pada kekuatan-kekuatan militer untuk ekspansi teritorial sebagai kunci suatu prestigeint.
44. Kenneth Waltz
Hubungan Internasional adalah membahas dan lebih memfokuskan pada suatu era globalisasi dalam hubungan internasional.
45. Stephen Krasner
Hubungan Internasional adalah membahas pada ideologi sosial yang memberikan suatu model penelitian dalam masyarakat internasional.
46. Raymond Aroon
Hubungan Internasional adalah suatu hubungan yang membahas tentang hubungan domestik dan hubungan internasional antar negara yang satu dengan negara lain secara diplomasi.
47. Anonymus
Hubungan Internasional adalah studi implementasi globalisasi secara akademik dengan mengenal negara-negara di dunia.
48. Anonymus
Hubungan Internasional adalah interaksi antar unit-unit state dan non state yang melewati batas negaranya guna melengkapi kebutuhan serta kepentingannya.
49. Anonymus
Hubungan Internasional adalah suatu ilmu atau science yang mengkaji ten-tang aktivitas aktor formal maupun non-formal yang melintasi batas negara dan melingkupi segala bidang.
25 Februari 2006
(Yang ini selalu jadi tugas pertama yang dikasi sama dosen buat Mata Kuliah PHI. Tapi orang paling berjasa buat kumpul definisi ini namanya Ridwan "Ridho Josephira/Al Diwani" Mappa. Thank U, bung...)
Pengantar Hubungan Internasional
Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional, pertanyaan yang pertama kali terlontar adalah apakah yang dimaksud dengani hubungan internasional? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat membagi HI menjadi dua definisi yaitu HI sebagai sebuah fenomena dan HI sebagai sebuah disiplin ilmu.
Sebagai sebuah fenomena, HI dipahami sebagai interaksi yang terjadi antar aktor-aktor tertentu, dimana interaksi tersebut telah melampaui batas yurisdiksi nasional sebuah negara. Sementara, sebagai sebuah disiplin ilmu, HI dipahami sebagai kajian akademis yang berusaha memahami interaksi antar aktor-aktor tertentu yang telah melampaui batas yurisdiksi nasional negara.
Ruang Lingkup dan Aktor-Aktor HI
Setelah kita memahami definisi HI, maka pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah interaksi-interaksi internasional apa sajakah yang dipelajari di dalam ilmu HI? Dengan kata lain kita mulai mempertanyakan sejauh mana ruang lingkup ilmu HI.
Sejalan dengan perkembangan waktu dan ilmu pengetahuan, ruang lingkup HI pun berkembang. Pada awalnya, para pemikir yang tertarik pada masalah-masalah internasional, memfokuskan kajiannya hanya pada interaksi antar negara dan fenomena-fenomena militer (keamanan). Sebagai contoh adalah Thucydides yang mempelajari Perang Peloponnesia antara Sparta dan Athena. Di dalam kajiannya tersebut, Thucydides berusaha untuk memahami sebab-sebab terjadinya Perang Peloponnesia.
Namun saat ini, HI tidak lagi hanya membatasi diri pada kajian interaksi antar negara dan fenomena militer lagi. HI telah berkembang jauh dengan memasukan beragam isu dan aktor-aktor selain negara, ke dalam kajiannya.. Karl Deutsch membagi 12 ruang lingkup HI, yaitu:
1. Bangsa dan dunia
2. Proses transnasional dan interdependensi internasional
3. Perang dan damai
4. Kekuatan dan kelemahan
5. Politik Internasional dan masyarakat internasional
6. Kependudukan versus pangan, sumber daya alam dan lingkungan
7. Kemakmuran dan kemiskinan
8. Kebebasan dan penindasan
9. Persepsi dan ilusi
10. Aktivitas dan apati
11. Revolusi dan stabilitas
12. Identitas dan transformasi.
Dengan ruang lingkup yang demikian beragam, isu-isu di dalam HI pun ikut berkembang. Secara garis besar isu di dalam HI terbagi dua: pertama, high politics issues, yaitu isu-isu yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup negara (stateĆ¢€™s survival). Di dalam kategori ini terdapat isu politik, keamanan dan ekonomi. Kedua, low politics issues. Di dalam kategori ini terdapat isu-isu seperti: perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking), peredaran senjata gelap (arms trafficking), penyelundupan manusia (human trafficking), pemanasan global, kejahatan terorganisir lintas-batas negara (transnational organized crime) dan lain-lain.
Selain itu, aktor-aktor internasional di dalam kajian HI pun ikut bertambah banyak. Secara garis besar terdapat dua tipe aktor di dalam HI yaitu aktor negara (state actors) dan aktor non-negara (non-state actors). Aktor-aktor non negara ini terdiri dari: 1) aktor individual, seperti Bono (U2), Al Gore, Vandana Shiva dan lain-lain; 2) Aktor organisasional (organizational actors), yaitu ASEAN, UE, PBB yang dikategorikan sebagai Inter-Govermental Organization atau IGO.
Lalu Greenpeace, Al-Qaeda, yang dikategorikan sebagai Non-Governmental Organization atau NGO dan Toyota Corporation, Ford Motor Corporation, Microsoft Corporation yang dikategorikan sebagai Multinational Corporations atau MNC.
Kesimpulan
Hingga hari ini ilmu HI telah mengalami sejumlah perkembangan signifikan. Setidaknya in dapat dilihat dari perkembangan ruang lingkup kajian dan aktor-aktor di dalam HI, yang pada awalnya hanya terbatas pada kajian keamanan dan negara menjadi sangat variatif dengan melibatkan aktor-aktor non negara dan isu-isu yang beragam, seperti ekonomi, sosial, lingkungan dan sebagainya.
(Yang ini dulunya Saya curi tanpa permisi dari tulisan orang lain. Mudah-mudahan menjadi amal jariyah,bung...)
Sebagai sebuah fenomena, HI dipahami sebagai interaksi yang terjadi antar aktor-aktor tertentu, dimana interaksi tersebut telah melampaui batas yurisdiksi nasional sebuah negara. Sementara, sebagai sebuah disiplin ilmu, HI dipahami sebagai kajian akademis yang berusaha memahami interaksi antar aktor-aktor tertentu yang telah melampaui batas yurisdiksi nasional negara.
Ruang Lingkup dan Aktor-Aktor HI
Setelah kita memahami definisi HI, maka pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah interaksi-interaksi internasional apa sajakah yang dipelajari di dalam ilmu HI? Dengan kata lain kita mulai mempertanyakan sejauh mana ruang lingkup ilmu HI.
Sejalan dengan perkembangan waktu dan ilmu pengetahuan, ruang lingkup HI pun berkembang. Pada awalnya, para pemikir yang tertarik pada masalah-masalah internasional, memfokuskan kajiannya hanya pada interaksi antar negara dan fenomena-fenomena militer (keamanan). Sebagai contoh adalah Thucydides yang mempelajari Perang Peloponnesia antara Sparta dan Athena. Di dalam kajiannya tersebut, Thucydides berusaha untuk memahami sebab-sebab terjadinya Perang Peloponnesia.
Namun saat ini, HI tidak lagi hanya membatasi diri pada kajian interaksi antar negara dan fenomena militer lagi. HI telah berkembang jauh dengan memasukan beragam isu dan aktor-aktor selain negara, ke dalam kajiannya.. Karl Deutsch membagi 12 ruang lingkup HI, yaitu:
1. Bangsa dan dunia
2. Proses transnasional dan interdependensi internasional
3. Perang dan damai
4. Kekuatan dan kelemahan
5. Politik Internasional dan masyarakat internasional
6. Kependudukan versus pangan, sumber daya alam dan lingkungan
7. Kemakmuran dan kemiskinan
8. Kebebasan dan penindasan
9. Persepsi dan ilusi
10. Aktivitas dan apati
11. Revolusi dan stabilitas
12. Identitas dan transformasi.
Dengan ruang lingkup yang demikian beragam, isu-isu di dalam HI pun ikut berkembang. Secara garis besar isu di dalam HI terbagi dua: pertama, high politics issues, yaitu isu-isu yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup negara (stateĆ¢€™s survival). Di dalam kategori ini terdapat isu politik, keamanan dan ekonomi. Kedua, low politics issues. Di dalam kategori ini terdapat isu-isu seperti: perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking), peredaran senjata gelap (arms trafficking), penyelundupan manusia (human trafficking), pemanasan global, kejahatan terorganisir lintas-batas negara (transnational organized crime) dan lain-lain.
Selain itu, aktor-aktor internasional di dalam kajian HI pun ikut bertambah banyak. Secara garis besar terdapat dua tipe aktor di dalam HI yaitu aktor negara (state actors) dan aktor non-negara (non-state actors). Aktor-aktor non negara ini terdiri dari: 1) aktor individual, seperti Bono (U2), Al Gore, Vandana Shiva dan lain-lain; 2) Aktor organisasional (organizational actors), yaitu ASEAN, UE, PBB yang dikategorikan sebagai Inter-Govermental Organization atau IGO.
Lalu Greenpeace, Al-Qaeda, yang dikategorikan sebagai Non-Governmental Organization atau NGO dan Toyota Corporation, Ford Motor Corporation, Microsoft Corporation yang dikategorikan sebagai Multinational Corporations atau MNC.
Kesimpulan
Hingga hari ini ilmu HI telah mengalami sejumlah perkembangan signifikan. Setidaknya in dapat dilihat dari perkembangan ruang lingkup kajian dan aktor-aktor di dalam HI, yang pada awalnya hanya terbatas pada kajian keamanan dan negara menjadi sangat variatif dengan melibatkan aktor-aktor non negara dan isu-isu yang beragam, seperti ekonomi, sosial, lingkungan dan sebagainya.
(Yang ini dulunya Saya curi tanpa permisi dari tulisan orang lain. Mudah-mudahan menjadi amal jariyah,bung...)
Catatan Ringan buat Pengantar
Berangkat dari niat sederhana untuk berbagi, kumpulan catatan ini saya buat dan dokumentasikan untuk bisa diakses dengan mudah oleh siapapun yang haus akan pengetahuan, khususnya menyangkut Disiplin Ilmu Hubungan Internasional.
Kumpulan tulisan ini mungkin sudah begitu usang dan tidak lagi up to date untuk baru dipublikasikan sekarang. Meski demikian, dia tetaplah sebuah karya. Semoga ke-“usangan’-nya bisa menjadi referensi yang bermakna sesuatu bagi Anda-Anda yang ingin mendalami –mungkin hanya untuk sekedar mengetahui sedikit tentang– Disiplin Ilmu Hubungan Internasional.
Kumpulan tulisan ini, hampir semuanya adalah tugas-tugas kuliah saya, yang saya kumpulkan sejak pertama kali menjadi seorang “MAHASISWA” kurang lebih lima tahun yang lalu. Tulisan-tulisan ini saya buat untuk memenuhi persayaratan-persyaratan untuk memperoleh nilai (di atas kertas) yang baik selama proses perkualiahan yang saya tempuh. Beberapa yang lainnya adalah titipan teman-teman yang, dengan berbagai alasan, lebih memilih untuk saya yang mengerjakannya buat mereka.
Saya akui, tulisan-tulisan yang saya dokumentasikan ini sangat jauh dari kesan “ilmiah”nya. Banyak darinya yang hanya merupakan hasil analisa dangkal saya yang mengada-ada, kesimpulan utopis, hingga hasil mencuri –bahkan merampok– redaksi dan pemikiran orang lain. Sementara itu, di sisi yang lain, saya pun mengetahui bahwa setelah dikumpul (dalam bentuk print out), semua karya tidak keseluruhannya dibaca, dan berjalan beberapa lama, hanya akan menjadi tumpukan kertas di ruangan atau rumah dosen di masing-masing mata kuliah. Sungguh menyedihkan, bahwa setelah mengorbankan semeter pohon untuk satu rim kertas, beberapa kilowatt listrik yang diboroskan untuk mengerjakan satu tulisan dan akhirnya di-print out, energi yang terkuras untuk melahirkan ide, ternyata semuanya hanya berakhir sebagai tumpukan kertas usang tak terurus di sebuah tempat. Hingga akhirnya dibakar dan musnah, bersama dengan menguapnya kembali ide dan pemikiran yang tertata rapi di dalamnya.
Untuk itulah, saya mengumpulkan semua tulisan ini dan mem-posting-nya ke dalam BLOG ini, memberinya nama “CATATAN USANG”. Agar dapat dikenang dan dibagikan sebagai sebuah amal jari’ah.
Setiap dari Anda bisa mengaksesnya. Anda bisa meninggalkan sebuah pesan atau komentar agar kita bisa saling berdiskusi lebih lanjut sekaligus menjalin silaturahmi yang lebih kuat dalam sebuah Ukhuwah.
Jazakumullah Khairan Katsiran
Hormatku,
SAHARPOVA IDRIS
Kumpulan tulisan ini mungkin sudah begitu usang dan tidak lagi up to date untuk baru dipublikasikan sekarang. Meski demikian, dia tetaplah sebuah karya. Semoga ke-“usangan’-nya bisa menjadi referensi yang bermakna sesuatu bagi Anda-Anda yang ingin mendalami –mungkin hanya untuk sekedar mengetahui sedikit tentang– Disiplin Ilmu Hubungan Internasional.
Kumpulan tulisan ini, hampir semuanya adalah tugas-tugas kuliah saya, yang saya kumpulkan sejak pertama kali menjadi seorang “MAHASISWA” kurang lebih lima tahun yang lalu. Tulisan-tulisan ini saya buat untuk memenuhi persayaratan-persyaratan untuk memperoleh nilai (di atas kertas) yang baik selama proses perkualiahan yang saya tempuh. Beberapa yang lainnya adalah titipan teman-teman yang, dengan berbagai alasan, lebih memilih untuk saya yang mengerjakannya buat mereka.
Saya akui, tulisan-tulisan yang saya dokumentasikan ini sangat jauh dari kesan “ilmiah”nya. Banyak darinya yang hanya merupakan hasil analisa dangkal saya yang mengada-ada, kesimpulan utopis, hingga hasil mencuri –bahkan merampok– redaksi dan pemikiran orang lain. Sementara itu, di sisi yang lain, saya pun mengetahui bahwa setelah dikumpul (dalam bentuk print out), semua karya tidak keseluruhannya dibaca, dan berjalan beberapa lama, hanya akan menjadi tumpukan kertas di ruangan atau rumah dosen di masing-masing mata kuliah. Sungguh menyedihkan, bahwa setelah mengorbankan semeter pohon untuk satu rim kertas, beberapa kilowatt listrik yang diboroskan untuk mengerjakan satu tulisan dan akhirnya di-print out, energi yang terkuras untuk melahirkan ide, ternyata semuanya hanya berakhir sebagai tumpukan kertas usang tak terurus di sebuah tempat. Hingga akhirnya dibakar dan musnah, bersama dengan menguapnya kembali ide dan pemikiran yang tertata rapi di dalamnya.
Untuk itulah, saya mengumpulkan semua tulisan ini dan mem-posting-nya ke dalam BLOG ini, memberinya nama “CATATAN USANG”. Agar dapat dikenang dan dibagikan sebagai sebuah amal jari’ah.
Setiap dari Anda bisa mengaksesnya. Anda bisa meninggalkan sebuah pesan atau komentar agar kita bisa saling berdiskusi lebih lanjut sekaligus menjalin silaturahmi yang lebih kuat dalam sebuah Ukhuwah.
Jazakumullah Khairan Katsiran
Hormatku,
SAHARPOVA IDRIS
Subscribe to:
Posts (Atom)